tirto.id - PT Freeport Indonesia (PTFI) berencana menggugat pemerintah terkait kebijakan baru bea keluar ekspor mineral logam. Aturan baru bea keluar tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Merujuk pada dokumen pengajuan Securities and Exchange Commission (SEC) AS, Freeport McMoRan (FCX) menyebutkan bahwa, ketentuan kewajiban ekspor PTFI selama ini ada pada perizinan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang disepakati pada 2018 silam.
"Freeport Indonesia diberikan lisensi ekspor pada 24 Juli untuk 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga," demikian pernyataan perusahaan itu dalam pengajuan SEC AS sebagaimana dikutip Reuters, Selasa (8/8/2023).
Indonesia pada Juni lalu, sempat melarang pengiriman mineral mentah keluar untuk menarik investasi ke dalam industri pemrosesan logam dan meningkatkan pendapatan. Namun, pemerintah tetap mengizinkan beberapa perusahaan termasuk Freeport untuk terus mengekspor hingga pertengahan 2024. Langkah itu untuk memberi waktu menyelesaikan pembangunan peleburan.
Terbaru pemerintah mengenakan bea baru pada produk yang dikirim oleh perusahaan-perusahaan ini. Hal inilah yang mungkin ditentang oleh Freeport Indonesia, menurut pengajuan tersebut.
"Dikatakan bahwa di bawah izin penambangan khusus Freeport Indonesia 2018, tidak ada bea yang diperlukan setelah smelternya setidaknya setengah selesai," lanjut perusahaan dikutip dari laman tersebut.
Pada Maret 2023, pemerintah Indonesia memverifikasi bahwa kemajuan konstruksi smelter Manyar, Jawa Timur melebihi 50 persen dan bea keluar Freeport Indonesia dihapus efektif 29 Maret 2023.
Dalam PMK 71 Tahun 2023 yang baru terbit baru-baru ini, penetapan tarif Bea Keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam sebagaimana dimaksud didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50 persen.
Tahapan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian sebagaimana dimaksud terdiri dari 3 tahap. Tahap I, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan 50 persen, sampai dengan kurang dari 70 persen dari total pembangunan.
Tahap II, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan 70 persen sampai dengan kurang dari 90 persen dari total pembangunan.
Terakhir tahap III, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 90 persen sampai dengan 100 persen dari total pembangunan.
Regulasi ini juga berlaku bagi sejumlah perusahaan tambang yang baru saja mendapatkan relaksasi izin ekspor mineral selama setahun sejak 11 Juni 2023 hingga 31 Mei 2024.
Seperti diketahui, setidaknya ada lima perusahaan tambang yang diberikan relaksasi ekspor mineral hingga 31 Mei 2024, antara lain PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara/PT Amman Mineral Industri, PT Sebuku Iron Lateritic Ores, PT Kapuas Prima Coal/PT Kapuas Prima Citra, dan PT Kapuas Prima Coal/PT Kobar Lamandau Mineral.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang