tirto.id - Pada 6 Februari 2023, Turki dilanda gempa dahsyat dengan Magnitudo 7,8 disusul puluhan gempa lain, salah satunya berkekuatan nyaris sama beberapa jam kemudian.
Gempa dengan kedalaman 33 km yang berpusat di Gazientep, kota di tenggara Turki ini juga dirasakan hingga Suriah, Lebanon, Siprus, Yordania, dan Irak.
Sampai Rabu (8/2/2023), jumlah korban tewas akibat gempa telah lebih dari 11.200 jiwa, termasuk di Suriah.
Tercatat sepanjang sejarah, 61 persen bencana alam di Turki diyakini akibat gempa bumi yang sangat mematikan: menyebabkan kerusakan besar dan menewaskan ribuan orang.
Sejarah Gempa di Turki
Pada 13 Desember tahun 115, gempa bumi ditambah tsunami disebut-sebut menewaskan sekitar 260.000 orang atau setengah penduduk kota Antiokhia. Kaisar Romawi, Trajanus, terjebak dalam peristiwa ini, termasuk penggantinya, Hadrianus. Mereka selamat setelah berlindung di sebuah bangunan yang digunakan untuk pertunjukan sirkus.
Setelah 400 tahun berlalu, tepatnya pada 29 Maret 526, Antiokhia kembali dihantam gempa yang menelan korban 250.000 jiwa. Gempa ini bermagnitudo 7 yang diikuti gempa susulan yang terjadi secara berkala selama lebih dari satu tahun.
Hagia Sophia rusak parah ketika gempa terjadi di Istanbul pada masa Bizantium tahun 554 dan 740. Pada masa itu, pencegahan yang dilakukan adalah upacara dan ritual-ritual yang banyak dilakukan penduduk untuk menolak bencana.
Tanggal 22 Agustus 1509, gempa 7,5 Magnitudo mematahkan garis patahan Marmara menyebabkan kerusakan di Izmit dan Tekirdag. Getarannya terdengar hingga Yunani dan Austria.
Gempa berkekuatan besar juga menewaskan sekitar 15.000 orang dan menghancurkan sebagian besar kota Erzurum pada tahun 1859. Kebanyakan korban tewas dan terluka akibat terperangkap dalam reruntuhan bangunan.
Untuk meneliti dan menyiasati gempa yang sering terjadi, Observatoriun Seismologi didirikan Kerajaan Ottomon setelah gempa dahsyat terjadi pada tanggal 12 Juli 1894. Gempa berkekuatan 7 Magnitudo tersebut menewaskan 1.349 orang.
Pada Desember 1939, gempa bumi bermagnitudo 7,8--sumber lain menyebut 8 Magnitudo- mengguncang dekat kota Erzincan di timur Turki dan menewaskan lebih dari 30.000 orang dan 100.000 lainnya mengalami luka-luka. Gempa juga menyebabkan 120.000 bangunan hancur.
Bulan November 1943, kota Tosya di wilayah utara Turki, dilanda gempa berkekuatan 7,2 skala richter menewaskan 4.000 orang. Tiga bulan kemudian, gempa berkekuatan sama kembali terjadi di wilayah ini menyebabkan 3.959 orang tewas dan 21.000 bangunan rusak berat.
Gempa berkekuatan besar juga menghancurkan banyak daerah di provinsi Van pada tahun 1976, yang menewaskan lebih dari 4.000 orang. Wilayah sekitar yang jaraknya ratusan kilometer juga ikut merasakan gempa dan mengalami kerusakan.
Tanggal 17 Agustus 1999, gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo yang berbasis di Kocaeli, Gölcük, dekat Teluk Izmit menewaskan 17.840 orang. Gempa ini disebut-sebut sebagai gempa terdahsyat di era Turki modern setelah gempa tahun 1939 melanda Erzincan.
Tiga bulan kemudian, giliran kota Düzce diguncang getaran berkekuatan 7,2 Magnitudo selama 30 detik yang menewaskan 845 penduduk.
Di penghujung 2011, provinsi Van dilanda gempa dua kali. Sebanyak 604 orang tewas pada bulan Oktober saat gempa berkekuatan 7,2 Magnitudo dan 32 orang tewas pada bulan November ketika gempa 5,6 SR berpusat di Edremit, wilayah pesisir barat Turki.
