tirto.id - PT Pertamina Persero mulai memutar otak agar impor minyak tak memberi beban berlebihan bagi nilai tukar rupiah. Caranya, kata Direktur Pemasaran Ritel Pertamina Mas'ud Khamid, dengan bernegosiasi agar pembelian minyak dapat dilakukan menggunakan rupiah.
"Kita coba mencari struktur atau skema pembiayaan atau pembayaran menggunakan rupiah," kata Mas'ud saat ditemui di komplek DPR RI, Jakarta Selatan, Rabu (24/10/2018).
Negosiasi dengan pada kontraktor ini dilakukan lantaran selama ini transaksi selalu dilakukan dengan menggunakan mata uang dolar AS. Hal ini ikut memberi efek pada pelemahan nilai tukar rupiah sebab pembayaran dengan menggunakan dolar akan membuat cadangan devisa makin terkuras.
Apalagi, defisit migas yang tengah dialami Indonesia membuat defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) tekor. Bahkan, CAD pada kuartal III-2018 diproyeksikan akan berada di atas 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Hal ini juga tak lepas dari tingginya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri yang membuat pemerintah harus mengimpor hingga 393 ribu barel minyak perhari, melalui PT Pertamina (Persero).
Karena itu lah, selain negosiasi transaksi menggunakan rupiah, kata Mas'ud, "kita mengurangi impor dengan cara membeli seluruh produksi minyak yang diproduksi di dalam negeri."
Saat ini, Pertamina telah melakukan sejumlah pendekatan dengan beberapa Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKS) agar bisa bertransaksi menggunakan rupiah. Salah satunya, kata Mas'ud, dengan raksasa minyak asal Malaysia, Petronas.
“Yang sudah jalan itu kalau tidak salah dengan kolega kita, Petronas. Kami coba dengan yang lain," kata Mas'ud menerangkan. Ia berharap, proses negosiasi dapat berlangsung cepat agar tidak memberi efek tambahan defisit transaksi berjalan yang kian melebar.
"Segera ya tahun ini. Begitu ada transaksi, ya langsung jalan. Kami mencoba berkomunikasi dengan yang lain," imbuh Mas'ud.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto