tirto.id - “Oke Google, apa arti nama Nusantara?”
“[...] Nama Nusantara berasal dari dua kata bahasa Sanskerta, yaitu nusa yang berarti ‘pulau’ dan antara yang berarti ‘luar.’ Nusantara digunakan untuk menyebut pulau-pulau di luar Majapahit,” jawab Google dengan intonasi terbata-bata, mengutip sebuah blog Wordpress.
Tanya-jawab antara manusia dan robot via fitur bernama Google Assistant yang diluncurkan pada 18 Mei 2016 tersebut terbantu oleh adanya fitur lain dari raksasa mesin pencari yang bernama Featured Snippet. Featured Snippet alias “cuplikan unggulan,” mengutip blog resmi Google, merupakan salah satu fitur yang memungkinkan Google menampilkan hasil pencarian.
Featured Snippet yang merupakan satu bagian dari Rich Answer, sebuah teknologi yang langsung memberikan jawaban dan menempatkannya di posisi teratas dan dibingkai dalam “answer box”, atau menuturkannya via Google Assistant. Rich Answer merupakan “jawaban khusus” dari Google untuk penggunanya.
Selain Featured Snippet, Rich Answer pun punya Knowledge Graph. Lalu apa bedanya? Knowledge Graph hanya memberikan jawaban dari sumber-sumber khusus, seperti Wikipedia atau CIA World Factbook. Sementara Featured Snippet, fitur yang dirilis pada Januari 2014, menggunakan semua situsweb yang diindeks Google sebagai sumber dan memilih satu di antaranya sebagai yang paling relevan.
Yang menarik, jika kita mencoba bertanya “mengapa pesawat bisa terbang?”, “apa penyebab mimisan?” atau pertanyaan-pertanyaan lainnya, terlihat pola di mana Google mengambil jawaban dari sebuah konten situsweb. Syaratnya, konten tersebut menyediakan jawaban berdasarkan prinsip 5W1H atau memuat semua unsur dari kalimat tanya si pengguna.
Pertanyaan “mengapa pesawat bisa terbang?” misalnya. Dengan mengutip situsweb ilmuterbang.com, Google menjawab bahwa “[...] karena ada gaya dorong (thrust) dari mesin (engine) yang besaran jauh lebih besar dari gaya hambat (drag).”
Jika kita mengunjungi laman dari ilmuterbang.com yang dirujuk Google, termuat semua kata dari kalimat pertanyaan yang diajukan: “Mengapa,” “pesawat,” “bisa,” dan “terbang.” Begitu pun dengan pertanyaan “apa penyebab mimisan?” Sebuah laman dari docdoc.com yang dijadikan rujukan menjawab pertanyaan itu, mengandung semua kata dari pertanyaan yang diajukan: “Apa,” “penyebab,” dan “mimisan.”
Asalkan membuat konten dengan mengikuti pola “tanya-jawab ala Google”, semua situsweb sangat mungkin dijadikan rujukan jawaban mesin pencari yang didirikan Sergey Brin dan Larry page itu, sebagaimana ilmuterbang.com atau docdoc.com.
Sayangnya, itulah titik terlemah fitur ini.
Sebagaimana yang dilaporkan Vox, pada akhir 2014, jika kita mengetik “The King of United States?” di kolom pencarian Google, jawaban yang akan keluar adalah "Barack Obama". Untuk menampailkan jawaban nyeleneh tersebut, Google merujuk sebuah artikel berjudul “All Hail King Barack Obama, Emperor of The United States of America” yang ditulis Matthew Boyle dan diterbitkan Bretbart.com. Alih-alih menyodorkan fakta yang faktual, artikel tersebut merupakan lelucon.
