tirto.id - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali membuat gebrakan yang menyegarkan. Ia ingin merekrut lebih banyak kaum muda berprestasi untuk menjadi PNS di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Mereka akan menggantikan para PNS yang ingin keluar.
Selama ini, para PNS merasa sayang untuk keluar karena merasa tidak punya cukup modal untuk memulai usaha. Padahal, bisa jadi PNS yang bersangkutan sudah merasa tidak nyaman bekerja, tetapi merasa tak memiliki opsi selain bertahan bekerja. Hasilnya adalah PNS yang bekerja setengah hati, dengan karier yang cenderung tak bisa maju.
Untuk mengatasi hal ini, Menteri Susi Pudjiastuti mengeluarkan sebuah program "golden handshake". Melalui program ini, PNS yang ingin keluar akan mendapatkan kompensasi yang cukup besar sehingga cukup untuk memulai usaha.
"Kami membuat golden handshake dengan opsi luar biasa," kata Menteri Susi di kantor KKP, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Sebelumnya, Menteri Susi sudah terlebih dahulu bernegosiasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) untuk memberikan insentif penuh dalam program "golden handshake". Negosiasi berhasil dan Menpan-RB bersedia untuk memberikan tunjangan 100 persen.
"Ini adalah keberhasilan yang luar biasa. Tadinya nilainya hanya 25 persen saja. Itu adalah prestasi," katanya.
Dia berpendapat dengan uang yang didapatkan dari program golden handshake, pegawai akan bisa melakukan usaha skala menengah.
Dari hasil program golden handshake, Menteri Susi mengungkapkan bahwa 30 persen dari total lowongan PNS akan diberikan kepada anak-anak muda berprestasi yang tersebar di universitas-universitas terbaik di Indonesia.
Langkah Menteri Susi merupakan sebuah gebrakan baru untuk menata ulang PNS di Indonesia. Ini dikarenakan lebih setengah dari PNS kita berusia lebih dari 40 tahun, dengan golongan terbanyak berusia 51 – 55 tahun.
Menurut data Badan Kepegawaian Negara (BKN), total PNS hingga Juni 2016 mencapai 4.538.154. Dari jumlah itu, 51,11 persen adalah laki-laki dan 48,89 persen adalah perempuan. Jumlah PNS ini mengalami penurunan hingga 55.450 PNS atau 1,2 persen dibandingkan Desember 2015 sebanyak 4.593.604. Dari total PNS, sebanyak 950.843 berada di pusat dan sisanya ada di daerah. Sebanyak 2.109.318 atau 46,5 persen berpendidikan S1.
Setelah kelompok usia 51-55 tahun, kelompok berikutnya yang jumlahnya besar ada di kelompok usia 46-50 tahun sebanyak 18,73 persen. Total PNS dengan usia di atas 40 tahun mencapai lebih dari 60 persen.
Dengan komposisi tersebut, maka dapat dilihat bahwa PNS dari generasi muda jauh lebih sedikit dibandingkan dari generasi yang sudah tua. Padahal, kehadiran kelompok muda yang lebih segar pemikirannya, lebih gesit, lebih milenial, sangat diperlukan untuk membentuk karakter birokrat yang sesuai dengan perkembangan zaman. Karena itu, ide untuk memberikan golden handsake kepada para PNS yang tua ataupun sudah tidak berhasrat menjadi PNS, dan menggantinya dengan generasi muda, patut diapresiasi.
Perombakan PNS sendiri memang sudah masuk dalam rencana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Namun, saat ini tahapan yang dilakukan secara nasional malah dengan menghentikan rekrutmen PNS. Alasan perombakan juga bukan karena ingin mengganti dengan yang lebih muda dan berprestasi, melainkan karena jumlahnya yang sudah terlalu banyak.
"Sebenarnya rasionalisasi sudah berjalan secara otomatis. Sekarang pertumbuhan pegawai kita malah minus karena sudah ada kebijakan dua pensiun, satu yang diterima, jadi sudah otomatis sebenarnya tidak perlu secara khusus," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, seperti dilansir dari Antara.
Dia menambahkan, karena berjalan secara otomatis maka dilakukan bertahap dan dengan pola pertumbuhan zero growth sebenarnya akan ramping dengan sendirinya karena yang diterima lebih sedikit dan sesuai dengan kebutuhan dan keahliannya. Karena itu nantinya pendidikan masing-masing kementerian akan diarahkan pada pendidikan vokasi.
Menpan RB sebelumnya, Yuddy Chrisnandi sempat mengusulkan rasionalisasi satu juta PNS karena jumlahnya saat ini dirasa terlalu besar. Jika jumlah penduduk Indonesia berjumlah sekitar 250 juta orang maka total jumlah PNS yang dirasa memadai untuk melayani masyarakat adalah sekitar 3,5 juta orang. Namun, rencana rasionalisasi 1 juta PNS ini tak ada kejelasan lagi setelah ada pergantian menteri.
Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, pengurangan PNS diperlukan karena nantinya pemerintah akan lebih banyak menggunakan teknologi dalam pelayanannya.
"Kita melihat dengan perkembangan teknologi. Maka dari itu merampingkan organisasi itu suatu kebutuhan," kata Wapres.
Wapres menilai, saat ini jumlah organisasi dan pegawai sudah "gemuk".
Ditargetkan dalam delapan tahun ke depan akan ditata lebih baik. Rasionalisasi akan dimulai secara bertahap, semua pegawai harus dilatih dulu, diberi pelatihan, semua harus punya sertifikat, perbaikan sistem penggajian sehingga jangan lagi seperti sekarang.
"Kita tidak mau merombak tiba-tiba, butuh persiapan teknologi, persiapan pelatihan, butuh waktu," ujar Wapres.
Rasionalisasi PNS juga dianggap penting karena pembayaran gaji, tunjangan sekaligus uang pensiunannya yang cukup besar. Wapres melansir, ada beberapa daerah yang APBD-nya sebagian besar habis untuk membayar gaji pegawai.
"Ada daerah yang biaya pegawainya 80 persen daripada APBD, makanya pembangunan tidak bisa jalan, akhirnya biaya pelayanan publik secara persentase menurun walaupun jumlahnya tentu tidak berapa banyak, sehingga harus dibikin roadmap-nya. Kita minta delapan tahun roadmap-nya," tambah Wapres Kalla.
Perombakan PNS memang diperlukan karena saat ini anggaran belanja untuk pembayaran gaji PNS cukup besar. Untuk tahun 2016: total belanja pegawai mencapai Rp447,5 triliun yang terdiri dari belanja pegawai pusat dan daerah.
Tak berhenti pada pembayaran gaji, pemerintah juga harus terbebani pembayaran pensiunan. Pembayaran manfaat pensiunan PNS, TNI/Polri pada 2015 mencapai Rp91,91 triliun. Dalam lima tahun, naik hampir dua kali lipat, pada 2010 hanya Rp51,30 triliun.
Pemberian tunjangan pensiunan ini diperkirakan terus meningkat karena jumlah PNS yang tak berkurang signifikan. Dengan melihat komposisi ini, maka perombakan PNS memang sudah sewajarnya dilakukan. Pemerintah juga harus memastikan bahwa anggaran yang dikeluarkannya benar-benar bisa menghasilkan birokrat yang mampu memberikan kontribusi maksimal. Bagi PNS yang sudah tidak dapat memberikan kontribusi terbaiknya, maka opsi terbaik harus diberikan, sebagaimana yang dilakukan oleh Menteri Susi.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti