tirto.id - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengaku kecewa terhadap keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah menolak uji materi Perpres 64 Tahun 2020 tentang kenaikan tarif Badan Pengelola Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan.
Ketua KPCDI, Tony Samosir memandang keputusan itu telah mengukuhkan Perpres tersebut dan menutup pintu pihaknya untuk mengajukan kembali uji materi atas kebijakan menaikan iuran BPJS Kesehatan yang memberatkan masyarakat kurang mampu.
Mengingat, saat ini Indonesia tengah dilanda pandemi COVID-19, sehingga membuat masyarakat, terutama pasien cuci darah dilanda kesulitan dari segi ekonomi.
“Keputusan MA tersebut tentu sangat mengecewakan. Kami sebagai pasien cuci darah, terutama yang kurang mampu tetapi tidak masuk dalam kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI), tentu akan merasakan dampaknya," kata Tony melalui keterangan tertulisnya, Selasa (11/8/2020).
Apalagi kata dia, dalam Perpres 64 Tahun 2020 jika peserta telat membayar iuran akan dikenakan denda sebesar 5 persen.
Tak hanya itu, bila gagal bayar iuran BPJS Kesehatan, berakibat kartu BPJS Kesehatan tidak aktif. Akibatnya, pasien harus bayar sendiri proses cuci darahnya dan pengobatan lainnya.
“Kalau orang sehat tidak punya uang bayar iuran, mereka tidak memiliki risiko apapun di kesehatannya. Beda dengan pasien kronis atau pasien gagal ginjal yang kurang mampu, mereka akan menghentikan terapi tersebut. Fakta sudah membuktikan, dua kali atau lebih pasien tidak cuci darah nyawanya melayang," tuturnya.
Setelah gugatan uji materi ditolak oleh MA, KPCDI akan melakukan langkah lainnya, seperti menagih janji Komisi IX DPR RI.
Pasalnya, sesuai kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada awal Desember tahun lalu, mereka berjanji akan mendesak Kementerian Sosial (Kemensos) untuk memasukkan pasien cuci darah dalam kategori PBI.
"Karena pasien dianggap sudah tidak produktif dan rentan PHK karena sakit," ucapnya.
Kemudian, KPCDI juga akan menyerukan peningkatan kualitas pelayanan BPJS Kesehatan.
"Sudah tidak ada lagi cerita obat-obatan dan pemeriksaan laboratorium yang tidak dijamin bahkan dikurangi pelayanannya. BPJS harus segera berbenah diri," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Reja Hidayat