Melihat kondisi geografi dan wilayahnya, Turki memang sudah akrab dengan aktivitas tektonik yang bergantung pada gerakan relatif antar lempeng, yakni lempeng Anatolia, Arabia, Afrika, Eurasia, dan Aegea.
Namun, secara garis besar, gempa yang kerap melanda Turki berpusat pada tiga elemen utama, yaitu: zona sesar Anatolia Utara, zona sesar Anatolia Timur, dan batas antar Lempeng Arab serta Lempeng Afrika.
Wilayah Rawan Gempa
Lempeng Eurasia dan Anatolia adalah dua lempeng besar yang membentuk bagian dari litosfer Bumi. Litosfer merupakan lapisan terluar Bumi yang terdiri dari kerak dan lempeng tektonik.
Lempeng Eurasia membentuk sebagian dari benua Asia dan Eropa. Lempeng ini mencakup sebagian besar wilayah Eropa dan Asia Timur yang meliputi beberapa negara seperti Rusia, China, dan Turki.
Sedangkan Lempeng Anatolia membentuk bagian dari benua Asia dan meliputi sebagian besar wilayah Turki. Lempeng ini memiliki posisi yang unik karena berada di pertemuan antara lempeng Eurasia dan lempeng Afrika, yang menyebabkan konvergensi dan pergerakan lempeng yang aktif.
Kedua lempeng memiliki aktivitas tektonik yang tinggi dan rawan terhadap gempa bumi. Aktivitas ini disebabkan oleh konvergensi lempeng dan kolision (tabrakan) antara lempeng-lempeng tersebut.
Pergerakan Lempeng Anatolia kemudian dibagi menjadi dua, Lempeng Anatolia Utara dan Lempeng Anatolia Timur.
Lempeng Anatolia Utara yang terletak di selatan Turki, bergerak menuju utara dan membentur lempeng Arabia, menyebabkan pergerakan yang memicu aktivitas vulkanik dan gempa bumi di wilayah tersebut.
Wilayah selatan Turki, termasuk provinsi Van dan Erzincan, sering mengalami gempa bumi karena interaksi antara Lempeng Anatolia Utara dan Lempeng Arabia. Aktivitas seismik di wilayah ini menunjukkan bahwa proses tektonik masih terus berlangsung dan memicu gempa bumi dari waktu ke waktu.
Sementara Lempeng Anatolia Timur memainkan peran penting dalam pembentukan geologi, juga penyebab terjadinya gempa bumi di wilayah Turki.
Lempeng ini bergerak menuju barat dan berinteraksi dengan Lempeng Arabia, membentuk daerah konvergensi dan divergensi yang memungkinkan terjadinya aktivitas geologi seperti gempa bumi, aktivitas vulkanik, dan pembentukan pergunungan.
Daerah-daerah seperti Elazığ, Bingol, Erzurum, dikenal sebagai daerah rawan dan daerah yang sudah beberapa kali dilanda gempa sepanjang sejarah.
Kondisi tersebut membuat kota-kota di Turki rawan terhadap gempa bumi, dan memerlukan mitigasi berkelanjutan untuk memastikan keselamatan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Gempa Terdahsyat di Era Turki Modern
Izmit adalah sebuah kota di provinsi Kocaeli, Turki. Kota ini berada sekitar 90 km sebelah timur Istanbul dan merupakan salah satu wilayah industri penting. Maka itu, kota ini menjadi rumah bagi beberapa pabrik besar dan permukiman padat penduduk.
Secara geografis, Izmit berada di bagian Lempeng Eurasia dan Anatolia, yang membuat wilayah ini rawan gempa bumi. Wilayah ini memiliki geologi kompleks dan juga memiliki aktivitas vulkanik yang tinggi. Beberapa pergunungan dan dataran tinggi juga membentuk bagian Izmit.
Gempa terburuk di Izmit terjadi pada 17 Agustus 1999 yang dikenal dengan sebutan Gempa Gölcük, Gempa Izmit atau Gempa Marmara.
Seturut catatan Britannica, gempa dengan kekuatan Magnitudo 7,4 ini menyebabkan lebih dari 17.000 orang tewas, mencederai lebih dari 50.000 orang, merusak sekitar 47.000 bangunan, dan meninggalkan sekitar 500.000 orang tanpa tempat tinggal.
Goncangan awal terjadi sekitar pukul 03.00 waktu setempat yang berpusat di kedalaman 11 kilometer sebelah tenggara Izmit. Gempa tersebut berlangsung selama beberapa detik dan menyebabkan kerusakan besar-besaran di kota dan sekitarnya.
Tekanan yang terjadi antara Lempeng Anatolia dan Eurasia menyebabkan segmen lempeng patah di sekitar Gölcük. Akibatnya, pecahan tersebut menyebar ke berbagai penjuru, terutama ke timur dan ke barat. Hal ini menyebabkan dahsyatnya getaran yang melanda Izmit dan sekitarnya.
Gempa juga menyebabkan bencana teknologi dan lingkungan, seperti kerusakan pada jalur pipa dan peledakan reaktor nuklir di Narodoviny. Akibatnya, kawasan ini mengeluarkan gas beracun yang merusak lingkungan dan menyebabkan penyakit kronis yang menyebar ke wilayah sekitar.
Turki kekurangan tenaga listrik tak lama setelah gempa bumi karena kerusakan gardu induknya di Adapazari. Sebanyak 172 trafo juga rusak parah yang menyebabkan pasokan listrik makin terbatas.
Penanggulangan dan Efek Jangka Panjang
Setelah gempa besar pada tahun 1999, beberapa gempa terjadi di Izmit. Namun, frekuensi dan intensitas yang terjadi sangat bervariasi dan sulit diprediksi.
Pemerintah Turki melakukan beberapa langkah untuk membantu korban yang terdampak akibat gempa, sekaligus upaya untuk memulihkan kota.
Pemerintah memfokuskan upayanya pada penyediaan bantuan darurat seperti makanan, air minum, tempat tidur, dan perlengkapan medis bagi warga yang terdampak, terutama kota-kota yang banyak menimbulkan korban, seperti Gölcük, Derince, Darıca, dan Sakarya.
Bulan Sabit Merah Turki dan beberapa lembaga bantuan internasional juga berperan dalam evakuasi dan pemulihan setelah gempa terjadi.
Selain upaya rehabilitasi, rekontruksi, penyediaan tempat tinggal, penanganan trauma, hingga bantuan ekonomi, langkah penting yang dilakukan Pemerintah Turki bersama lembaga-lembaga terkait ialah peningkatan kesiapsiagaan gempa yang mungkin terjadi di masa depan.
Berdasarkan hasil laporan yang dipublikasikan Bulan Sabit Merah Turki (TRSC), Palang Merah Amerika (ARC), dan Universitas Bogazici berjudul Non-structural mitigation in Turkey (2020), 95 persen korban tewas akibat tertimpa reruntuhan bangunan.
Ketiga lembaga tersebut kemudian mensosialisasikan program Non-Structural Migitation (NSM) untuk mempromosikan mitigasi bencana sebagai bagian dari budaya nasional. Mereka memberikan dasar-dasar informasi mengenai risiko gempa, mendemonstrasikan cara mengamankan benda-benda berbahaya di rumah, sekolah, maupun tempat kerja.
Program yang berlangsung selama tiga tahun ini diharapkan melahirkan masyarakat yang sadar akan bencana. Mereka juga memberi masukan dan intervensi ke pemerintah mengenai hal-hal yang harus dilakukan, terutama dalam penyediaan sumber daya dan kebijakan yang nantinya dapat diterapkan bagi kalangan arsitek, insinyur, maupun para pengembang struktural di Turki.
Kolaborasi antara pemerintah dan lembaga-lembaga ini perlahan membantu memulihkan dan membangun kembali wilayah yang rusak akibat gempa di Izmit.
Hal lain ialah efek jangka panjang dari gempa bumi, termasuk kerugian ekonomi yang cukup besar. Menurut laporan World Bank, kerugian akibat Gempa Izmit ditaksir mencapai sekitar $5 miliar.
Gempa juga menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur dan bangunan, termasuk pabrik-pabrik dan jaringan transportasi. Kondisi ini memengaruhi perekonomian lokal dan nasional, karena turut memengaruhi produksi dan arus perdagangan.
Gempa Izmit menjadi salah satu gempa bumi terhebat di Turki sejak tahun 1939. Sampai saat ini, dampaknya masih terasa dan para ahli masih meneliti gempa ini untuk mengerti dinamika aktivitas seismik di wilayah Turki.
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi