tirto.id - “Golf adalah olahraga untuk para borjuis”
Enam puluh delapan tahun lalu Mao Zedong sudah mewanti-wanti olahraga yang satu ini. Selama itu pula, golf mengalami pasang surut. Mulai dari keputusan politik: golf menjadi olahraga terlarang setelah lahirnya Republik Cina 1949. Saat itu lapangan golf diubah fungsinya menjadi taman publik, kebun binatang hingga peternakan.
Pada 1980-an, adanya keterbukaan ekonomi membawa golf mendapatkan tempatnya di Cina. Namun, kebijakan melindungi lahan dan air tanah, hingga sikap anti-korupsi pemerintah di bawah Xi Jinping mewarnai olahraga elit ini. Saat Presiden Xi Jinping mulai berkuasa 2012 dengan program anti-korupsinya, menjadi anggota klub golf terlarang bagi 88 juta anggota Partai Komunis Cina (PKC) sejak 2015.
Ini bersamaan dengan larangan untuk berfoya-foya seperti makan dan minum berlebihan bagi para pejabat. Su Wei, akademisi sekolah Partai Komunis di Chongqing mengatakan kepada The Guardian bahwa lapangan golf telah menjadi arena korupsi, khususnya suap yang menjadi bagian dari rutinitas bagi pejabat pemerintah. Ia termasuk yang menghendaki larangan main golf terus berlaku di Cina.
“Lapangan golf pelan-pelan sedang berubah menjadi lumpur kotor di mana mereka (pejabat) memperdagangkan uang untuk kekuasaan,” jelas surat kabar badan anti korupsi Cina seperti dikutip dari New York Times.
Beberapa kasus pejabat tertangkap dan dihukum disiplin soal golf mewarnai kebijakan ini. New York Times menulis sedikitnya ada 15 anggota PKC telah dihukum terkait masalah golf, termasuk Sun Guoqing yang menjabat Kepala Perencanaan Departemen Transportasi, yang diduga menggunakan uang negara untuk bermain golf. Juga kasus yang melibatkan pejabat di Shenzhen yang ketahuan menerima suap 1 juta dolar, sebagai salah satu anggota Mission Hills Golf Club.
Namun di masa Presiden Xi pula, tahun lalu mulai ada kelonggaran terhadap kebijakan larangan golf bagi anggota partai dan pejabat. Menurut laporan Chinadaily, anggota partai masih boleh main golf asalkan memakai uang sendiri dan tak terdaftar dalam klub golf. Namun, pejabat juga akan kena hukuman bila mereka menerima kartu keanggotaan klub lainnya seperti klub olahraga, resort, hiburan, juga aktivitas lainnya seperti bermain golf saat jam kerja.
Keputusan ini tentu sangat ditunggu-tunggu oleh para praktisi golf di Cina. Salah satunya adalah Lin Xiang, salah seorang pelatih golf di Shanghai yang sempat melontarkan kritik lewat Sina Weibo, sebuah platform media sosial di Cina.
“Di berbagai negara di dunia, banyak pejabat termasuk presiden main golf. Kenapa di satu negara ketika pejabat main golf, dia berarti korupsi?” kata Lin Xiang seperti dikutip New York Times.
Golf dan Indeks Korupsi
Perkembangan golf di Cina memang unik. Ada hambatan terhadap olahraga ini, tapi perkembangan lapangan golf di Cina justru berkembang pesat. Atlet-atlet golf Cina termasuk yang cukup diperhitungkan di dunia.
Dalam laporan yang berjudul “Golf Around the World 2015,” sebanyak 31 persen lapangan golf di dunia ada di Asia. Penyumbang terbanyak adalah Jepang dengan 2.383 fasilitas golf, disusul Cina dengan 473 fasilitas golf. Telegraph bahkan menulis, sejak 2005 hingga 2010 saat ada moratorium lapangan golf, jumlah lapangan golf di Cina berkembang pesat menjadi tiga kali lipat hingga ada 600 lebih lapangan golf. Sejak 2004, Cina memang melakukan moratorium pembangunan lapangan golf untuk kepentingan menjaga sumber daya lahan pertanian dan air tanah mereka.
Namun tetap saja pembangunan lapangan golf di Cina tak terbendung. Sebab, lapangan golf biasanya sepaket dengan pembangunan perumahan mewah untuk meningkatkan nilai jual tanah para pengembang properti. Pemerintah Cina memang tak tinggal diam. Selama beberapa tahun setelah kebijakan itu, sedikitnya ada 66 lapangan golf ilegal di Beijing, Shanghai, Tianjin dan 20 provinsi lainnya ditutup. Belum lama ini, USAtoday.com membuat laporan soal penutupan 111 lapangan golf ilegal di Cina.
Pada Corruption Perceptions Index 2016, Cina menempati posisi ke-79 dari 176 negara. Cina mengantongi poin 40 (poin 100 paling bersih dari korupsi). Capaian Cina ini tidak bagus-bagus amat, karena rata-rata mencapai 43 poin, dan itu artinya persepsi korupsi di Cina masih di bawah rata-rata. Meski demikian, kemajuan indeks persepsi korupsi di Cina cenderung membaik, rata-rata mencapai 33,7 poin selama 20 tahun dari 1995-2015.
Capaian terburuk terjadi padi 1995, kala itu indeks Cina hanya 21,6 poin. Yang menarik, rekor tertinggi terjadi 2013, saat Presiden Xi mulai menggencarkan kampanye anti-korupsi di Cina. Setelah itu turun jadi 36 poin pada 2014, lalu kembali tahun lalu kembali jadi 40 poin.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indeks persepsi korupsi Indonesia memang masih di bawah Cina. Pada 2016, Indonesia di peringkat 90 dengan 37 poin. Indonesia memang tak seperti Cina yang sempat melarang anggota partai dan pejabat menjadi anggota klub dan bermain golf. Namun, setidaknya pada masa menteri BUMN di bawah Dahlan Iskan, sempat ada larangan bagi direksi BUMN bermain golf saat jam kerja. Dahlan sempat memecat dua direksi PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) karena terbukti main golf di waktu kerja.
"Saya mendapat laporan ada Dirut BUMN yang masih golf pada hari kerja. Sudah ada imbauan, tapi masih melakukannya. Ya...terserah saja," kata Dahlan.
"Saya tidak sebut namanya. Tapi saya kecewa saja, pujian saya kepadanya seakan hilang karena perilakunya yang tidak baik," katanya seperti dikutip Antara.
Dahlan memang pernah kecewa dengan pejabat BUMN yang masih bermain golf saat jam kerja, tapi tentunya masyarakat lebih kecewa lagi bila para pejabat atau mantan pejabat terseret dugaan kasus korupsi, dengan atau tanpa melibatkan golf. Apakah Indonesia perlu meniru Cina soal larangan main golf?