tirto.id - Sekretaris Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Mufti Bangkit Sanjaya mengatakan kondisi harga daging sapi saat ini, terutama usai Hari Raya Iduladha relatif stabil. Namun menurut Mufti, stabilnya harga daging sapi bukan berarti murah, tetapi justru sulit untuk turun harganya.
Mufti mengatakan pemerintah seharusnya bisa mencari cara agar harga daging sapi tidak lebih dari Rp135 ribu.
"Harusnya pemerintah bisa menekan harga daging untuk lebih turun lagi dikisaran Rp135 ribu hingga 125 ribu, yang sekarang terjadi masih cukup sama Rp135 ribu sampai Rp145 ribu pasca Iduladha ini," ungkap Mufti saat dihubungi Tirto, Jakarta, Sabtu (8/7/2023).
Mufti mengatakan kondisi ini membuat para pedagang daging sapi selama tiga bulan ini mengalami sepi pembeli dan penurunan omzet penjualan. Momen Iduladha, kata Mufti seharusnya bisa membuat harga daging sapi turun karena biasanya masyarakat banyak yang memiliki stok daging sapi di rumahnya.
"Jadi dibalik sepinya omzet para pedagang, secara tradisi di tiap tahunnya secara siklusnya dan melimpahnya daging pasca Iduladha, seharusnya bisa lebih relatif turun harga tersebut untuk membantu cost kerugian pedagang karena mengalami siklus naiknya harga daging menjelang lebaran. Nah itu tidak berubah sampai pada Iduladha biasanya," katanya.
Mufti menyayangkan minimnya campur tangan pemerintah agar harga daging sapi tak terus melambung tinggi. Hal ini tentunya mempengaruhi omzet yang diraih pedagang daging sapi.
Mufti menambahkan, di era ketidakpastian ekonomi saat ini seperti resesi dan juga munculnya inflasi, ia berharap pemerintah mengerti dan dapat memikirkan kondisi tersebut.
"Jadi mohon pertimbangan kepada pemerintah, agar dapat memikirkan kondisi seperti itu. Jadi ada tiga faktor penentunya, harga bertahan lebaran itu tinggi turunnya susah, yang kedua adalah melimpahnya stok daging dari hewan kurban yang secara momentum adalah berbagi antara yang kaya ke yang kurang mampu, dan yang ketiga adalah faktor resesi global inflasi dengan kondisi global dunia yang sekarang tidak menentu," jelasnya.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Bayu Septianto