Menuju konten utama

Freeport Menanti IUPK Sementara Agar Bisa Ekspor

PT Freeport Indonesia minta pemerintah mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Sementara agar bisa mendapatkan izin relaksasi ekspor.

Freeport Menanti IUPK Sementara Agar Bisa Ekspor
Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Gatot (kanan) berbincang dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Chappy Hakim (kiri) disela-sela rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (7/12/2016). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - PT Freeport Indonesia masih menanti kesediaan pemerintah untuk mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Sementara agar bisa mendapatkan kesempatan relaksasi ekspor.

"Kami masih menunggu IUPK Sementara sehingga bisa ekspor (relaksasi ekspor), namun izin dari pemerintah belum keluar," kata Juru bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, seusai mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks DPR Senayan, Jakarta, pada Kamis (9/2/2017) seperti dikutip Antara.

Riza mengatakan hingga kini aktivitas produksi PT Freeport Indonesia tersendat akibat belum bisa melakukan ekspor.

Terhambatnya ekspor ini setelah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Minerba). Regulasi ini tidak mengizinkan perusahaan tambang melakukan ekspor apabila tidak berkomitmen membangun smelter untuk mengolah hasil produksinya di dalam negeri.

Perusahan seperti Freeport, yang belum memiliki smelter, berpeluang mendapatkan izin relaksasi ekspor apabila bersedia mengubah status Kontrak Karya menjadi IUPK. Untuk transisi proses itu, ada wacana pemerintah akan menerbitkan IUPK sementara. Izin sementara itu berlaku bagi perusahaan yang telah mengajukan permohanan dan melengkapi persyaratan perubahan status itu.

Adapun menurut Riza, Freeport sudah berkomitmen untuk mengubah status izinnya dari Kontrak Karya menjadi IUPK agar bisa melakukan ekspor. Hanya saja, ada sejumlah hal yang belum bisa disepakati oleh Freeport dan pemerintah mengenai persyaratan penerbitan IUPK perusahaan itu.

"Transisi ini tidak bisa dilakukan dengan waktu yang cepat sehingga masih ada yang harus diajukan kepada pemerintah untuk kondisi tertentu," kata Riza.

Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan sejumlah perusahaan tambang mineral dan industri smelter pada Kamis (9/2/2017). Agenda rapat kali ini adalah mendengarkan masukan terkait implementasi PP Minerba. Rapat dimulai pada pukul 12.00 WIB, dan selesai pada pukul 16.00 WIB, namun dilaksanakan secara tertutup.

Berdasarkan data yang diterima Antara, di rapat itu, komisi VII DPR RI menggelar rapat bersama sejumlah direktur utama berbagai perusahaan tambang mineral dan industri smelter. Perusahaan-perusahaan itu adalah PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (Newmont), PT Vale Indonesia, PT Sulawesi Mining Investment, PT Gebe Industry Nickel, PT lndoferro, PT Cahaya Modern Metal, PT Indonesia Guang Ching Nikel and Stainless Steel dan PT Indonesia Chemical Alumina, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) dan PT Wanxiang Nikel Indonesia.

Anggota Komisi VII DPR RI Dito Ganinduto membenarkan bahwa sejumlah perusahan tambang, termasuk Freeport, mengeluhkan tersendatnya produksi karena tidak bisa melakukan ekspor konsentrat. Dito menambahkan sebagian besar perusahaan tambang juga kesulitan menjalani transisi perubahan status Kontrak Karya menjadi IUPK.

"Setelah hari ini (rapat), nanti kami tampung hasilnya dari perusahaan tambang dan industri smelter, lalu tanggal 22 Februari 2017 akan dibicarakan sama pemerintah," kata Dito.

Baca juga artikel terkait EKSPOR KONSENTRAT atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Bisnis
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom