tirto.id - Trifecta film gangster lawas akhirnya kembali dengan karya teranyar mereka: Robert de Niro, Joe Pesci, dan sutradara Martin Scorsese. Jika itu semua kurang, masih ada satu “raksasa” lagi yang diikutsertakan: Al Pacino. Ya, kita berbicara tentang The Irishman yang pada Rabu (31/07/2019) lalu baru tayang cuplikannya. Rencananya, film akan diluncurkan perdana di New York Film Festival 2019 pada 27 September sebelum dirilis di Netflix.
Selain dibintangi oleh nama-nama beken di atas, The Irishman juga akan menampilkan sederet wajah-wajah beken lain seperti Harvey Keitel (Taxi Driver, Reservoir Dogs, Pulp Fiction), Ray Romano, Bobby Cannavale, hingga Anna Paquin.
The Irishman disebut-sebut sebagai proyek termahal Scorsese dengan dana produksi melebihi USD125 juta atau Rp1,7 triliun. Pagesix melaporkan, semula film ini dibeli oleh Netflix seharga USD105 juta, sebelum akhirnya disepakati USD125 juta. Namun, diperkirakan ongkos produksi ini melonjak jadi USD175 juta.
Jumlah tersebut sudah termasuk untuk biaya teknologi de-aging wajah para pemain agar tampak lebih muda, hingga ongkos syuting di tiga negara bagian yang dilakukan sejak Agustus 2017 selama total 106 hari. Durasi tersebut juga disebut merupakan hari syuting paling lama bagi Scorsese. Sebelumnya, film Scorsese yang memakan waktu syuting rerlama adalah Hugo (2011) dengan durasi 105 hari syuting.
Khusus antara De Niro dan Scorsese, The Irishman adalah film kesepuluh yang mereka kerjakan bersama. Sebelumnya ada Raging Bull (1980), Goodfellas (1990), Casino (1995), Mean Street (1973), Taxi Driver (1976), New York, New York (1977), The King of Comedy (1982), Cape Fear (1991), dan film pendek The Audition (2015).
The Irishman dibuat berdasarkan buku biografi kriminal I Heard You Paint Houses (2004) karya Charles Brandt. Adapun naskahnya ditulis oleh Steven Zaillian yang juga mengerjakan naskah American Gangster (2007) dan Gangs of New York (2002). Sebelumnya Zaillian empat kali dinominasikan Oscar dan memenanginya lewat Schindler's List (1993).
Secara garis besar, The Irishman menceritakan kisah epik kejahatan terorganisir di Amerika pasca-perang. Bagaimana kerja keras, persaingan sengit, dan relasi semuanya dengan lingkaran elit politik AS. Dan semua itu dikisahkan lewat sosok bernama Frank Sheeran, seorang veteran Perang Dunia II yang terlibat dalam dunia mafia.
Jelang akhir masa hidupnya, Sheeran mengaku telah membunuh seorang pemimpin serikat buruh, Jimmy Hoffa, dengan alasan: ia meyakini sosok tersebut merupakan otak di balik kematian Presiden AS, John F. Kennedy.
Dari Tentara menjadi Kawan Mafia
Frank Sheeran, lahir di Camden, New Jersey, AS, pada 25 Oktober 1920. Keluarganya merupakan Katolik-Irlandia. Ayahnya seorang pelukis bernama Thomas Francis Sheeran Jr, dan ibunya, Mary Agnes Hanson.
Ketika usia 21 tahun, Sheeran mendaftar ke militer. Ia kemudian melakukan pelatihan dasar di dekat Biloxi, Mississippi, dan ditugaskan dalam kesatuan polisi militer. Usai serangan di Pearl Harbour, ia mengajukan diri untuk pelatihan di Angkatan Darat di Fort Benning, Georgia. Dari sana, ia lalu dipindahkan ke Divisi Infanteri ke-45 atau yang dikenal dijuluki "The Thunderbirds" dan turut berlayar ke Afrika Utara pada 14 Juli 1943.
Karier tentara Sheeran kemudian tamat karena ia terlibat kejahatan militer: membantai tahanan perang asal Jerman. Hal tersebut dianggap telah melanggar Konvensi Den Haag dan Konvensi Jenewa terkait ketentuan POW (Prisoner of War). Sheeran juga mengakui hal itu dalam wawancaranya bersama Brandt, bahkan turut menjelaskannya hingga detail betapa pembantaian tersebut dilakukan dengan amat sistematis berdasarkan alasan balas dendam.
Secara resmi, Sheeran dikeluarkan dari Angkatan Darat pada 24 Oktober 1945. Setelah karier militernya tamat, ia bekerja serabutan. Mulai menjadi sopir hingga pekerjaan kotor lain, termasuk menjadi pembunuh bayaran. Dari situlah ia kemudian kenal dengan bos-bos mafia Italia-Amerika kala itu, Russell Bufalino dan Angelo Bruno. Tokoh pertama merupakan pemimpin keluarga mafia trah Bufalino yang kelak menjadi mentor Sheeran di dunia kriminal.
Trah Bufalino merupakan keluarga mafia keturunan Italia-Amerika yang aktif di kota Scranton, Wilkes-Barre, dan Pittston di Northeastern Pennsylvania. Sebelumnya keluarga itu dipimpin oleh John "Johnny" Sciandra--dikenal pula dengan nama "Giovanni. Setelah ia wafat, Russell Bufalino menggantikannya dengan Santo Volpe sebagai penasehat. Lalu sejak Volpe wafat pada 2 Desember 1958, Bufalino praktis menjadi pemimpin tunggal. Di bawah kepemimpinannya, keluarga Bufalino terus menjalin relasi erat bersama keluarga mafia Genoa di New York.
Awal mula relasi Sheeran dengan keluarga Bufalino terjadi karena ketidaksengajaan pada pertengahan 1950-an. Ketika itu, Sheeran bekerja untuk mafia lokal bernama Whispers yang menawarinya uang sebesar USD10.000 untuk menuntaskan suatu misi: membakar Cadillac Linen Service, sebuah kantor yang bersaing dengan perusahaan yang tengah diminati si bos.
Sheeran menyanggupi misi tersebut, namun ia tidak tahu jika Cadillac Linen Service ternyata dimiliki oleh seorang rekan Bufalino. Saat hari H pelaksanannya, Sheeran tertangkap oleh anggota sindikat Bufalino, namun ia tidak dibunuh. Berdasar keterangan Brandt, sebagai gantinya Sheeran disuruh untuk balik menghabisi Whispers.
Misi tersebut sukses dilakukannya dan sejak itu Sheeran bekerja untuk keluarga Bufalino sebagai sopir yang bertugas mengantar jemput kiriman.
Perkenalan dengan Jimmy Hoffa
Sheeran bekerja dengan baik bersama keluarga Bufalino. Sebagai upah lain atas sikapnya tersebut, ia pun dikenalkan kepada Jimmy Hoffa, seorang bos mafia Italia-Amerika lain yang juga menjadi presiden serikat buruh International Brotherhood of Teamsters (IBT). Kebetulan, kala itu Hoffa juga tengah membutuhkan pembunuh bayaran terlatih untuk menghabisi lawan-lawannya.
Ketika Hoffa kemudian menelpon Sheeran, kalimat pertama yang ia katakan adalah: “Saya dengar Anda mengecat rumah...”--kalimat itulah yang dipilih Brandt menjadi judul buku biografi Sheeran. Lalu Hoffa menambahkan: “Saya juga mengerjakan pertukanganku sendiri”. Dalam bahasa kode Mafia, semua kalimat itu kurang lebih berarti: “Saya dengar kamu bisa membunuh orang…” dan “Saya juga melakukan itu dan membuang mayatnya sendiri.”
Sejak percakapan di telepon tersebut, Sheeran pun bekerja dengan Hoffa sebagai pembunuh bayaran utamanya. Dan karena, lagi-lagi, ia mampu menjalani berbagai misi dengan sempurna, Sheeran kembali diberikan posisi yang menguntungkan sebagai pejabat penting di serikat buruh Local 326, organisasi yang berada di bawah IBT pimpinan Hoffa. Namun, seiring berjalannya waktu, relasi keduanya berakhir tragis karena perbedaan visi.
Bermula dari informasi yang didapat Sheeran dari pasukan anti-Fidel Castro dalam invasi Teluk Babi, ia mengklaim bahwa Hoffa terlibat dalam pembunuhan Presiden John F. Kennedy. Menurut Sheeran, Hoffa ingin sang presiden mati karena saudara lelaki, Bobby Kennedy, yang juga menjadi Jaksa Agung AS kala itu, telah melecehkannya. Sheeran juga mengatakan bahwa ia sempat mengantarkan tiga senjata kepada sosok penanggung jawab misi tersebut, David Ferrie.
Berdasarkan info yang diyakininya benar itulah Sheeran membunuh Hoffa. Setidaknya itulah yang ia katakan kepada Brandt saat membuat buku biografinya. Pembunuhan itu dilakukan pada suatu malam usai Sheeran, Hoffa, beserta dua rekan mafia lain, Chuckie O'Brien dan Sal Briguglio melakukan pertemuan di sebuah rumah di Detroit. Ketika dua rekannya tadi pergi, Sheeran segera menghabisi Hoffa dengan menembaknya dua kali di bagian belakang kepala. Ia lalu mengkremasi mayat bosnya tersebut di sebuah tempat krematorium demi menghilangkan jejak.
Namun demikian, pengakuan Sheeran ini hanyalah satu dari tujuh teori lain terkait misteri hilangnya sosok Hoffa. Untuk lebih jelasnya bagaimana kisah Sheeran-Hoffa, mari kita tunggu penayangan The Irishman nanti di Netflix pada bulan Oktober--bertepatan dengan musim gugur di AS--tahun ini.
Editor: Nuran Wibisono