tirto.id - Serangan teror terhadap dua masjid di Christchurch, Selandia Baru pada Jumat (15/3) pekan lalu yang menewaskan 49 orang masih menyisakan duka mendalam bagi publik negeri Kiwi. Tak lama setelah peristiwa, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyebutnya sebagai “salah satu hari paling gelap di Selandia Baru”.
Di sekitar lokasi, ratusan rangkaian bunga terhampar bersama lilin, balon, dan ucapan tertulis belasungkawa.
Pada Rabu (20/3) solidaritas ditunjukkan oleh warga Selandia Baru yang melakukan penjagaan di depan masjid saat jam-jam salat. Salah seorang simpatisan aksi bernama Jacob Leo Skilling bahkan dengan bangga memamerkan tato terbarunya di betis kiri yang menunjukkan gambar seorang wanita Muslim berkerudung sedang menangis. Tato itu bertuliskan "Mereka adalah kita" di atas gambar seokor merpati.
"Terlepas dari agama, warna kulit, hitam, putih, tidak masalah, kita semua adalah manusia, kita semua memiliki darah yang sama," ujar Skiling yang mantan anggota geng lokal.
Di antara sederet aksi solidaritas yang ditunjukkan warga Selandia Baru untuk korban teror Christchurch, ada pemandangan mencolok saat sekelompok orang membentuk formasi dan menari secara emosional. Tarian tradisional orang Maori itu akrab disebut Haka.
Massa yang dipimpin oleh sekelompok geng motor dan masyarakat lainnya menari Haka secara massal. Dalam aksi tarian berdurasi beberapa menit itu, mereka menepuk-nepuk dada, paha dan menghentakkan kaki ke tanah secara berirama dan menyerukan kata-kata dalam bahasa lokal. Mereka sangat ekspresif. Tak sedikit pula yang menunjukkan raut muka garang.
"Kami di sini karena cinta lebih besar ketimbang benci, itulah temanya. Malam ini kami hadir di sini untuk whanau (keluarga besar) Muslim kami," kata Derek Tait di hadapan massa, dilansir dari Channel News Asia pada Rabu (20/3). Tait adalah anggota geng motor sekaligus orang Maori.
Tarian Perang hingga Penghormatan
Tarian Haka menjadi salah satu pemandangan jamak dalam video pemberitaan pasca teror Christchurch. Para penari datang dari berbagai latar belakang, mulai dari kelompok anak sekolah sampai geng motor. Dihimpun dari Reuters, saat Ardern mengunjungi Sekolah Tinggi Cashmere pada Rabu, ia disambut dengan tarian Haka oleh para siswa yang salah satu temannya tewas di Christchurch. Para siswa di sekolah Muslim terbesar di Auckland, Selandia Baru juga menarikan Haka.
Haka adalah nama umum untuk semua tarian adat Maori. Orang Maori sendiri adalah penduduk asli Selandia Baru. Populasi Maori per Juni 2017 sebanyak 734.200 jiwa. Dikutip dari Encyclopaedia Britannica, tradisi lisan Maori menyatakan bahwa Haka berakar dari kisah dewa matahari Tama-nui-te-ra dan salah satu istrinya, Hine-raumati, yang datang di musim panas. Anak mereka, Tane-rore, menari untuk ibunya menyambut musim panas.
Haka melibatkan gerakan berirama ekspresif dan intimidatif. Para penari bernyanyi keras-keras dengan mata melotot dan lidah menjulur, serta menampar dada, paha, dan menghentakkan kaki. Syair dalam nyanyian (Waiata) yang mengiringi Haka seringkali menggambarkan leluhur dan peristiwa dalam sejarah suku tersebut secara puitis. Biasanya dimulai dengan kata-kata: "Ka mate! Ka mate! Ka ora! Ka ora!", yang berarti: "Aku mati! Aku mati! Aku hidup! Aku hidup! Aku hidup!"
Postur dan gerakan ekspresif Kapa Haka dimaksudkan untuk menakuti musuh atau membawa penonton yang melihatnya ikut merasakan energi dari tarian tersebut. Dalam kasus tarian untuk perang, memelototkan mata dan menjulurkan lidah bertujuan untuk mengintimidasi lawan secara psikologis.
Valance Smith dalam esainya berjudul "Story: Kapa Haka – Māori performing arts" (2014) menjelaskan, reputasi suku-suku Maori didasarkan pada kemampuan mereka untuk menarikan Haka dan keahlian pemimpin Haka untuk memandu anggotanya. Dalam bahasa Maori, Kapa berarti berdiri dalam barisan, sedangkan Haka sendiri artinya tarian. Maka, Kapa Haka kurang lebih berarti tarian berkelompok oleh orang yang berdiri dalam barisan.
Tetapi Kapa Haka tidak hanya melulu soal tarian menyambut perang. Ada berbagai jenis Haka yang dimainkan sesuai situasi yang berbeda. Haka bisa ditampilkan di berbagai seremoni seperti penyambutan tamu, penghormatan untuk leluhur atau orang yang baru meninggal, atau untuk mengajarkan tradisi kepada generasi penerus.
Koreografi dan nyanyian Haka yang paling terkenal hingga saat ini adalah Ka Mate yang disusun sekitar tahun 1820 oleh Te Rauparaha, seorang pemimpin perang dari suku Ngāti Toa. Ka Mate diklasifikasikan sebagai tarian seremonial (Haka Taparahi).
Orang-orang Eropa awal yang datang ke Selandia Baru ketika menyaksikan Haka selalu terpesona oleh kekuatan dan kegarangannya. Joseph Banks yang menemani penjelajah Inggris James Cook mendarat di Selandia Baru 1769 mendeskripsikan Haka sebagai tarian garang nan menakutkan.
"Lagu dan tarian perang terdiri dari berbagai kontraksi anggota badan di mana lidah sering terdorong keluar dan mata melotot hingga warna putihnya sangat terlihat. Singkatnya, tidak ada yang bisa ditiru dari ekspresi manusia yang gahar, yang menurut saya dan mereka menakutkan," catat Joseph Banks dalam "Journal of the Right Hon. Sir Joseph Banks Bart., K.B., P.R.S." (1876).
Kedatangan orang Eropa ke tanah Kiwi diikuti oleh kehadiran misionaris Kristen. Pada awal abad ke-19, para misionaris berupaya keras menghapus tarian perang Haka beserta kebudayaan Maori secara umum yang dianggap bertentangan dengan agama Kristen. Mereka ingin menggantikan Haka dan nyanyian kepercayaan Maori dengan lagu-lagu rohani ala Eropa.
Dalam perkembangannya, pada pertengahan abad ke-19 orang-orang Maori memang mulai bisa menyanyikan lagu-lagu pujian ala Eropa, namun tetap memegang kebudayaan leluhur, termasuk Haka. Orang Maori malah mengkombinasikan keduanya dan menghasilkan produk kebudayaan baru. Sekitar 1871, misalnya, pengawal Raja Tāwhiao (pemimpin suku Waikato) terdengar menyanyikan lagu-lagu Māori dengan melodi khas Inggris di Horahora.
Pada 1880-an, kelompok Kapa Haka mulai tampil untuk para turis, sambil diiringi melodi Eropa dan lirik-lirik dalam bahasa Māori. Beberapa kelompok bahkan melakukan tur pertunjukan Haka hingga luar negeri.
Ketika orang Māori pindah ke kota, kelompok-kelompok kapa Haka ikut dibawa dan dilestarikan. Mereka berusaha agar tetap terhubung dengan budaya leluhur, misalnya dengan melestarikan bahasa dan adat istiadat Maori. Pada akhirnya berbagai macam kelompok masyarakat di Selandia Baru menyerap sebagian warisan budaya orang Maori. Pada awal abad ke-20, Haka Ka Mate menjadi ritual sebelum dan setelah tim nasional rugby Selandia Baru All Blacks bertanding.
Kini tiap dua tahun sekali Kapa Haka dilombakan dalam festival Te Matatini serta diikuti ribuan pemain dan puluhan ribu penonton.
Editor: Windu Jusuf