tirto.id - Pemerintah (kembali) mewacanakan rencana pemindahan ibukota negara. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, Presiden Joko Widodo telah meminta Bappenas mengkaji secara mendalam dan komprehensif terkait rencana tersebut.
“Kami diminta melakukan kajian lebih mendalam dan keinginannya kota yang dipilih mencerminkan model kota yang ideal untuk Indonesia,” ujar Bambang seusai rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta, Rabu (5/7) seperti diberitakan Antara.
Bappenas menargetkan kajian pemindahan ibukota negara rampung akhir tahun ini. Dengan begitu, pada 2018 atau 2019 diperkirakan proses pemindahan pusat administrasi pemerintahan sudah bisa berlangsung.
“Jadi kalau kajian 2017 selesai, 2018 menteri PU akan menyiapkan detail engineering design-nya, kemudian persiapan-persiapan untuk pemindahan. Pemindahannya sendiri, kan, butuh waktu lama,” kata Bambang.
Menurut Bambang, ibukota negara akan dipindahkan ke luar Pulau Jawa. Hal ini karena ketersediaan lahan di luar Jawa masih memadai. Bambang tak mau spesifik menyebut wilayah yang akan dijadikan ibukota negara, namun sebelumnya ia pernah menyebut Palangkaraya sebagai salah satu kandidat ibukota negara baru.
Pemindahan ibukota negara diharapkan bisa membentuk pusat ekonomi baru. Menurut Bambang, saat ini Bappenas sedang menganalisis kriteria wilayah, kesiapan, ketersediaan lahan, hingga sumber pendanaan untuk pembangunan ibukota baru.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Donie P. Juwono mengatakan pemindahan ibukota negara akan mengurangi pemasukan Jakarta yang bersumber dari APBN. Hal ini karena ada pengalihan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di ibukota baru.
Namun begitu, Donie memprediksi hal tersebut tidak akan berpengaruh signifikan terhadap perekonomian di Jakarta maupun Nasional. Sebab, pemindahan ibukota hanya sebatas pada aspek administratif pemerintahan. Bukan hal-hal lain seperti perekonomian dan bisnis.
“Ini administrasi pemerintahan aja yang pindah. Kalau bisnisnya ini total enggak. Pengaruhnya itu pengeluaran sama kementerian sama APBN. Kan besar di sini. Itu aja yang turun. Tapi itu, kan, bisa di-cover sama bisnis,” tambahnya.
Anggota Komisi II DPR RI Arif Wibowo mendukung rencana pemerintah pusat memindahkan ibukota negara. Ia berpandangan lokasi yang tepat untuk menjadi ibukota baru bagi Indonesia adalah Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Hal itu lantaran letak kota Palangkaraya yang strategis dan jarang mengalami bencana gempa bumi.
“Karena Palangkaraya adalah kota di Kalimantan Tengah yang wilayahnya tidak akan terjadi gempa. Hal itu baik sebagai pusat pemerintahan dan juga karena lokasinya strategis di Tengah,” kata Arif.
Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan Kota Palangkaraya sebagai pusat pemerintahan akan lebih mudah untuk ditata karena tidak bercampur aduk dengan pusat bisnis seperti di Jakarta. Sisi positifnya, kata Arif, pengawasan terhadap tindakan-tindalan korupsi di ibukota lebih mudah.
“Mempermudah pengawasan korupsi dan nepotisme. Kalau ada perusahaan datang ke sana kan lebih gampang diawasi. Kalau di Jakarta semua, kan, jadi tempat yang tercampur adukkan,” katanya.
Di sisi lain, pemindahan ibukota ke Palangkaraya akan berdampak pada penguatan wilayah-wilayah perbatasan yang selama ini kurang mendapat perhatian. Sebab, letak Palangkaraya di Kalimantan tak jauh dengan perbatasan Indonesia dan Malaysia.
“Pasti akan mendorong penguatan wilayah di perbatasan. Karena ini, kan, dekat dengan perbatasan. Bukan hanya dari aspek pembangunan wilayah perbatasan, tetapi juga keamanan. Kalau ibu kota pindah di sana mau tidak mau perbatasannya harus kita perkuat,” lanjutnya.
Kendati demikian, Arif mengatakan belum ada pembicaraan resmi antara pemerintah dan DPR mengenai rencana pemindahan ibukota. Dia mengatakan DPR akan segera merencanakan pertemuan khusus pada agenda sidang ke depan.
“Kalau pembicaraan secara resmi pemerintah dengan DPR belum ada, nanti akan kita rencanakan secara resmi di masa-masa persidangan ini. Nanti kita akan konfirmasi ke pemerintah melalui beberapa kementerian terkait, termasuk juga dengan Bapennas,” katanya.
Wakil Gubernur Jakarta terpilih periode 2017-2021 Sandiaga Salahudin Uno yakin Jakarta akan tetap menjadi magnet bagi para wisatawan kendati ibukota negara dipindah ke luar Jawa. Menurutnya, Jakarta telah menjadi tempat menarik bagi para pebisnis pariwisata dan juga MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).
“Saya yakin Jakarta semakin lama akan semakin menarik bagi para pebisnis MICE baik di regional Asean maupun Asia,” ujarnya.
Saat ini, kata Sandi, Jakarta menduduki peringkat ke-16 sebagai pusat bisnis terbesar di dunia. Dia optimistis peringkat tersebut akan naik ke posisi 10 besar dunia.
“Karena kapasitas Jakarta sebagai ibukota, pusat bisnis dari ekonomi, nomor 16 yang akan naik menjadi ekonomi 10 besar dunia,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Perputaran bisnis yang signifikan membuat Sandi optimistis Jakarta akan menjadi pilihan utama para pelaku ekonomi mengggelar pertemuan. Sandi mengaku belum mengetahui sejauh mana rencana pemerintah menyiapkan pemindahan ibukota. Namun ia meminta agar pemerintah serius dan memperhatikan berbagai aspek jika wacana tersebut ingin direalisasikan.
“Harus dipastikan bahwa itu dipikirkan dengan baik, bukan hanya dari segi biayanya saja. Biayanya pasti besar, tapi dari segi dampak sosial lingkungan dan lain sebagainya,” ujarnya.
Senada dengan Sandi, Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menilai pemindahan ibukota bukan perkara sederhana. Dibutuhkan kajian yang mendalam dan komperhensif mengingat yang dipindah bukan hanya kantor kepresidenan melainkan juga seluruh kementerian, kedutaan dan lembaga negera lainnya.
“Kalau pindah ibukota kementerian juga pindah. Kemudian kantor-kantor kedutaan besar juga harus dipikirkan. Menurut saya ini butuh kajian yang tidak sesederhana, (tidak) sesimpel yang kita bayangkan," ujar Djarot.
Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan pemindahan ibukota sudah menjadi wacana sejak zaman Sukarno dan Soeharto. Namun wacana tersebut gagal terealisasi lantaran tidak adanya kajian mendalam serta belum mapannya kondisi ekonomi dan politik pada saat itu. Djarot mengatakan kajian pemindahan ibukota negara bukan hanya menyangkut aspek anggaran. Lantaran itulah dia meminta pemerintah pusat mengkaji serius, mendalam, dan komperhensif rencana tersebut.
“Karena memindahkan ibukota bukan hanya gedung, tapi infrastruktur. Bukan hanya hardware, tapi software, brainware, dan berbagai macam perlengkapan teknis,” katanya. “Juga bukan menyangkut masalah anggaran. Anggaran bisa dicari.”
Penulis: Jay Akbar
Editor: Zen RS