Menuju konten utama

Bahar bin Smith & Asimilasi dari Jokowi yang Jadi Bumerang  

Bahar Smith akhirnya menerima tawaran asimilasi setelah sempat menolaknya dari pemerintahan Jokowi. Ironinya, setelah bebas justru kena sanksi.

Bahar bin Smith & Asimilasi dari Jokowi yang Jadi Bumerang  
Habib Bahar Smith. YOUTUBE/Syamil Baharuddin

tirto.id - Tiga hari menghirup udara bebas, Bahar bin Smith kembali ke bui. Bukan sekadar penjara pada umumnya, Bahar dijebloskan ke penjara khusus di Lapas Gunung Sindur Bogor, Jawa Barat. Ia menghuni satu sel untuk seorang dan tanpa ada kunjungan.

Sebelumnya Bahar dipenjara di Lapas Pondok Rajeg Cibinong, Bogor. Di sana ia leluasa untuk berinteraksi dengan para narapidana lewat forum pengajian. Saat di LP Gunung Sindur, ia tak bisa berinteraksi dengan siapa pun.

Bahar Smith merupakan terpidana kasus penganiayaan terhadap dua orang santrinya yang masih berusia anak-anak. Ia divonis tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair satu bulan penjara.

Selama menjalani masa tahanan, ia dinilai berkelakuan baik. Pada 16 Mei, Bahar Smith bebas dari tahanan lewat program asimilasi. Tindak pidana Bahar dinilai tidak bertentangan dengan program asimilasi merujuk aturan PP 99/2012. Perbuatan Bahar tidak dalam konteks ‘melawan negara’.

Sebelum menerima asimilasi, Bahar sempat menolaknya karena tak ingin balas budi dengan pemerintah Indonesia. Namun, ia berubah pikiran dan menerimanya.

Sejak bebas beberapa hari lalu, Bahar baru menjalani 17 bulan hukuman. Lantas perbuatannya selama tiga hari menggugurkan program asimilasi.

Sebetulnya, tak lama setelah bebas, ada peringatan dari Kementerian Hukum dan HAM ke Bahar agar tidak mengumpulkan massa. Sayangnya, Bahar mengabaikannya. Ia langsung tancap gas untuk berceramah. Otomatis massa bergerak ke sana. Pada malam setelah bebas, Bahar langsung ceramah di hadapan ratusan orang.

Berselang tiga hari, aparat Kemenkumham dikawal pasukan Brimob Polda Jabar yang menenteng senjata laras panjang akhirnya menangkap Bahar Smith di rumah sekaligus pesantrennya ‘Tajul Alawiyyin’ di Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Pada Selasa, 19 Mei, dini hari, Bahar Smith ditangkap kembali.

Menurut Kemenkumham, isi ceramahnya provokatif dan mengasut orang untuk membenci pemerintah Indonesia. Tak sampai di sana, adanya konsentrasi massa telah melanggar aturan pembatasan sosial skala besar (PSBB) di Jawa Barat.

“Bahar Smith dipenjara sampai 18 November 2021,” kata Kabag Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Rika Aprianti, kemarin.

Artinya, Bahar Smith akan diterungku sesuai dengan vonis hakim terhitung masa tahanan sejak 18 Desember 2018.

Ceramah Kontroversial

Kuasa hukum Bahar Smith, Azis Yanuar menyebut alasan Kemenhumkam membatalkan asimilasi tak masuk akal. “Sangat tidak adil dan subjektif serta berlebihan dan baperan,” kata dia kepada Tirto, kemarin.

Azis kepada wartawan beralasan, ceramah Bahar Smith bukan ditujukan kepada pemerintah Indonesia, kepada Presiden Joko Widodo atau Menkumham Yasonna Laoly. “Bisa saja pemerintah yang dimaksud itu di luar Indonesia.”

Bahar Smith berceramah di rumahnya setelah bebas menyinggung kondisi Indonesia saat ini yang dilanda wabah virus SARS-CoV-2. Video ceramahnya viral di media sosial.

Penggalan ceramah kontroversial yang berujung pembatalan asimilasi:

“Saya tidak takut ditangkap lagi demi berjuang untuk rakyat untuk Indonesia untuk rakyat susah yang di-lockdown, dimatikan di rumahnya sendiri. Saya ikhlas di penjara lagi. Saya tidak akan pernah kapok dalam menyampaikan kebenaran.”

Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Reynhard Silitonga menyebut, isi ceramahnya menimbulkan keresahan di masyarakat.

“Ceramah [Bahar Smith] provokatif dan menyebarkan rasa permusuhan dan kebencian kepada pemerintah,” kata Reynhard, kemarin.

Meski tindakan pidana Bahar tidak ‘melawan negara’ sebagaimana syarat asimilasi, akan tetapi bagi Kemenkumham isi ceramahnya bermuatan penghasutan kepada pemerintah Indonesia dan meresahkan masyarakat. Alasan itu sudah cukup untuk menggugurkan asimilasi Bahar.

Pengerahan Massa Picu Corona

Pelanggaran lain yang memberatkan Bahar Smith adalah pengerahan massa. Sejak kakinya menginjakkan jalanan di depan Lapas Pondok Rajeg, ia telah menyedot massa dari simpatisan PA 212 dan FPI. Pentolan organisasi Islam itu yang menjemput Bahar Smith dari dalam penjara.

Video penjemputannya beredar di media sosial menunjukkan Bahar Smith berada di dalam mobil yang berjalan pelan. Ia mengenakan baret merah dan melambaikan tangan dari atap mobil yang terbuka kepada massa di sekelilingnya.

Pada saat yang sama di Jawa Barat sedang berlaku PSBB yang mewajibkan masyarakat berdiam di dalam rumah untuk mengurangi persebaran Coronavirus. Kemudian malam harinya, massa juga ada di sekitar kediamannya untuk mendengarkan ceramah kontroversialnya.

Kuasa hukum Bahar Smith, Azis Yanuar mengatakan, massa itu bukan perintah dari Bahar dan berada di luar kendalinya. “Pelanggaran [PSBB] bukan inisiatif [Bahar] dan [bukan] dilakukan oleh Habib Bahar,” kata Azis kepada Tirto, kemarin.

Bukan hal baru Bahar Smith menjadi magnet bagi sekelilingnya. Saat menjalani tahanan di LP Pondok Rajeg, ia mengklaim napi di sana telah menjadi muridnya. Bahkan sebagian menjadi mualaf karena peran Bahar. Fotonya dengan para napi sempat viral sebelum bebas dan dijebloskan lagi ke penjara.

Yang tidak dipahami Bahar dan simpatisannya, kerumunan manusia saat pandemi bisa melahirkan ‘super spreaders’ COVID-19. Kasus persebaran Coronavirus masif justru muncul dari kelompok agama yang menggelar kegiatan saat pandemi.

Institute For Policy Analysis Of Conflict (IPAC), lembaga analisis pencegahan konflik berbasis di Jakarta, menyebutkan ‘super spreaders’ di Indonesia di antaranya dari pertemuan Jemaah Tabligh di Gowa, Sulawesi Selatan dan pertemuan pastor di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Sukawarna Lembang, Bandung.

Acara Jemaah Tabligh di Gowa Maret lalu telah memicu persebaran ‘super’ Corona di 22 dari 34 provinsi Indonesia dengan jumlah orang terinfeksi lebih dari 1.000.

Dalam PSBB, aktivitas keagamaan di luar rumah seperti masjid telah dilarang demi menekan persebaran Corona, termasuk ibadah selama Ramadan dan Salat Idul Fitri.

Pola persebaran ‘super’ Coronavirus lewat komunitas keagamaan yang telah terjadi justru berisiko terulang saat Bahar melanggar PSBB. Tindakan Bahar adalah ironi. Ketika menerima tawaran bebas, ia justru terkena sanksi.

Baca juga artikel terkait BAHAR BIN SMITH atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Penulis: Zakki Amali
Editor: Zakki Amali