tirto.id - Pasar saham jatuh setelah harga minyak anjlok. Harga minyak jatuh setelah Arab Saudi mengumumkan kebijakan perang harga melawan Rusia.
Harga minyak mentah dunia anjlok hingga 25 persen pada Senin (9/3/2020). Ini adalah penurunan harian terbesar sejak tahun 1991, saat pecah Perang Teluk I. Satu hari sebelumnya, Minggu (8/3/2020) kemarin, Saudi mengumumkan rencana penurunan harga dan menaikkan produksi mulai April, hingga di atas 10 juta barel per hari.
Saat ini, produksi Saudi tercatat sebesar 9,7 juta barel per hari, dari kapasitas terpasang 12,5 juta barel per hari.
Seperti dilansir dari Reuters, minyak berjangka Brent sempat anjlok ke level 31,02 dolar AS yang merupakan level terendah sejak 12 Februari 2016. Sementara Minyak US West Texas Intermediate (WTI) sempat menyentuh level 30 dolar AS, yang merupakan level terendah sejak 22 Februari 2016.
Pemangkasan harga terjadi setelah pembicaraan di Wina, Austria, pekan lalu menemui jalan buntu. Awalnya OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries) merekomendasikan tambahan pemangkasan produksi 1,5 juta barel per hari mulai April dan dapat diperpanjang hingga akhir tahun, Kamis (4/3/2020) lalu. Namun Rusia, negara sekutu OPEC, menolak usul tersebut. Hal itu disampaikan saat 14 negara anggota OPEC dan sekutu-sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, bertemu satu hari setelahnya (5/3/2020).
Pertemuan OPEC+ juga gagal memutuskan berapa pemangkasan produksi yang akan diberlakukan mulai April. Ketentuan pemangkasan produksi sebelumnya akan berakhir pada akhir Maret.
Tanpa kesepakatan baru, artinya setiap negara bebas menetapkan kuota produksi.
“Mulai 1 April, kita akan bekerja tanpa mempertimbangkan kuota atau pengurangan yang ditetapkan sebelumnya. Namun, hal ini tidak berarti setiap negara tidak akan memonitor atau menganalisis perkembangan pasar,” kata Menteri Energi Rusia, Alexander Novak, seperti dilansir CNBC.
Kegagalan mencapai kesepakatan itu semakin memukul harga minyak hingga memicu penurunan sebesar 10 persen pada Jumat (6/3/2020). Harga minyak sebelumnya sudah mengalami tekanan karena merebaknya virus Corona COVID-19 dikhawatirkan memicu penurunan permintaan.
Corona sejauh ini sudah menggerus aktivitas ekonomi Cina, negara importir minyak terbesar dunia. Dengan menyebarnya virus ke negara-negara besar dunia seperti Italia, Korea Selatan, dan juga Amerika Serikat, permintaan minyak mentah dunia diprediksi akan semakin melemah sepanjang 2020.
Lembaga-lembaga keuangan global seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs sudah memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia. Morgan Stanley memprediksi permintaan minyak dari Cina akan mengalami stagnasi sepanjang 2020. Sementara Goldman memperkirakan akan ada kontraksi permintaan minyak global hingga 150.000 barel per hari, menurut Reuters.
Situasi semakin memanas setelah Saudi mengumumkan rencananya. Analis menyebut langkah tersebut dilakukan untuk menghukum Rusia yang mengabaikan OPEC+, sekaligus mengukuhkan posisi sebagai eksportir minyak terbesar dunia.
Memukul Pasar Saham
Ketidakpastian di pasar global membuat investor menekan surat berharga AS berjangka 30 tahun hingga imbal hasilnya di bawah 1 persen. Sementara US Treasury berjangka 10 tahun, imbal hasilnya jatuh di bawah 0,5 persen.
Investor khawatir ketidakpastian saat ini akan menekan Bank Sentral AS untuk kembali menurunkan tingkat suku bunga acuannya paling tidak 75 basis poin, pada pertemuan 18 Maret mendatang.
Kejatuhan imbal hasil US Treasury langsung membuat ambruknya pasar saham.
Pada perdagangan Senin (9/3/2020), saham-saham di bursa Asia langsung merosot. Seperti dilansir dari CNBC, indeks Nikkei 225 merosot 5,1 persen, sementara Topix melemah 5,61 persen. Di Hong Kong, indeks Hang Seng melemah hingga 4,2 persen, sementara Shanghai turun 3,01 persen. Demikian pula indeks Kospi di bursa Korsel tercatat turun 4,19 persen.
Indeks S&P/ASX 200 tercatat turun 7,33 persen, Straits Times turun lebih dari 4 persen. Secara keseluruhan, indeks MSCI Asia di luar Jepang, turun 4,97 persen.
Di Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah 133,94 poin (setara 2,44 persen) ke level 5.364,6. IHSG akhirnya ditutup anjlok hingga 6,58 persen ke level 5.136,809.
Sementara nilai tukar rupiah pada pukul 10.40 WIB tercatat melemah 121 poin (0,85 persen) menjadi Rp14.364 per dolar AS.
Pasar saham Eropa juga turut berguguran. Indeks FTSE pada awal perdagangan di London langsung anjlok 8 persen, sementara Indeks GDAXI merosot 7 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan tren gejolak harga minyak dunia perlu mendapat perhatian serius. Ia bilang harga minyak dunia akhir-akhir ini mengalami penurunan drastis menyusul kegagalan kesepakatan dua produsen minyak dunia--Rusia dan Arab Saudi. Di sisi lain, anjloknya harga minyak ini juga disebabkan penurunan permintaan sebagai imbas wabah virus Corona atau COVID-19.
“Yang cukup mengagetkan dari Saudi membuat langkah yang lebih bold, yaitu dengan memberikan harga minyak yang lebih dalam lagi sehingga jadi perang harga,” ucap Sri Mulyani kepada wartawan di kantornya, Senin (9/3/2020).
Editor: Rio Apinino