Menuju konten utama

Gempa-Gempa nan Mematikan

Karena terjadi di masa-masa tak terduga, gempa bumi kerap menelan banyak korban tewas.

Gempa-Gempa nan Mematikan
Gempa berkekuatan 7,1 skala Richter mengguncang Mexico City. FOTO/AP

tirto.id - Dalam video yang beredar di Twitter, kamu bisa melihat bagaimana orang-orang Mexico City keluar rumah. Mereka berbicara satu sama lain, di siang bolong, dengan raut muka khawatir. Salah satu kemudian menunjuk gedung yang bergoyang kencang.

Di video lain, orang-orang berkumpul di parkiran. Kamera ponsel menyorot satu gedung, dan tiba-tiba saja, bruuuuuk! Gedung itu runtuh setelah bergoyang beberapa detik. Meninggalkan kepulan debu di udara. Sama seperti Uno Stacko yang runtuh setelah kehilangan satu penyangga.

Meksiko diguncang gempa, dua kali dalam 12 hari terakhir di bulan ini. Gempa pertama terjadi pada 7 September 2017. Skalanya mencapai 8,1 richter. Laporan The Guardian menyebut, setidaknya ada 98 orang tewas dan 2,5 juta orang butuh bantuan. Salah satu korban, penata rambut bernama Peiby Ballau, bersaksi: gedung bergoyang maju, mundur.

"Sepanjang hidupku yang pernah mengalami beberapa kali gempa, ini adalah yang terkuat. Kamu tak akan pernah terbiasa dengan gempa bumi. Rasanya amat menakutkan."

Baca Juga: KBRI Pastikan Tak Ada WNI Jadi Korban Gempa Meksiko

Ketakutan Ballau dan jutaan orang Meksiko lain terulang pada 19 September 2017. Situs Earthquake Track menyebut pusat gempa berada daerah Puebla, sekitar 120 kilometer dari Mexico City, dengan kekuatan 7,1 skala richter. Meski magnitudanya lebih kecil, dampaknya ternyata lebih besar.

Hingga 20 September pukul 10 malam, jumlah orang tewas mencapai 225 jiwa. Menurut Wali Kota Mexico City, Miguel Angel Mancera, gempa ini menghancurkan lebih dari 44 bangunan, termasuk sekolah. Banyak orang terperangkap dalam gedung. Beberapa bisa diselamatkan, beberapa tak tertolong. Termasuk setidaknya 21 anak-anak yang tewas karena terperangkap dalam sebuah gedung sekolah. Banyak korban meninggal karena terperangkap dalam gedung, sebab gempa ini terjadi pada pukul 1 siang waktu setempat. Di saat banyak orang berada di kantor.

Menurut situs Earthquake Track, masih ada empat gempa susulan dalam skala 4,5 hingga 4,9 richter. Ini adalah gempa paling mematikan yang menimpa Meksiko sejak 1985. Pada pagi 19 September 1985, alias tepat 32 tahun lalu, gempa besar 8 skala richter mengguncang Mexico City. Diperkirakan setidaknya 5.000 orang tewas, 412 bangunan hancur, dan ribuan gedung rusak parah. Diperkirakan kerugian akibat gempa ini mencapai 4 miliar dolar. Gempa ini juga berakibat tsunami, pertama kali terjadi di Meksiko.

Meksiko termasuk dalam salah satu negara yang paling sering dilanda gempa. Negara ini berada di atas beberapa lempengan tektonik. Di antaranya lempengan Cocos, Pasifik, dan Amerika Utara. Setiap tahun, setidaknya ada 90 gempa bumi dengan skala di atas 4 di Meksiko.

Pengingat Akan Kuatnya Alam

Ada banyak gempa mematikan yang tercatat oleh sejarah. Salah satu yang paling mematikan, bahkan hingga sekarang, terjadi di Shaanxi pada 1556. Gempa itu, oleh International Association of Engineering Geology and the Enviroment, disebut sebagai gempa paling mematikan dalam sejarah.

Tragedi ini menelan korban jiwa hingga 850 ribu orang. Saat itu, banyak manusia tinggal di gua buatan yang terletak di jurang. Ketika gempa terjadi pada 2 Februari, mereka tertimbun oleh reruntuhan gua yang mereka buat sendiri. Gempa bumi yang kerap dirujuk sebagai Jiajing great earthquake ini oleh Kevin Baker dalam buku The Worst World Disasters of All Time (2014).

"Lebih dari 849 kilometer persegi area terdampak, dan di beberapa kawasan ada yang kehilangan populasi hingga 60 persen," tulis Baker.

Saking dahsyatnya gempa itu, kontur kawasan jadi berubah. Kelok sungai berubah arah, jalanan hancur, timbunan tanah membentuk bukit baru, juga tanah amblas yang membentuk lembah baru. Menurut beberapa catatan yang dirujuk oleh Baker, gempa ini punya kekuatan sekitar 7,9 sampai 8 skala richter. Angka itu ternyata bukan yang terbesar.

Baca Juga: Catatan Gempa di Dunia

Gempa bumi dengan angka magnituda terbesar yang tercatat di era setelah 1900-an adalah yang terjadi di Valdivia, Chili. Gempa yang terjadi pada 22 Mei 1960 ini memiliki kekuatan 9,4 hingga 9,6 richter. Bencana ini menelan korban tewas hingga 6.000 jiwa.

Di Indonesia, gempa paling parah terjadi pada 2004. Saat itu terjadi gempa di Samudera Hindia yang berpusat di pantai barat Sumatera. Gempa ini berdampak pada negara-negara di sekitar Samudera Hindia. Di antaranya Thailand, Sri Lanka, Myanmar, juga Maladewa.

Tapi Indonesia, khususnya Aceh, adalah negara yang merasakan dampak paling besar. Gempa 9,3 skala richter ini menyebabkan tsunami, menelan korban tewas 131 ribu jiwa (bahkan diperkirakan melebihi 200 ribu jiwa), dan 37 ribu orang lainnya dilaporkan hilang.

Baca Juga: Gempa Bumi di Indonesia

infografik gempa mematikan

Manusia modern memang semakin mengenal alam dan terus mengembangkan teknologi serta mekanisme untuk mengurangi bahaya gempa. Di negara-negara yang sering mengalami gempa seperti Jepang, Meksiko, juga Indonesia, ada berbagai penyuluhan tentang bagaimana menghadapi gempa.

Termasuk bagaimana upaya yang tepat untuk menyelamatkan diri. Usai terjadi tsunami Aceh, negara-negara donor memberikan banyak pelatihan bagaimana menghadapi gempa. Juga memberikan peralatan pendeteksi tsunami.

Namun gempa bumi memang mengerikan karena memberikan dampak kejut yang mengagetkan. Meski gempa sudah bisa diprediksi, belum ada yang bisa menebak secara rinci kapan gempa akan terjadi. Yang bisa dilakukan saat ini adalah mempersiapkan diri.

Tapi seperti kata Ballau di atas: kita tak akan pernah bisa terbiasa menghadapi gempa. Gempa bumi selalu mengejutkan. Antisipasi juga penyuluhan memang tak akan menghalangi jatuhnya korban jiwa dalam jumlah banyak. Namun paling tidak, pendidikan seperti itu diharapkan bisa meminimalisir jumlah korban.

James Balog, seorang fotografer alam bebas, pernah mengatakan bahwa gempa dan bencana alam adalah pengingat bagi manusia: kita kecil, alam semesta akbar. Yang bisa kita lakukan hingga sekarang hanyalah usaha-usaha untuk bertahan hidup. Gempa dan bencana alam lain juga akan kembali merekatkan hubungan manusia yang mungkin longgar karena berbagai sebab--beda suku, ras, agama, juga negara.

"Saat terjadi bencana alam skala besar, kita akan terus diingatkan tentang betapa kecilnya manusia di hadapan alam."

Baca juga artikel terkait GEMPA BUMI atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Humaniora
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Maulida Sri Handayani