Menuju konten utama

Harga Jengkol Mulai Melambung Menjelang Puasa Ramadan

Menjelang Ramadan, jengkol tetap menjadi makanan favorit warga sebagai lauk untuk berbuka puasa sehingga membuat harganya menjadi mahal.

Harga Jengkol Mulai Melambung Menjelang Puasa Ramadan
Jengkol jelang lebaran. ANTARA FOTO/Lucky.R

tirto.id - Harga jengkol di sejumlah pasar tardisional di Cianjur, Jawa Barat, yang biasa dijual Rp20 ribu per kilogram melambung hingga Rp80 ribu per kilogram menjelang puasa di bulan Ramadan. Meski begitu, harga sayur mayur dan bumbu dapur lainnya masih terpantau normal.

Sejumlah pedagang menuturkan, kenaikan harga tersebut terjadi karena bukan musimnya. Tak hanya itu, menjelang Ramadan jengkol tetap menjadi makanan favorit warga sebagai lauk untuk berbuka puasa sehingg membuat harganya menjadi mahal.

"Kenaikan harga jengkol terjadi karena saat ini bukan musimnya, kalau sedang musimnya pada bulan Agustus sampai Desember biasanya murah. Terlebih menjelang puasa tingkat pemakaian cukup meningkat," kata Solihin pedagang di Pasar Induk Pasir Hayam Cianjur, seperti dikutip Antara, Rabu (24/5/2017).

Meroketnya harga jengkol ini, dijelaskan Solihin, membuat penjualan berkurang setiap harinya. Biasanya, ia dan pedagang lain dapat menjual hingga puluhan kilogram, sedangkan saat ini perhari hanya menjual 6 – 8 kilogram."Kami biasa mendapat stok dari Pasar Caringin Bandung, saat ini kami terpaksa mengurangi pembelian, meskipun pemesanan tetap ada," katanya menjelaskan.

Menindaklanjuti kenaikan harga ini, Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Cianjur mengimbau pedagang di wilayah tersebut, agar tidak membeli barang secara berlebihan. Bahkan, barang tersebut dijadikan stok karena kebiasaan tersebut dianggap dapat memicu terjadinya lonjakan harga di pasaran menjelang Ramadan dan Idul Fitri.

Kepala Diskoperindag Cianjur, Himam Haris, mengatakan, pedagang pasar masih terjebak pada kebiasaan berbelanja kebutuhan dagang secara berlebihan meskipun sepanjang Ramadan pedagang sebaiknya dapat membelanjakan persediaan barang secara efisien.

"Karena takut dan khawatir akan terjadi lonjakan harga, pedagang memmbeli barang secara besar-besaran, sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan harga. Meskipun tujuan mereka baik agar tidak kesulitan mendapatkan stok," paparnya.

Dia menambahkan, kebiasaan memborong dapat menimbulkan anggapan bahwa permintaan terhadap barang yang dibelanjakan banyak, sehingga tidak menutup kemungkinan distributor atau bandar akan menangkap momen tersebut dan menaikkan harga jual pada pedagang.

"Karena fenomena tersebut besar kemungkinan akan timbul lonjakan harga, sehingga berlanjut ketika di pasaran kenaikan harga akan membebani konsumen meskipun persediaan barang yang dibutuhkan terpenuhi," katanya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya mengimbau kepala pasar untuk memberikan pemahaman pada pedagang dan konsumen terkait kondisi pasar, termasuk mengkonfirmasikan harga dan ketersediaan barang yang sebenarnya secara lengkap.

Baca juga artikel terkait BULAN RAMADHAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari