tirto.id - Usia pernikahan Hugh Jackman dan Deborra-Lee Furness menginjak 27 tahun saat mereka memutuskan bercerai. Berbagai isu miring sempat menimpa Jackman, tapi Lee menepisnya.
Dalam pernyataan bersama, mantan pasangan itu mengatakan mereka diberkahi karena telah menghabiskan hampir tiga dekade bersama sebagai suami dan istri dalam pernikahan yang indah dan penuh kasih, tapi perjalanan mereka kini berubah.
“Kami telah memutuskan berpisah untuk mengejar pertumbuhan individu kami.”
Dalam sebuah interview dengan Radio Times pada Februari 2023, Jackman sempat mengaku bahwa memiliki anak terkadang menjadi tantangan tersendiri dalam pernikahan.
“Saat kamu mencintai seseorang dan bersama-sama mempertahankan hubungan, semua akan terlihat baik-baik saja. Tapi, tiba-tiba kami punya anak,” cerita Hugh Jackman.
“Dan saat itu bukan lagi hanya tentang aku dan Lee. Ada bagian dari masa lalu kami yang juga muncul. Caraku dan cara Lee mengasuh anak sangat berbeda. Kami sama sekali tak pernah membicarakan hal ini. Kami hanya berasumsi semua akan baik-baik saja karena kami saling mencintai dan tak pernah berdebat.”
Tak sedikit kasus perceraian yang terjadi pada pasangan dengan usia pernikahan yang tidak sebentar, atau biasa dikenal dengan istilah gray divorce.
Sederet nama public figure lain, sebut saja, Kevin Costner-Christine Baumgartner, Lidya Kandou-Jamal Mirdad, hingga Mark Sungkar-Fanny Bauty, adalah contohnya.
Bicara soal fenomena gray divorce, Journals of Gerontology menyebut lebih dari satu per tiga orang di Amerika Serikat yang bercerai adalah mereka yang berusia di atas 50 tahun.
Fenomena ini meningkat dalam beberapa tahun terakhir, meski kasus perceraian masih tetap didominasi oleh usia muda.
Tak berbeda dengan Jackman, Kevin Costner dan Christine Baumgartner berpisah usai 18 tahun bersama dalam ikatan pernikahan.
Costner merasa bahwa istrinya sudah merencanakan untuk berpisah jauh sebelum perceraian terjadi.
Sementra Baumgartner sebagai pihak yang mengajukan perceraian hanya mencantumkan “ketidakcocokan pribadi” (irreconcilable differences) sebagai alasannya.
Di Amerika Serikat, alasan “ketidakcocokan pribadi” kerap digunakan pasangan menikah untuk berpisah. Setidaknya, dari data tahun 2021, tercatat 31% pasangan mencantumkan alasan tersebut.
Kemungkinan besar, ada banyak faktor yang menyebabkan mengapa lebih banyak pasangan lanjut usia yang bercerai saat ini dibandingkan generasi sebelumnya.
“Wacana kebudayaan atau ekspektasi kita terhadap kesuksesan pernikahan telah berubah seiring berjalannya waktu.”
Pernikahan yang baik kini ditentukan oleh pertanyaan, seperti: Apakah pernikahan membuatku menjadi pribadi yang lebih bahagia? Apakah ikatan pernikahan ini membantuku menjadi pribadi yang utuh?
Jika jawabannya tidak, maka perceraian mungkin dianggap sebagai solusi yang dapat diterima, jelas Brown.
Selain itu, kini makin banyak perempuan yang lebih mandiri secara ekonomi, sehingga memberi mereka jalan keluar alternatif dari pernikahan yang tidak memuaskan yang mungkin tidak dimiliki oleh perempuan dari generasi sebelumnya.
“Jika kamu berhasil bertahan hidup hingga usia 65 tahun, bukan tidak mungkin kamu bisa hidup hingga 20 tahun lagi. Dua puluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk dihabiskan dengan orang yang tak lagi bisa membuatmu bahagia. Keputusan berpisah di masa ini bisa kamu sebut dengan ‘berhenti’,” jelas Brown.
Berada dalam sebuah hubungan yang tak sehat akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan mental atau kesejahteraan seseorang.
Dalam jurnal “Gray Divorce and Social and Emotional Loneliness” tertulis, “Meningkatnya angka perceraian di kalangan pasangan menikah usia dewasa lanjut turut mengerek sejumlah pertanyaan tentang seperti apa dan bagaimana ujian yang hadir dalam sebuah hubungan pernikahan berpengaruh terhadap kesehatan mental di masa depan.”
Sudah sepatutnya pasangan merasa bahagia dan tumbuh bersama dalam ikatan pernikahan. Jika kamu tak merasakan keduanya atau bahkan salah satunya, tak mengapa jika kamu berpikir ada yang salah dalam hubunganmu saat ini.
Tak ada kata terlambat untuk mencari tahu apa yang terbaik bagi hidup kita, bukan?
Penulis: Syarahsmanda Sugiartoputri
Editor: Yemima Lintang