tirto.id - Cermati.com, startup yang bergerak di bidang teknologi keuangan memperoleh suntikan investasi seri B dari PT Djarum, firma yang dikuasai keluarga Hartono. Dilansir Crunchbase, tak diungkap berapa investasi yang dikucurkan Djarum terhadap startup yang didirikan oleh Oby Sumampouw, Andhy Koesnandar, dan Carlo Gandasubrata.
East Ventures, Beenos Plaza, dan Finch Capital, investor awal Cermati, melepaskan kepemilikan sahamnya kepada Grup Djarum.
Chief Executive Officer (CEO) Cermati Andhy Koesnandar mengatakan senang menyambut Djarum sebagai investor baru mereka. ”Memperluas jangkauan kami di Indonesia dan mengembangkan lini produk baru guna meningkatkan penetrasi produk keuangan di Indonesia.”
Cermati adalah startup yang didirikan pada 2015. Para pendirinya para ahli teknologi veteran, alumni Google, LinkedIn, Microsoft, hingga Oracle. Pendiri mereka, Oby Sumampouw misalnya, merupakan pemuda lulusan Stanford University yang pernah magang di Google.
Sebagai startup, Cermati sukses menarik perhatian investor. Setidaknya mereka telah melakukan empat kali pencarian dana. Pada Juli 2015, startup tersebut membuka sesi seed round, pendanaan awal startup, yang lantas menjadikan East Venture dan Beenos Partner jadi pemodal.
Pada September 2016, Cermati memperoleh dana lanjutan dari dua investor awal senilai $1,9 juta, bagian dari pendanaan seri A yang mereka buka. Finch Capital, firma penanam modal asal Belanda yang mengkhususkan diri mengucurkan uang ke startup finansial, masuk memberi suntikan modal tambahan pada Februari 2017.
Gurita Startup Djarum
Grup Djarum merupakan konglomerasi yang termasuk paling agresif masuk mencicipi bisnis digital di Indonesia, khususnya ke segmen teknologi finansial atau financial technology (fintech). Setidaknya, ada tiga firma dari Grup Djarum yang melakukannya, yakni PT Djarum, Bank BCA, dan GDP Venture, firma investasi khusus yang didirikan pada 2010 yang kini dipimpin Martin B. Hartono, putra mahkota keluarga Hartono.
Jauh sebelum mengucurkan uang pada Cermati, Grup Djarum membuka peruntungan teknologi finansial melalui Kaspay, produk fintech mirip Paypal yang dibentuk PT Darta Media Indonesia, perusahaan yang menaungi Kaskus, dan berada di bawah naungan GDP Venture.
Sayangnya, Kaspay hingga saat ini belum tersedia dalam bentuk aplikasi smartphone. Ia, baru dapat diakses melalui beberapa layanan pesan instan seperti Telegram, Line, Facebook Messenger, dan aplikasi pesan instan turunan Kaskus, yaitu Kaskus Chat.
Melalui Bank BCA, bank yang dimiliki 54,94 persen sahamnya oleh PT Dwimuria Investama Andalan, perusahaan yang dimiliki Hartono bersaudara, Grup Djarum “lebih buas” masuk ke segmen teknologi finansial.
Melalui BCA, lahir produk fintech bernama Sakuku, layanan e-wallet yang dapat digunakan menyimpan uang, pada September 2015. Pengguna Sakuku bisa menyimpan dan bertransaksi hingga nominal Rp10 juta, dengan memanfaatkan smartphone berbasis Android maupun iPhone.
Pada Januari 2017, Bank BCA meluncurkan application programming interface (API), set protokol atau alat yang digunakan untuk membuat aplikasi saling terhubung dengan basis data, untuk menghubungkan sistem perbankan miliknya dengan dunia e-commerce. Selain itu, guna menguasai dunia digital lebih lanjut, BCA diketahui mendirikan Central Capital Venture, firma penanaman modal startup, dengan modal awal sebesar $15 juta.
Grup Djarum tak hanya mengincar segmen startup fintech. Melalui GDP Venture, grup ini rajin mengakuisisi startup teknologi di segmen apapun yang dinilai potensial. Selain memiliki Kaskus, GDP mencengkeramkan taringnya di Mindtalk, Beritagar, Bolalob, Daily Social, WomenTalk, Kincir, Kumparan, Kurio, Opini.Id, IDN Media, Blibli.com. Tiket.com, Garasi.id, dan InfoKost.id.
Mengapa Cermati?
Sebagai startup, Cermati cukup memesona bagi pemodal. Masih melansir Deal Street Asia, startup tersebut konon diincar oleh raksasa Cina, Alibaba. Sayang, kabar lalu kandas selepas Djarum masuk.
Cermati merupakan bagian dari startup fintech sub-segmen “price comparison website” atau PCW. Di dunia startup teknologi, subsegmen ini terbilang moncer. Ada banyak nama selain Cermati, misalnya Pilihkartu.com, DuitPintar, AturDuit, hingga HaloMoney. Namun, PCW tak melulu soal membandingkan produk finansial buatan A dengan buatan B. Ada PCW yang membandingkan smartphone A di toko online C dan toko online D, seperti yang dilakukan iPrice dan Pricebook, hingga PCW untuk membandingkan produk/layanan lainnya.
Mengutip data yang dirilis Statista, PCW sering dipakai pengguna, khususnya ketika hendak membeli suatu barang atau jasa. Masyarakat Jerman misalnya, 53 persen mengaku menggunakan PCW sebelum memutuskan membeli asuransi. Di Inggris, menurut lembaga Competition and Markets Authority, sebanyak 85 persen konsumen menggunakan PCW sebelum mengambil keputusan membeli suatu barang atau jasa. Terakhir, di Perancis, 19 persen pembelanja online di sana menggunakan PCW sebelum memutuskan apakah mereka membeli barang A atau B, di toko online C atau D.
David Ronayne, peneliti dari University of Oxford, dalam papernya berjudul “Price Comparison Website,” mengungkap layanan teknologi ini populer di banyak negara, guna menentukan keputusan membeli pada beragam peralatan, produk finansial, hotel, hingga penerbangan. “PCW sukses menciptakan miliaran dolar pendapatan [...] Di Inggris saja, pada 2016, layanan-layanan PCW menghasilkan pendapatan sebesar $1,1 miliar.”
Kepopuleran PCW, sebagaimana disebut Ronayne, karena layanan itu “dapat mengekspos daftar lengkap penawaran harga-harga di pasar. Tujuan akhirnya memaksimalkan tekanan antar-perusahaan” yang lantas menawarkan produk atau jasa dengan harga kompetitif pada masyarakat.
Claer Barrett, editor bisnis Financial Times, mengatakan selain menghemat uang, PCW pun menghemat waktu. Alih-alih mengunjungi satu per satu situsweb untuk membandingkan harga barang atau jasa, pembeli maya hanya perlu mengunjungi satu layanan. PCW semacam “penjaga gawang informasi.” Informasi atas produk yang memiliki harga kompetitif di hampir seluruh jagat bisnis internet. Tanpa PCW, akan ada monopoli harga atas barang atau jasa. Di sinilah letak model bisnis PCW berasal.
PCW bagaikan hub atau stasiun. Pengguna mencari harga termurah atau paling kompetitif atas barang atau jasa yang diincarnya. Selepas ditemukan, pengguna, dengan mengklik link yang diberikan layanan PCW, mengunjungi situsweb yang menjual barang atau jasa incarannya. Atas kunjungan ke situsweb itu, PCW mendapatkan insentif atau keuntungan.
Barrett mengungkapkan kerja sama antara PCW dan penjual online yang barang atau jasanya dikomparasikan merupakan bagian dari promosi penjual online. Menurutnya, memberikan intensif pada layanan PCW lebih murah dibandingkan beriklan digital. Secara umum, mengutip Statista, biaya “menggiring” konsumen ke suatu toko online atau layanan digital lainnya tak murah. Untuk mengajak seorang pengguna internet untuk meregistrasi dirinya di toko online atau layanan digital lainnya diperlukan biaya sebesar $8,21. Bila ingin membuat seorang pengguna itu mengucurkan koceknya, toko online atau layanan digital perlu mengeluarkan user acquisition cost sebesar $64,96.
Kucuran dana Grup Djarum pada Cermati.com tak terpisahkan dari prospek startup jenis ini yang punya masa depan cukup cerah di jagat teknologi finansial Indonesia. Djarum yang telah punya banyak jaringan startup sedang menyiapkan untuk jadi penguasa startup di masa dengan dengan harga sekarang. Ini adalah keputusan tepat bagi Grup Djarum menambah "tentakel" gurita bisnis startup-nya.
Editor: Suhendra