tirto.id - Beberapa tahun lalu, di Indonesia terjadi tiga kasus menggemparkan yang punya satu benang merah: suami jual istri.
Kasus pertama terjadi di Garut, Jawa Barat, dengan melibatkan 3 pria 1 wanita yang lantas membuat video seks. Dua orang tersangka di antaranya berinisial V dan A. Berdasarkan keterangan keduanya, video seks tersebut dibuat pada 2018 di sebuah kamar hotel di Garut. Kala itu, V dan A masih berstatus pasangan suami istri. A juga mengakui memang sengaja menjual V untuk berhubungan dengan pria lain secara bersama-sama karena motif ekonomi.
Kasus selanjutnya terjadi di Surabaya dengan tersangka seorang tukang bakso asal Kediri berinisial DTS (20), warga Balong Jeruk, Kediri, Jawa Timur. Ia menjual istrinya yang baru berusia 16 tahun dengan layanan seks bertiga atau threesome melalui grup Facebook Pasutri Bahagia. Ketika dicek, di dalam grup yang diset publik ini memang terdapat beberapa aktivitas transaksi seksual dengan melibatkan berbagai pasangan.
Ini adalah ketiga kalinya DTS menjual sang istri. Dalam aksi yang pertama dan kedua, ia hanya memasang tarif Rp100 ribu kepada klien yang berminat. Sedangkan dalam layanan threesome, DTS mematok harga hingga Rp2 juta.
Sementara kasus terakhir terjadi di Magetan, dengan tersangka bernama AA (30) yang menjual istrinya untuk melayani jasa seks bertiga (threesome) melalui Twitter. Khusus kasus di Magetan ini, pelaku mengatakan bahwa ia menjual istrinya bukan sekadar dilandasi motif ekonomi, melainkan juga karena fantasi seksual.
"Saya kepengin, sama-sama kepengin, istri juga," ujar pelaku kepada petugas di Mapolda Jatim, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Jumat (16/8/2019).
Menjual Istri di Masa Lampau
Sejatinya hubungan antara tiga orang--termasuk dengan aktivitas seksual yang didasari atas konsensual--adalah sesuatu yang sudah cukup umum. Bahkan pula melibatkan berbagai figur penting dalam sejarah peradaban. Persoalannya, apa yang terjadi dengan tiga kasus di atas justru merupakan penyalahgunaan relasi romantis demi motif ekonomi dan berakhir jadi sekadar pemuasan hasrat belaka.
Hal ini mengingatkan pada apa yang terjadi di Inggris pada akhir abad ke-17 saat praktik menjual istri marak dilakukan para suami. Tradisi tersebut dianggap sebagai suatu cara untuk mengakhiri pernikahan yang tidak memuaskan. Sebabnya, kala itu perceraian adalah sesuatu yang tidak dapat dijalani sembarang orang, kecuali bagi mereka yang kaya raya. Selain itu, istri yang dijual juga kerap digunakan untuk melunasi tunggakan pajak atau utang akibat judi.
Biasanya, penjualan atau pelelangan istri diumumkan di koran lokal, dan transaksi sudah diatur sebelumnya antara suami dengan calon pembeli. Namun, dalam kasus tertentu, ada pula istri yang minta dijual karena merasa pernikahannya tidak bahagia. Bagi istri yang masih muda dan menarik secara fisik, biasanya mereka dapat memilih sendiri kepada siapa ia ingin dijual. Sementara jika seorang suami yang meninggal tanpa meninggalkan ahli waris, sang istri dapat disimbolisasi sebagai sebuah pendapatan dan disita oleh pemerintah setempat.
Dalam catatan buku Customs in Common: Studies in Traditional Popular Culture (1993), salah satu kasus penjualan istri yang tercatat pertama kali terjadi di Birmingham pada 31 Agustus 1733. Kala itu, seorang pria bernama Samuel Whitehouse, menjual istrinya, Mary Whitehouse, kepada pria lain, Thomas Griffiths, seharga 1 pound.
‘Ménage à Trois’
Ada istilah menarik dalam bahasa Prancis bagi tiga orang yang sepakat menjalin relasi romantis/seksual di sebuah rumah tangga: ménage à trois. Dalam bahasa Inggris, istilah itu diterjemahkan menjadi household of three. Sementara dalam konteks yang lebih populer, istilah itu disebut throuple atau thruple. Secara sederhana, relasi semacam itu dapat dianggap sebagai bentuk poliamori kontemporer yang didasari konsensual semua pihak.
Tidak pasti betul sejak kapan pertama kali ménage à troisse mulai tercatat sejarah. Namun, menurut spekulasi David Starkey dalam bukunya, Elizabeth: The Struggle for The Throne (2000), relasi antara Ratu Catherine Parr, janda Henry VIII, dengan suami keempatnya, Thomas Seymour, dan melibatkan Elizabeth (kelak ia menjadi Ratu Inggris selanjutnya) pada periode 1547–48 bisa jadi adalah bentuk tertua ménage à troisse.
Selain itu, thruple juga pernah dilakukan Giacomo Casanova yang meninggal pada 4 Juni 1798, tepat hari ini 224 tahun silam. Ia kerap dianggap sebagai petualang seks paling kesohor sepanjang zaman. Casanova memulai kisahnya sejak berusia 17 tahun dengan sepasang kakak beradik, Nanette dan Maria Marton Savorgnan, yang masing-masing berusia 15 dan 16 tahun. Kakak beradik tersebut pun terhitung masih kerabat dari Michele Grimani, sosok yang konon diduga sebagai ayah biologis Casanova.
Ada pula kisah Jean-Jacques Rousseau, yang kelak menjadi filsuf besar di Abad Pencerahan. Rousseau diangkat menjadi anak oleh seorang bangsawan wanita Prancis, Françoise-Louise de Warens, yang berusia 13 tahun lebih tua darinya. Pada 1732 atau tepat ketika usia Rousseau 20 tahun, keduanya mulai melakukan hubungan seksual. Dan di periode yang sama, Rousseau turut menceritakan pengalamannya bercinta dengan pelayan di rumah tersebut.
Thruple tidak hanya dilakukan oleh satu pria dan dua perempuan.
Dorothea von Rodde-Schlözer, wanita pertama yang meraih gelar doktor filsafat di Jerman, sekaligus salah seorang yang termasuk dari “Universitätsmamsellen”, pernah menjalin ménage à troisse bersama suaminya, Mattheus Rodde, dan filsuf Prancis, Charles de Villers. Relasi tersebut terjalin sejak 1794 hingga Rodde meninggal pada tahun 1810.
Seorang Friedrich Nietzsche pun juga pernah menjalin relasi cinta segitiga ini ketika pada tahun 1882 ia diajak untuk tinggal bareng oleh psikoanalis kelahiran Rusia, Lou Andreas-Salomé, di rumahnya di Roma. Selain filsuf Jerman tersebut, Lou juga turut mengajak Paul Rée, seorang penulis yang juga partner intelektual Nietzsche--keduanya pernah menggarap The Origin of the Moral Sensations. Setelah tinggal bersama selama beberapa tahun, pada akhirnya Lou menikah dengan pria lain: Friedrich Carl Andreas, seorang orientalis Jerman.
Situasi ménage à troisse juga pernah dilakoni oleh Carl Jung pada tahun 1913, tatkala ia menjalin hubungan dengan seorang pasien mudanya, Toni Wolff, selama beberapa dekade. Dalam Jung: A Biography, penulis Deirdre Bair menggambarkan istri psikonalis Swiss tersebut, Emma Jung, justru memperlihatkan kebanggaan saat suaminya bersikeras mengatakan bahwa Wolff adalah “istri lainnya” dan merupakan bagian dari rumah tangga mereka.
Dalam laporan New York Magz berjudul "Three’s Company", disebutkan bahwa pada tahun 1926, Ernest Hemingway pernah bercinta dengan istrinya, Hadley, dan pacarnya, Pauline, kemudian mereka sarapan bersama di atas ranjang. Masih di laporan yang sama, dua bandit sejoli paling tenar yang pernah ada, Bonnie dan Clyde, pada tahun 1930 pernah merekrut seorang remaja bernama William Jones untuk membantu aksi perampokan mereka.
Itu saja? Tentu tidak: Jones juga sekaligus diminta melayani keduanya secara seksual.
==========
Artikel ini terbit pertama kali pada 18 Agustus 2019. Redaksi melakukan penyuntingan ulang dan menayangkannya kembali untuk rubrik Mozaik.
Editor: Nuran Wibisono & Irfan Teguh Pribadi