tirto.id - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra DKI Jakarta, Muhammad Taufik, menilai kepemilikan saham Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di PT Delta, membuat pemerintah menjadi sulit untuk melakukan regulasi minuman beralkohol.
“Jadi ada beban dong. Di satu sisi mau ngatur regulasi minuman beralkohol tapi di sudut lain anda pun yang memproduksi,” kata Taufik saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, pada Jumat (15/3/2019).
Wakil Ketua DPRD DKI tersebut, tetap berpendapat agar Pemprov DKI sebaiknya melepas saham tersebut.
“Udahlah, enggak ada argumen, jual aja,” ujar Taufik.
Taufik juga mengatakan bahwa dirinya akan melakukan sejumlah sosialisasi atau lobi terhadap sejumlah fraksi agar mau menerima.
“Kalau soal ini, kalau saya, dari sudut pemerintahan, posisinya tidak tepat pemerintah punya saham di pabrik bir. Enggak tepat itu,” ujarnya.
Pasalnya, kata Taufik, permasalahan tersebut bukan sekadar masalah moral, melainkan juga posisi pemerintah daerah yang sepatutnya tidak mencari keuntungan.
“Bukan saja moral aja, ini bukan soal untung juga. Pemda enggak boleh cari untung. Pemerintah pedagang apa?” kata Taufik.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan salah satu alasan untuk melepas saham PT Delta karena kepemilikan saham Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak sesuai dengan prinsip kerja pemerintah.
"Pemerintah itu bukan bekerja mencari keuntungan, karena nanti ada conflict of interest. Di satu sisi pemegang modal, di sisi lain regulator," kata Anies saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, pada Selasa (12/3/2019).
Anies menjelaskan bahwa tugas pemerintah adalah untuk melakukan pembangunan, bukan mencari keuntungan dengan membuat bisnis.
"Pemerintah itu tugasnya melakukan pembangunan. Ada dua tangan yang dipakai. Satu, tangan badan usaha. Satu tangan dinas," jelas Anies.
Anies menambahkan, untuk itu kepemilikan saham di PT Delta yang memproduksi bir tersebut tidak memenuhi unsur BUMD untuk pembangunan.
"Peran pembangunannya, untuk sebuah perusahaan bir, itu hampir tidak ada," tegas Anies.
Editor: Nur Hidayah Perwitasari