Lalu, jika terdapat pengguna Google yang kala itu iseng bertanya “what happened to dinosaurs?” Si mesin pencari akan menjawab: “Dinosaurs are used more than almost anything else to indoctrinate children and adults in the idea of millions of years of earth history (Dinosaurus digunakan lebih untuk mengindoktrinasi anak-anak dan orang dewasa dalam kerangka gagasan jutaan bahwa Bumi memiliki sejarah jutaan tahun).” Jawaban yang diberikan Google berasal dari artikel tahun 2007 yang diterbitkan oleh answersingenesis.org, sebuah situs Kristen yang menolak teori evolusi.
Jauh dari jawaban yang benar, dalam dua kasus tersebut Google malah memberikan informasi yang keliru. Lalu mengapa Google sampai terkecoh? Padahal, semua unsur kata dari kalimat yang diketik di mesin pencari Google termuat jelas dalam judul artikel rujukan.
Kini Google telah mengakui kekeliruannya itu. Sebagaimana dituturkan Vox, kekacauan tersebut berbanding terbalik dengan klaim Google. Merujuk survey yang dilakukan Stone Temple, informasi yang diberikan Google melalui Featured Snippet memiliki tingkat akurasi sebesar 97,4 persen. Laporan firma riset pasar Temple Consulting yang dikutip Vox menyatakan bahwa dari 1,4 juta kata kunci yang mereka ketikkan pada kolom pencarian Google, 31,2 persen jawaban yang muncul berasal dari Featured Snippet.
Dengan kata lain, kekeliruan Featured Snippet memberikan informasi yang akurat akan berdampak besar bagi para penggunanya.
Google Bomb
Karen Wickre, melalui tulisannya di Wired, mengatakan bahwa Google punya masalah dengan hasil pencariannya “yang bermula sejak tahun 2003.” Menurut Wickre, ada kelompok-kelompok yang tahu bagaimana pencarian Google bekerja. Kelompok-kelompok tersebut mengelabui algoritma Google untuk membuat situsweb mereka bertengger di urutan teratas hasil pencarian. Kecurangan inilah yang disebut “Google bomb” atau mengutip istilah yang dicetuskan pakar linguistik Geoffrey Nunberg, "Googlewashing": sebuah cara untuk mengubah pemaknaan tentang suatu hal melalui celah pencarian Google.
John Palfrey, Direktur Berkman Center for Internet & Society, Harvad Law School, mengungkapkan bahwa Google bomb tercipta dengan mengakali PageRank, algoritma Google.
“PageRank,” ujar Palfrey, “memberi rating 0-10 untuk laman situsweb. Semakin tinggi angkanya, laman tersebut akan diletakkan di urutan pencarian teratas Google.” Angka tersebut berasal dari link rujukan situsweb lain. “Jika Anda bisa mendapatkan link rujukan dari banyak orang, Anda akan memuncaki Google,” katanya.
Nampaknya hal ini pun terjadi pada Featured Snippet. Banyak penerbit atau pemilik situsweb menciptakan konten dengan pola-pola Featured Snippet, tanpa memperdulikan kualitas isi konten. Coba saja ketik “Featured Snipped” di kolom pencarian Google. Mayoritas hasil yang disodorkan ialah tip dan trik agar suatu konten bisa masuk ke “answer box.”
Kekacauan ini tak bisa dipandang remeh. Mengutip survey yang dilakukan Edelmen pada 33 ribu pengguna internet di 28 negara, Quartzmenyebutkan bahwa 63 persen responden percaya dengan mesin pencari Google. Tingkat kepercayaan pada Google bahkan jauh lebih unggul dibandingkan pada situsweb berita, yang hanya memperoleh restu 53 persen responden.
Dalam riset yang dilakukan Digital Examiner, ditemukan bahwa dari 1.000 orang yang disurvey, 72,3 persen di antaranya yakin dengan tingkat akurasi hasil pencarian Google. Bahkan, 44 persen responden hanya sebatas membaca daftar hasil pencarian yang disodorkan Google, alih-alih keseluruhan informasi di situsweb yang diindeks.
Danah Boyd, Kepala Riset Microsoft Research, mengatakan pada The Verge bahwa “para pelajar lebih mempercayai Google dibandingkan Wikipedia.”
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Windu Jusuf