tirto.id - Gempa berkekuatan magnitudo 7,3 mengguncang timur laut Jepang pada Sabtu (13/2/2021) malam, sekitar pukul 23.00 waktu setempat. Badan Meteorologi Jepang melaporkan, pusat gempa berada di lepas pantai prefektur Fukushima dengan kedalaman hingga 60 km. Otoritas setempat tidak mengeluarkan peringatan tsunami.
Penyebab Gempa Fukushima
Para ahli gempa Jepang menduga, gempa pada Sabtu di Fukushima itu sebagai gempa susulan dari gempa mematikan tahun 2011 yang memicu tsunami besar di daerah tersebut.
“Karena (gempa tahun 2011) adalah gempa yang sangat besar dengan kekuatan 9,0, tidak mengherankan jika terjadi gempa susulan dalam skala ini 10 tahun kemudian,” kata Kenji Satake, seorang profesor di Institut Penelitian Gempa Universitas Tokyo seperti dikabarkan Japan Times.
Satake menjelaskan, meskipun gempa terbaru berukuran relatif besar dengan fokus di lepas Prefektur Fukushima, hal itu tidak mungkin menyebabkan tsunami karena memiliki episentrum berada sekitar 55 kilometer di bawah permukaan laut.
Badan Meteorologi Jepang juga meyakini, gempa di Fukushima kali ini merupakan gempa susulan dari gempa besar yang melanda daerah tersebut hampir 10 tahun lalu.
Menurut catatan otoritas gempa setempat, intensitas seismik gempa lebih dari 6 adalah yang terkuat yang terjadi di lepas pantai timur laut negara itu sejak 7 April 2011. Pada 11 Maret tahun itu, gempa berkekuatan 9,0 mengguncang wilayah itu dan memicu tsunami besar. Bencana tersebut kemudian memicu kehancuran tiga kali lipat di pembangkit listrik tenaga nuklir nomor satu di Fukushima.
Dampak Gempa Jepang
Gempa di Fukushima ini dirasakan hingga Tokyo Jepang. Rumah dan perkantoran di ibu kota Tokyo, yang berjarak ratusan kilometer dari pusat gempa, ikut bergetar.
Akibat gempa Fukushima Jepang ini, lebih dari 100 orang terluka dan sejumlah kerusakan lain. Sejauh ini tidak ada laporan adanya korban jiwa akibat gempa ini.
Namun di Fukhusima, daerah yang dekat dengan episentrum--gempa bumi ini menyebabkan dinding retak dan kaca pecah, serta mengakibatkan longsor.
Akibat lain adalah operasional kereta cepat sempat dihentikan di sebagian besar wilayah timur laut Jepang karena ada kerusakan jalur.
Meskipun sambungan listrik terputus sesaat setelah gempa, pada Minggu pagi telah kembali menyala. Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Fukushima juga dipastikan aman, berbeda dengan gempa pada 11 Maret 2011 yang mengakibatkan tsunami dan kecelakaan PLTN di kawasan itu.
Kondisi WNI di Jepang
Akibat gempa ini, Kedutaan Besar RI (KBRI) di Tokyo pada hari ini menyatakan bahwa "tidak terdapat laporan WNI yang menjadi korban.”
Menurut KBRI, pemerintah Jepang telah melakukan pemeriksaan atas Reaktor Nuklir Fukushima, dan sejauh ini tidak ada laporan kerusakan.
KBRI Tokyo menyebut bahwa jumlah WNI di Jepang tercatat 66.084 orang, berdasarkan data keimigrasian Jepang per Juni 2020.
Sementara di wilayah yang paling terdampak gempa, tercatat sekitar 1.500 WNI, dengan rincian di Fukushima 540 orang dan di Miyagi 984 orang.
KBRI menyatakan “akan terus berkomunikasi dengan simpul-simpul masyarakat” untuk memantau perkembangan dari peristiwa ini, serta menyediakan layanan telepon di +81 80 3506 8612 dan +81 80 4940 7419.
BMKG Tanggapi Gempa Fukushima
Sementara itu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengapresiasi langkah pemerintah Jepang terkait gempa Fukushima dengan magnitudo 7,1. Kendati guncangan gempa sangat besar, kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa relatif kecil.
"Cukup menakjubkan, dampak gempa magnitudo 7,1 ini hanya menimbulkan kerusakan ringan, karena seluruh bangunan di Jepang saat ini sudah disain sesuai dengan aturan bangunan tahan gempa yang diberlakukan oleh pemerintah," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, hari ini.
Selain menimbulkan kerusakan ringan dan listrik padam, gempa tersebut memicu longsor dan mengakibatkan 100 orang menderita luka-luka. "Patut disyukuri, tidak ada korban meninggal dalam peristiwa gempa besar ini," tutur Daryono.
Gempa besar itu mendapat julukan "gempa ulang tahun ke-10" peristiwa gempa dengan magnitudo 9,0 yang memicu tsunami dahsyat dan menelan korban jiwa lebih dari 18.000 orang pada 11 Maret 2011 di wilayah Fukushima.
Meskipun berpusat di laut, gempa itu tidak berpotensi tsunami karena kedalaman hiposenternya mendekati intermediate (menengah), yakni sekitar 54 kilometer (km).
Magnitudo gempa yang cukup besar dengan hiposenternya yang relatif "dalam" menyebabkan spektrum guncangan kuat yang ditimbulkan melanda wilayah yang luas mencapai Kota Tokyo.
Gempa tersebut masih merupakan rangkaian gempa susulan (aftershocks) dari gempa utama 11 Maret 2011 yang memicu tsunami dahsyat.
"Gempa ini ibarat menuntaskan urusan yang belum selesai secara keseluruhan saat peristiwa gempa besar pada tahun 2011," ujar Daryono.
Analisis BMKG
BMKG Indonesia menganalisis, setelah terjadi deformasi yang hebat di zona megathrust pada 11 Maret 2011, tampaknya pada bagian slab lempeng yang menghunjam lebih dalam, masih menyimpan medan tegangan yang terakumulasi dan belum terlepas, sehingga baru dilepaskan dalam bentuk gempa besar tersebut.
Gempa susulan tidak dapat dibatasi secara sempit dalam waktu yang relatif singkat pascagempa kuat, tetapi proses membangun kesetimbangan medan tegangan di zona gempa dapat memakan waktu yang cukup lama.
Saat terjadi gempa tersebut, sistem peringatan dini gempa (earthquake early warning system/EEWS) yang dioperasikan di Jepang dapat bekerja dengan baik dengan tujuan untuk mengurangi risiko gempa, baik untuk evakuasi dan respons instrumen.
Editor: Alexander Haryanto