Menuju konten utama

Gangguan Tiroid sebagai Beban Baru Negara

Seringkali penderita gangguan tiroid tidak sadar akan penyakitnya. Akibatnya, mereka harus menanggung dampak mulai dari penurunan tingkat IQ hingga sulit hamil.

Gangguan Tiroid sebagai Beban Baru Negara
Ilustrasi gangguan tiroid. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Merasa kesulitan untuk menurunkan atau menambah berat badan meski sudah melakukan diet dan olahraga? Atau Anda memiliki keluhan seperti perasaan lelah atau lamban, depresi, gelisah, mudah marah, kelainan haid, kurang istirahat atau sulit tidur, kesulitan hamil, kurang bersemangat atau kehilangan motivasi, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan buang air besar atau diare serta penurunan kemampuan pendengaran secara signifikan?

Jangan cepat-cepat mengambil kesimpulan gejala-gejala itu terjadi akibat gaya hidup modern yang Anda terapkan. Mungkin saja Anda menderita sakit yang lebih parah, yakni gangguan tiroid.

Gangguan tiroid adalah gangguan yang menyerang kelenjar tiroid, baik gangguan fungsi dalam memproduksi hormon tiroid maupun adanya kelainan kelenjar tiroid tanpa gangguan fungsi. Kelenjar tiroid terletak di bawah jakun, fungsinya mengatur pelbagai sistem metabolisme tubuh sehingga sangat penting bagi manusia.

Hormon tiroid sangat diperlukan dalam metabolisme tubuh. Ia membantu tubuh menggunakan energi agar tetap hangat, serta membuat otak, jantung, otot dan organ lain bekerja sebagaimana mestinya. Bila gangguan tiroid tidak ditangani dengan cepat dan tepat, ia dapat memengaruhi kualitas kehidupan sehari-hari dan berdampak berat pada psikologis.

Penyakit ini merupakan kelainan beberapa fungsi kelenjar tiroid. Misalnya hipertiroid, yakni kelenjar tiroid memproduksi terlalu banyak hormon tiroid, atau hipotiroid, yakni kelenjar tiroid tidak cukup memproduksi hormon tiroid, dan kanker tiroid.

Gangguan fungsi tiroid seringkali sulit diidentifikasi karena gejalanya tidak spesifik. Gejala gangguan tiroid sangat mirip dengan pelbagai keluhan akibat gaya hidup modern sehingga sangat sering diabaikan. Akibatnya pasien seringkali tidak menyadari ada masalah dan tidak memeriksakan diri ke dokter.

Di Kementerian Kesehatan, Biopharma PT Merck Tbk memaparkan hasil survei global Merck mengenai tingkat kesadaran gangguan tiroid sekaligus gejalanya. Survei ini dilakukan pada 6.000-an perempuan di tujuh negara, salah satunya Indonesia. Hasilnya: masih banyak responden yang menganggap tanda-tanda dan gejala gangguan tiroid sebagai gangguan akibat pilihan gaya hidup. Mereka lantas abai memeriksa kesehatan, terlambat diobati, sehingga ujungnya menurunkan kualitas hidup penderita.

Sebanyak 49 persen responden menyatakan rasa kelelahan, lamban, gelisah, dan sulit tidur akibat dari pilihan gaya hidup. Ditemukan fakta bahwa 19 persen dari mereka bahkan menyuruh orang terdekatnya mengabaikan gejala yang sama karena hal itu "bagian dari kehidupan sehari-hari."

Hampir sepertiga, atau sekitar 31 persen dari total responden, tak dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan gangguan tiroid. Walau hampir 90 persen responden Indonesia dan 69 persen responden global percaya kelainan tiroid dapat berdampak buruk bagi perempuan maupun laki-laki, tetapi hanya sebagian kecil yang mengetahui gangguan tiroid bisa menyebabkan gejala sulit konsentrasi (30%) dan kehilangan semangat (33%).

Lebih spesifik lagi, sebanyak 26 persen responden Indonesia tidak mengaitkan rasa lelah atau lamban setiap hari dengan gangguan tiroid. Sebanyak 35 persen tidak mengaitkan depresi dan cemas berlebih dengan penyakit ini. Lalu ada 47 persen responden Indonesia tak mengaitkan rasa kehilangan semangat dengan gangguan tiroid. Sebanyak 39 persen responden tidak mengaitkan kesulitan menurunkan atau menaikkan berat badan dengan penyakit ini.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati menyatakan, pada 2015, Indonesia menempati posisi sebagai negara dengan gangguan tiroid tertinggi di Asia Tenggara. Ia memaparkan hasil riset IMS Health yang menyatakan sebanyak 17 juta masyarakat Indonesia mengalami gangguan tiroid.

“Jumlah ini bisa jadi lebih tinggi karena masih banyak kasus gangguan tiroid yang belum terdiagnosis,” katanya di Kemenkes, Jumat (26/5).

Faktor risiko sumber penyakit ini dapat bervariasi, misalnya autoimun infeksi virus, radiasi, kebersihan lingkungan, ataupun kebiasaan tidak sehat.

“Kelainan kelenjar tiroid merupakan kelainan endokrin terbesar setelah diabetes melitus. Disfungsi tiroid meliputi hipotiroid dan hipertiroid, yang menimpa wanita 5-8 kali lebih banyak dibanding pria, pada wanita hamil angkanya sampai 2,5 persen,” jelasnya.

Infografik Disfungsi Tiroid

Klasifikasi Penderita

Bukan tanpa alasan Merck melakukan survei hanya kepada 6 ribu perempuan di dunia. Sebabnya, gangguan berupa kelenjar tiroid yang terlalu aktif sepuluh kali lebih banyak ditemui pada perempuan dibanding laki-laki.

Kelainan tersebut, paling banyak ditemui di rentang usia 20-40 tahun, meski berpotensi menyerang segala usia. Memasuki usia 60 tahun, 17 persen perempuan dan 8 persen laki-laki mengalami gangguan tiroid kurang aktif.

Gangguan tiroid juga tak luput menyerang janin dan anak kecil. DR dr. Aman Bhakti Pulungan, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, menjelaskan bahwa angka gangguan tiroid sejak lahir atau hipotiroid kongenital (HK) secara global berdasarkan skrining neonatal adalah 1 banding 2.000 bayi sampai 1 banding 3.000 bayi. Neonatal adalah keadaan yang dialami bayi sampai usia 28 hari.

Sedangkan pada era pra-skrining, angka kejadiannya 1:6.700 kelahiran hidup. Program pendahuluan skrining HK neonatal di 14 provinsi di Indonesia memberikan insiden sementara 1:2.513. Sementara pada 2016 melalui skrining di 5 provinsi menghasilkan insiden 1:2.26 kelahiran hidup.

“Hormon tiroid pada bayi dan anak berperan penting untuk perkembangan otak dan tumbuh kembang. Gangguan tiroid dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang dan gangguan perilaku pada anak-anak. HK dapat mengakibatkan retardasi mental,” ujar dr. Pulungan dalam kesempatan yang sama.

Berdasarkan data registri HK UKK Endokrinologi Anak IDAI yang bersumber dari beberapa rumah sakit tertentu di Indonesia, sebagian besar penderita hipotiroid kongenital terlambat diagnosis sehingga mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan motorik serta gangguan intelektual. (Baca tautan ini: Pentingnya skrining hipotiroid pada bayi)

Hasil riset di Indonesia memperlihatkan keterlambatan memberi terapi awal memengaruhi kecerdasan, kira-kira 51 pada kasus-kasus yang mendapatkan terapi awal di usia 1,5 tahun. Selain hipotiroid kongenital, gangguan tiroid pada anak adalah hipertiroid dan hashimoto.

Untuk kasus hipertiroid pada anak, sebagian besar adalah penyakit graves, yakni penyakit autoimun dengan insiden 0,1-3 per 100.000 anak. Penyakit ini jarang ditemui pada usia anak sebelum 5 tahun dengan puncak insiden pada usia 10 – 15 tahun. Kecenderungan penyakit ini diderita oleh perempuan dibanding lelaki, dan riwayat penyakit keluarga meningkatkan risiko sebesar 60 persen.

Untuk insiden tiroiditis hashimoto di dunia diperkirakan sebesar 0,3-1,5 kasus per 1.000 populasi per tahun. Risiko menyerang perempuan 3-5 kali lebih sering dibanding lelaki. Pasien yang mengalami sindrom down dan sindrom turner lebih berisiko menderita tiroiditis hashimoto maupun kondisi autoimun lain.

“Dalam aturan Permenkes 25/2015, sudah ada penanganan pada bayi, skrining, tapi banyak yang diagnosis terlambat karena edukasinya paling sulit. Saat usia diagnosis di atas 7 bulan, IQ-nya bisa di bawah 80. Memang banyak rumah sakit yang masih rendah melakukan skrining,” ujar Pulungan.

Menurutnya, tiap 1 juta kelahiran terdapat 3 ribu bayi dengan hipotiroid kongenital. Pada 2016 hanya 1,9% dari mereka yang terskrining.

Eni Gustina, direktur kesehatan keluarga, menambahkan bahwa Indonesia memang belum menyediakan skrining secara menyeluruh. Biasanya skrining dilakukan setelah dua bulan usia bayi.

“Saat itu terlihat ada gangguan, sementara masa itu perkembangan otak anak mulai mengalami hambatan,” katanya.

Padahal, jika dilakukan terapi sedini mungkin, perkembangan anak tidak akan terganggu dan dapat normal kembali. Apalagi, skrining gangguan tiroid sudah masuk dalam anggaran Jaminan Kesehatan Nasional. Sehingga bisa dikatakan pengobatannya cukup terjangkau, hanya Rp2.500 per bulan untuk thyroid stimulating hormone.

“Penyakit ini dampaknya besar dan akan menjadi beban negara,” ujar Eni Gustina.

Baca juga artikel terkait INDONESIA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Fahri Salam