tirto.id - Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prestyo Adim mengakui, harga beras belakangan ini terus mengalami kenaikan harga. Hal itu kata dia disebabkan karena memasuki masa tanam sehingga Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) sulit menyerap dari petani.
"Kalau tidak bisa top up stok Bulog, sampai akhir tahun akan turun terus ke 342.801 ton. Dan ini sangat bahaya karena Bulog nggak akan bisa intervensi ketika terjadi suatu kondisi tertentu," kata Arief dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, dikutip Kamis (24/11/2022).
Dia merinci sampai 22 November 2022, stok beras Bulog sudah susut menjadi 594.856 ton. Padahal, pada 2020 Bulog masih bisa menguasai stok beras 1,06 juta ton dan 2021 sebanyak 1,20 juta ton per bulan November.
"Untuk menopang pengadaan stok, kami sudah membebaskan Bulog melakukan pembelian beras komersial. Supaya bisa membantu stok Bulog," katanya.
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Syailendra mengakui, cadangan beras pemerintah memang tidak terlalu besar. Namun jika melihat data neraca pangan sampai akhir tahun beras masih akan surplus mencapai 7,2 juta ton.
"Jadi gini kalau lihat data neraca pangan, dari sana itu sampai akhir tahun kita masih surplus. Kedua stok dikuasai pemerintah ada di Bulog betul sekitar 673 ribuan. Itu stok yang dikuasai pemerintah ya dari Bulog," kata Syailendra saat dihubungi Tirto.
Dia menuturkan secara pola Badan Pusat Statistik (BPS), stok beras dihitung di rumah tangga atau masyarakat masih ada sekitar 60 persen. Kemudian sekian persen ada di penggilingan dan ada di pemerintah.
"Cuma yang di pemerintah memang tidak banyak. Tapi di masyarakat banyak," ujarnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin