tirto.id - Pada 15 Desember 2017, Kepala Humas Pemkot Bandung, Yayan Brilyana, mengirim hak jawab kepada redaksi Tirto terhadap dua artikel dari serial laporan mendalam, "Menyemai Solidaritas di Kota Kembang", dan wawancara 'Bandung Mau Berubah dengan Bersolek, Hanya Saja Terlalu Menor.'
Hak jawab ini ditembuskan kepada wali kota dan wakil wali kota Bandung serta ketua Dewan Pers. Hak jawab berupa surat resmi, dikirim via surel, dan bernomor 480/763-Bag.Humas.
Alasan Pemkot Bandung mengirimkan hak jawab karena pemberitaan redaksi Tirto “tidak berimbang”, tidak ada porsi pernyataan dari Pemkot Bandung. Mereka minta kami memuatnya secara lengkap. Penyuntingan di sini sebatas ekonomis kata dan menghindari pengulangan.
Berikut hak jawab tersebut:
Tata Kampung Kumuh, Angkat Derajat Warga Berpenghasilan Rendah
Keberhasilan Kota Bandung yang giat mempercantik diri berbuah manis. Perubahan ini diakui dan diapresiasi oleh Tempo dan Frontier Consulting Group dałam ajang penghargaan Indonesia's Attractiveness Award 2017.
Kota Bandung diberi empat penghargaan sebagai kota terbaik kriteria platinum (indeksnya 90,91), kota terbaik kategori pariwisata (99,21), infrastruktur (95,30), dan kota terbaik per region MP3EI (90,19). Ini menambah 267 penghargaan lain selama kepemimpinan Wali Kota Ridwan Kamil dan Wakil Wali Kota Oded M. Danial.
Tiap-tiap kategori diserahkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong, Direktur Utama PP Tempo Inti Media Arif Zulkifli, CEO Frontier Consulting Group Handi Irawan, dan Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Industri dan Pariwisata Kementerian Pariwisata Dadang Rizki Ratman. Penghargaan juga diserahkan oleh Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Pengelola Sistem Informasi Pelayanan Publik Muhammad Imanudin dan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh.
Tiap-tiap penghargaan ini diperoleh dari hasil pengukuran dan observasi terhadap daya tarik setiap daerah di Indonesia di sektor investasi, layanan publik, infrastruktur, dan pariwisata. Keseluruhan pengukuran dan observasi ini disebut Indonesia's Attractiveness Index. Dari 508 kabupaten/kota, Frontier menyaringnya menjadi 136 kabupaten/kota yang lolos menjadi nominato, berdasarkan nilai Produk Domestik Regional Bruto di masing-masing kota.
Penghargaan ini diterima langsung oleh Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil di Java Ballroom Westin Hotel, Kuningan, Jakarta, pada 29 September 2017.
Terpilihnya Kota Bandung dalam penghargaan ini menunjukkan daya tarik yang tinggi dan potensi besar Kota Bandung untuk menarik investor dan pelaku bisnis dalam memajukan perekonomian daerah. Pertumbuhan ekonomi dan daya saing kota-kota di Indonesia tentu sangat ditentukan oleh kemajuan dan daya saing masing-masing daerah.
Sebagai kota tujuan investasi, Kota Bandung memberikan kesempatan yang besar bagi investor untuk menanamkan investasinya di pelbagai sektor. Tentu ini berimplikasi terciptanya lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan daerah, sekaligus menaikkan tingkat konsumsi masyarakat dengan memperbaiki infrastruktur seperti jalan, listrik, dan komunikasi guna proses distribusi dan akses terhadap suatu pelayanan.
Strategi Kota Bandung membenahi sektor infrastruktur ini berimplikasi terhadap sektor pariwisata yang berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Kota Bandung mampu menarik turis dari dalam negeri maupun mancanegara. Hal ini berdampak meningkatnya pajak daerah serta menggairahkan ekonomi setempat, di antaranya mencakup sektor perdagangan, transportasi, dan akomodasi.
Refleksi terhadap kemajuan Kota Bandung juga dapat dilihat dari Indeks Kebahagiaan Kota Bandung tahun 2017 sebesar 73,42. Nilai ini dikategorikan sangat bahagia. Kepuasan publik pun tergolong baik.
Dari hasil survei Indonesia Strategic Institute (Instrat), kepuasan publik tertinggi pada pembangunan bidang infrastruktur sebesar 62 persen. Masyarakat Kota Bandung merasa puas terhadap perubahan dan kinerja seperti taman, pembangunan infrasrtuktur, trotoar, jalan, tata kota, alun-alun, fly over Antapani, dan kebersihan.
Yu Sing, arsitektur kawakan kelahiran Kota Bandung, mengatakan konsep tata kota saat ini sudah sangat baik, tinggal dimaksimalkan dengan baik oleh pemerintah kota. la menggarisbawahi pembuatan sejumlah taman di pelbagai sudut.
Dengan taman-taman ini, ujarnya, titik keramaian kota terpecah. Semula selalu tertuju di Jalan Ir. H. Djuanda atau dikenal sebutan Jalan Dago, kini tersebar nyaris di setiap daerah karena rata-rata memiliki taman.
"Fungsi taman ini cukup vital karena menjadi resapan. Baiknya, ke depan Kota Bandung memang membuat aturan khusus agar taman itu memiliki fungsi resapan air hujan. Atau disebut taman hujan," ujar Yu Sing. "Dan itu harus diperhatikan berikut dengan perhitungan dan pengawasannya (pada swasta)."
Pemkot Bandung bisa menegakkan hukum kepada siapa saja termasuk pengusaha yang tidak memerhatikan fungsi resapan tersebut, menurut Yu Sing. Kalaupun bersinggungan dengan warga, lajutnya, Pemkot Bandung bisa melakukan pendekatan persuasif agar program tersebut bisa terlaksana tanpa menyakiti.
Arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung ini menilai Kota Bandung memang perlu membenahi tata kota. Sebab, masih banyak masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh.
Di sisi lain, kawasan kumuh kota merupakan kawasan strategis yang bisa dimaksimalkan menjadi pendapatan asli daerah dengan cara menarik investor. "Bukan berarti harus mengusir mereka dari rumah tinggal, tapi dimaksimalkan dengan cara merevitalisasi kampung kota," katanya.
Yu Sing tak memungkiri jika masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Bandung masih ada. Bahkan, tidak bisa keluar dari lingkungan itu sendiri karena alasan ekonomi yang tidak berkecukupan.
Bagi dia, Pemkot Bandung sudah benar dan persuasif dalam program merevitalisasi kawasan kumuh, dengan cara memindahkan mereka ke kawasan rusunawa bebas biaya.
Apabila tanah tersebut memang milik warga, katanya, tidak ada salahnya juga pemkot melibatkan mereka dalam pengelolaan kawasan tersebut. "Mereka ikut membantu perekonomian kota. Tapi masyarakat juga harus ikut berkomitmen. Jangan sampai sudah diberi kesempatan ikut mengelola namun akhirnya seenaknya," tambahnya.
"Dengan kata lain, pemerintah tidak total mendapatkan keuntungan. Begitupun masyarakat, bisa ikut merasakan dan mendapatkan keuntungan dari pembangunan," dia menegaskan.
Konsep pemerataan pembangunan di perkotaan bisa dilihat di Tiongkok. Nyaris di setiap kota bersaing satu sama lain mendirikan bangunan yang megah dengan difasilitasi akses tol yang besar untuk mempercepat pergerakan ekonomi. Dengan begitu, pola pikir masyarakat ikut berubah. Ketika pimpinannya memiliki cara pandang yang visioner, masyarakat juga harus mengikuti cara pandang dan arah kebijakannya. Sebab yang diuntungkan tidak hanya pemerintah. Lambat laun perputaran ekonomi juga akan mengatrol pendapatan masyarakat.
Permukiman Tamansari
Yu Sing mengungkapkan, jika mengerucut pada masalah pembangunan rumah susun di kawasan RW 11, Kelurahan Tamansari, tak seluruh warga di sana menolak.
Sekelompok warga yang mengatasnamakan Forum Angin Segar bentukan warga RW 11 sangat setuju dengan program Pembangunan Rumah Deret. Bahkan, hampir 46 persen warga setuju untuk pembangunan ini karena memandang kesejahteraan ke depan.
"Faktanya di RW 11 ini satu rumah bisa dua sampai sembilan kartu keluarga dengan ukuran rumah relatif kecil. Itu tidak sehat," kata Ketua Forum Angin Segar, Syahroni.
Syahroni, yang juga mantan Ketua RW 11, tak memungkiri jika kawasan dekat Taman Film itu berdiri banyak bangunan liar dari penggusuran pembangunan fly over Pasupati beberapa waktu lalu. Ia juga tidak memungkiri jika umumnya warga adalah masyarakat berpenghasilan rendah.
Yoyo Sunaryo, sekretaris Forum Angin Segar, tidak merasa terpaksa atas pembangunan rumah deret. Menurutnya, warga berpenghasilan rendah perlu diangkat derajatnya. Dia pun tidak merasa keberatan dengan adanya uang sewa setelah lima tahun menempati rumah deret tersebut.
"Lagi pula Rp150 ribu hingga Rp300 ribu relatif bisa tertanggulangi oleh warga. Itu tergantug tipe rumahnya. Ini tanah pemerintah, kita numpang, ya harus bayar," katanya.
Arief Prasetya, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, Pertanahan dan Pertamanan Kota Bandung, berkata pembangunan rumah deret Tamansari ditujukan untuk menata kota dan menjawab persoalan urbanisasi sekaligus keterbatasan lahan hunian terutama bagi warga menengah ke bawah. Pemerintah berkomitmen untuk memberikan kompensasi bagi warga yang pindah sementara selama pembangunan berlangsung.
“Jadi mekanisme bantuan dilaksanakan dengan cara kepala keluarga yang setuju akan disediakan uang kontrakan maksimal sebesar Rp26 juta/tahun, dengan mekanisme kepala keluarga harus mencari kontrakan yang akan ditempati, dan biaya relokasi barang dibantu pemkot, serta pembayaran kontrakan diselesaikan oleh pihak Pemerintah Kota Bandung,” ujar Arif.
Kelak, jika pembangunan rampung, warga bisa kembali ke tempat semula dengan bangunan baru yang lebih baik dan tertata.
“Selain diberikan uang sewa sementara selama pembangunan, Warga RW 11 terdampak pembangunan rumah deret juga akan mendapatkan kemudahan lain, yakni gratis sewa selama lima tahun, dan di tahun keenam, ada potongan harga sewa sebesar 50 persen.”
Penulis: Fahri Salam
Editor: Fahri Salam