tirto.id - Entah sudah berapa gelas bir yang diteguk Daniel To siang itu. Orang-orang yang bekerja di pabrik bir Bali Hai, Bekasi, menyebut Daniel sebagai master brewer. Jabatan resminya Technical Director. Pria ini sudah bersentuhan dengan ranah pembuatan bir selama 23 tahun, sejak mendapat ilmu membuat bir di Jerman.
Kami berbincang di sebelah tangki bir dalam ruang lapang dan berpendingin udara. Ini ruangan paling nyaman bila dibandingkan area produksi bir di area seluas 3,2 hektare. Di ruang ini, kapan pun bir di gelas habis, si peminum bebas isi ulang sampai puas.
“Lokasi strategis untuk mengobrol,” kata Daniel, tersenyum.
Bir dingin agaknya mampu membuat mood Daniel tetap baik. Ia sempat bercerita tentang momen penuh tekanan yang dialaminya lima tahun lalu. Waktu itu Bali Hai hendak memproduksi private beer untuk pasar Malaysia. Klien meminta agar Bali Hai memproduksi jenis bir dengan kadar alkohol lebih dari 10 persen dengan rasa tidak terlalu pahit.
Daniel mencoba sejumlah bir merek luar yang cita rasanya serupa keinginan klien. Setiba di Jakarta, ia menghabiskan waktu di laboratorium untuk menciptakan rasa yang serupa.
“Butuh setahun. Susah. Biasanya sih enam bulan sudah bisa dapat rasa yang diinginkan. Mana bos waktu itu sudah nanya-nanya, kan. Sementara kami masih usaha. Ya begitulah,” katanya.
Kini cerita itu jadi kenangan menarik. Usaha Daniel dan timnya selama setahun menghasilkan El Diablo Super Strong Brew, bir kategori double lager dengan kadar alkohol 12 persen, yang dibuat untuk diekspor.
Rasa bir itu manis dan meninggalkan jejak malt yang pekat setelah diteguk. Daniel menyarankan saya untuk langsung minum beberapa teguk agar lebih mendapatkan sensasi hangat yang kuat.
Bharat Velecha, manajer pengembangan bisnis Bali Hai Brewery Indonesia untuk pasar eskpor dan internasional, mengatakan minat warga Malaysia terhadap produk lansiran Bali Hai sangat tinggi, bahkan tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
Negeri Jiran itu menyerap pasar untuk private beer, sebutan bagi bir yang dibuat dengan label berbeda dari rasa yang disesuaikan keinginan klien. Produk Bali Hai dijual di toko kelontong dan pasar tradisional di Malaysia.
Bulan Juli tahun lalu, Bali Hai meluncurkan bir berkadar alkohol 19 persen di Malaysia. Setelah itu, bir baru didistribusikan ke negara lain seperti Uni Emirat Arab, Rusia, dan Timor Leste. Sampai hari ini Bali Hai mengekspor bir ke 20 negara.
Bharat bercerita peluang ekspor terus meningkat sejak 2013. Ini membuat kondisi Bali Hai relatif terbantu saat industri bir terguncang pada 2015.
Saat itu Kementerian Perdagangan memberlakukan pelarangan perdagangan bir di minimarket. Alasannya, penjualan bir di minimarket berlokasi di dekat sekolah, tempat ibadah, dan perumahan bisa memicu konsumsi alkohol bagi anak di bawah umur.
Erwin Ruffin, manajer pemasaran Bali Hai Brewery Indonesia, berkata saat itu para pelaku usaha bir mengalami penurunan penjualan sekitar 30 persen.
Sementara Cosmas Batubara, Komisaris Utama PT Multi Bintang, perusahaan produsen bir tertua di Indonesia yang memproduksi bir Bintang, sempat menyatakan dirinya pasrah bila bisnisnya mengalami penurunan pendapatan hingga 50 persen.
Kini 60 persen produksi Bali Hai ditujukan untuk keperluan ekspor. Bharat berkata timnya sempat mencapai masa gemilang pada 2017.
“Saat itu kami punya varian rasa dan ragam kadar alkohol. Dari 8 persen, 12, 13, 16, hingga 19 persen. Pada saat yang sama muncul minat pasar internasional kawasan Asia Pasifik terhadap rasa bir yang lebih ‘ringan'," lanjut Bharat. Ia terkejut atas respons pasar di Singapura, Myanmar, dan Filipina.
Hal yang dibicarakan Bharat bagaikan bukti dari hasil riset Research and Markets. Saat ini pasar Asia Pasifik memegang 36 persen pasar bir global. Riset ini menggambarkan ada peningkatan konsumsi bir di kawasan Asia Pasifik tahun 2016-2022.
Beberapa penyebabnya: minat kaum muda dalam mengonsumsi bir dan kondisi perekonomian kawasan Asia yang meningkat. Peningkatan permintaan ini dibarengi ekspektasi terhadap varian rasa bir seperti premium beer, flavored beer, pilsner beer, atau wheat beer. Pada 2015, nilai pasar bir di Asia Pasifik mencapai 181 miliar dolar, dan diperkirakan akan melonjak jadi 317 miliar pada 2021.
Salah satu konsumen bir terbesar di kawasan Asia adalah Jepang. Bali Hai pertama kali mengekspor produk pada 1995 ke Negeri Sakura. Pada masa itu pemerintah Jepang menerapkan kebijakan baru yang mendorong kemunculan produsen bir lokal.
Pelbagai lini lokal itu bersanding ragam label bir impor yang sudah masuk ke Jepang sejak 1980-an. Masyarakat di sana senang dengan beragam pilihan rasa bir.
“Respons pasar selalu baik meski kami bersaing dengan Sapporo, bir lokal. Tahun depan kami berencana membuat lini bir baru khusus dipasarkan di sana," kata Bharat.
Sebagai master brewer, sejauh ini Daniel To masih nyaman dengan jenis strong lager beer, golden ale, champagne beer, dan double bock. Ia belum banyak bercerita tentang rasa produk baru yang hendak diluncurkan. Ia pun cukup percaya diri karena sepengetahuannya, inovasi rasa untuk pasar luar negeri tidak dilakukan oleh produsen bir lokal.
Sementara Bharat tengah mempersiapkan diri untuk menjajaki daerah Afrika Timur. Ia optimis karena mendapat kabar baik soal respons penjualan produk Panther, stout bir produksinya, di Mozambik.
“High alcohol really help Bali Hai a lots!” katanya.
Editor: Nuran Wibisono