tirto.id - Peningkatan status Awas Gunung Agung dan penetapan radius 8-10 km sebagai daerah berbahaya oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada Senin, (27/11/2017), membuat masyarakat harus mengungsi keluar dari radius berbahaya tersebut. Menurut perkiraan, ada 22 desa dengan sekitar 90.000 hingga 100.000 jiwa.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, masyarakat yang tinggal di radius berbahaya tersebut harus segera dievakuasi, untuk menghindari ancaman letusan Gunung Agung.
“Mereka harus mengungsi karena mereka tinggal kawasan rawan bencana yang ancamannya adalah bahaya dari landaan awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu pijar, dan hujan abu lebat. Sangat berbahaya dan mematikan,” ujar Sutopo.
Berdasarkan data sementara yang dihimpun Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BPBD Provinsi Bali, jumlah pengungsi hingga Rabu, (29/11/2017) pukul 18.00 sebanyak 43.358 jiwa yang tersebar di 229 titik pengungsian.
Pengungsi terdapat di Kabupaten Buleleng (5.992 jiwa), Klungkung (7.790 jiwa), Karangasem (22.738 jiwa), Bangli (864 jiwa), Tabanan ( 657 jiwa), Kota Denpasar ( 1.488 jiwa), Gianyar (2.968 jiwa), Badung (549 jiwa), dan Jembrana (312 jiwa).
Sebelumnya, Gubernur Bali juga telah mengimbau agar masyarakat mengungsi ke daerah di sekitar Karangasem, dan tidak perlu mengungsi ke tempat yang jauh, untuk memudahkan penanganan pengungsi. Namun demikian masyarakat tetap mengungsi ke luar Karangasem. Bahkan ada yang mengungsi ke Lombok.
Sementara itu menyikapi dampak dan bahaya dari letusan Gunung Agung yang kian meningkat, maka Bupati Karangasem telah menetapkan keadaan tanggap darurat bencana di Kabupaten Karangasem selama 14 hari mulai 27/11/2017 hingga 10/12/2017. Keadaan tanggap darurat bencana ini dapat diperpanjang atau diperpendek sesuai kebutuhan penanganan darurat di lapangan.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo