tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memblokir 2.591 perusahaan finansial teknologi (Fintech) peer-to-peer (P2P) lending ilegal selama dua tahun terakhir. Khusus 2020, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam L Tobing mengatakan OJK sudah memblokir 694 Fintech ilegal.
Meski sudah memblokir ratusan aplikasi dan website, kata dia, tapi jumlah tersebut masih sedikit karena gerakan fintech illegal terbilang gesit.
Sebab, jika OJK sudah menemukan fintech ilegal dan memblokirnya, kata Tongam, maka fintech-fintech tersebut dengan mudah akan berganti nama dan wujud agar bisa tetap beroperasi di Indonesia.
“Nanti sore ganti nama, seperti itu lah. Nah, sehingga memang apa yang bisa kita lakukan? Yaitu kegiatan yang secara rutin melakukan cyber patrol dengan kemenkomifo untuk melihat dan mendeteksi,” kata dia dalam diskusi virtual Konsistensi Pemberantasan Fintech Ilegal di Masa Pandemi Covid-19, Senin (13/7/2020).
Di balik hasil cyber patrol yang dilakukan OJK dan Kementerian Komunikasi dan Informasi, Tongam menyebut ada mafia yang bermain dari munculnya ribuan fintech ilegal di Indonesia.
Ia menjelaskan kemungkinan kegiatan fintech lending ilegal ini diduga mendapatkan dukungan dari kelompok mafia atau kejahatan terorganisir internasional lainnya.
“Kita lihat juga banyak server yang di luar negeri. Kegiatan ini contohnya ada di AS ada di Cina, Singapura, Malaysia dan kegiatan ini bisa dikatakan ada mafia. Merka yang memang mencari keuntungan yang besar dari masyarakat. Nah yang menjadi perhatian kita bahwa sebenarnya bisnis dari fintech landing ilegal ini tidak murni merupakan P2P landing,” kata dia.
Secara rinci ia menjelaskan, yang menjadi perhatian OJK yaitu Fintech P2P ilegal ini tidak murni menjalankan bisnis fintech lending yang sesungguhnya. “Kalau kami melihat bisnis fintech lending ilegal adalah sebagai jembatan antara pemberi dana (lender) dengan peminjam dana (borrower)” kata dia.
Fintech P2P ilegal bahkan tidak melakukan penghimpunan dana dari pemberi pinjaman dan tidak menyalurkan dana dari fintech lending ilegal itu sendiri. Mereka hanya bertindak sebagai penghubung, kata Tongam.
“Kegiatan fintech-fintech lending ilegal ini lebih cenderung pada kegiatan perusahaan-perusahaan pembiayaan yang dilakukan secara elektronik, mengingat tidak ada pemberi pinjaman yang mengadu kepada OJK dan sebaliknya banyak korban dari penerima pinjaman yang mengadu ke OJK,” kata dia.
OJK sendiri sudah melakukan pengumuman kepada masyarakat, menghentikan kegiatan Fintech P2P ilegal melalui pemblokiran. “Kami juga sudah menyampaikan laporan kepada kepolisian untuk melakukan proses hukum apabila terdapat tindak pidana,” kata dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz