tirto.id - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan puluhan pegawai lainnya dikabarkan terancam dipecat dengan dalih tak lolos asesmen dalam tes wawasan kebangsaan untuk alih status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sejumlah nama yang terancam didepak dari lembaga antirasuah itu di antaranya Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko, hingga Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK Giri Suprapdiono.
Saat dikonfirmasi, Novel Baswedan mengaku telah mendengar kabar pemecatan dirinya. "Info yang saya dapat demikian," kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (4/5/2021).
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa membenarkan pegawai KPK mengikuti seleksi alih status menjadi ASN sesuai Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 sebagaimana perubahan kedua Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
"Hasil tersebut merupakan penilaian dari 1349 pegawai KPK yang telah mengikuti asesmen tes yang merupakan syarat pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi ASN," kata Cahya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/5/2021).
Pegawai yang mengikuti asesmen sesuai Peraturan Komisi Nomor 1 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.
KPK telah menerima hasil assesmen tes wawasan kebangsaan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun, Cahya mengklaim KPK belum membuka hasil seleksi tersebut.
"Saat ini hasil penilaian asesmen TWK tersebut masih tersegel dan disimpan aman di Gedung Merah Putih KPK dan akan diumumkan dalam waktu dekat sebagai bentuk transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan KPK," kata Cahya.
Cahya meminta publik dan media massa untuk tidak memercayai informasi selain dari KPK. "Kami menegaskan agar media dan publik berpegang pada informasi resmi kelembagaan KPK," kata dia.
Menanggapi kabar ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut pemecatan sejumlah pegawai sebagai upaya membunuh KPK.
"ICW beranggapan ketidaklulusan sejumlah pegawai dalam tes wawasan kebangsaan telah dirancang sejak awal sebagai episode akhir untuk menghabisi dan membunuh KPK," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Selasa (4/5/2021).
Hal ini lantas dikaitkan ICW dengan upaya revisi UU KPK hingga proses seleksi pimpinan KPK. Kurnia berkeyakinan revisi UU KPK berusaha merusak KPK. Kemudian, upaya pengrusakan dilanjutkan dengan kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri dan pemecatan pegawai yang dikenal berintegritas di KPK.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Gilang Ramadhan