tirto.id - Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk memberhentikan sejumlah menteri yang mulai aktif berkampanye dan mulai menunjukkan gelagat politik untuk maju dalam Pemilu 2024. Baik dalam pemilihan legislatif, kepala daerah hingga kepala negara.
"Maka semua menteri yang nampak berkampanye ataupun tidak nampak berkampanye tapi ada niat untuk ikut kontestasi eksekutif atau legislatif 2024, sebaiknya mundur dan fokus. Supaya kabinet juga fokus kerjanya selamatkan Indonesia dari krisis yang ada di depan mata kita," kata Fahri Hamzah saat dihubungi Tirto pada Rabu (11/5/2022).
Fahri juga mengingatkan komitemen Jokowi yang menentang adanya sistem rangkap jabatan dalam semua lini pemerintahan. "Pak Jokowi harus kembali kepada pikiran awal beliau bahwa tidak boleh ada rangkap jabatan," tegasnya.
Dirinya mencurigai para menteri yang berkampanye politik saat masih menjabat berpotensi merusak tata pemerintahan dan juga memanfaatkan momentum untuk mencari dana demi ambisi politik mereka.
"Seperti yang nampak sekarang yang jelas mereka sudah tidak fokus untuk kerja karena disusupi dan disisipi oleh kerjaan membangun popularitas. Yang berbahaya kalau bukan sekedar popularitas, tapi juga cari uang kan itu bisa merusak governance. Bisa mendorong korupsi," ujarnya.
Selain itu, Fahri juga mengungkit mengenai sistem presidensialisme yang tidak memungkinkan adanya rangkap jabatan karena tidak serupa dengan sistem parlementer.
"Dalam parlementer menteri bisa merangkap menjadi anggota parlemen bahkan karena pada dasarnya mereka membangun blok kekuasaan yang kerjanya itu di tempat yang sama di kubu ruling majority," jelasnya.
Dirinya menambahkan bahwa di sisa waktu kepemimpinan, Jokowi masih memiliki kesempatan untuk merombak kabinetnya dan melepas para menteri yang ditengarai memiliki ambisi politik. Sehingga kegiatan rangkap jabatan bisa dihilangkan.
"Mumpung masih punya waktu lebih dari dua setengah tahun sebaiknya memang semuanya dikeluarkan dari kabinet apabila punya keinginan untuk maju lagi di legislatif dan eksekutif," imbuhnya.
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani mengingatkan bahwa posisi menteri diatur dalam UU 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dan diberhentikan presiden. Oleh karena itu, sudah sepatutnya menteri patuh dan tegak lurus untuk disiplin dalam menjalankan agenda-agenda presiden.
"Dalam konteks ini (UU 30 tahun 2014) terdapat koridor yang harus dipatuhi menteri dalam menjalankan kewenangannya, termasuk larangan menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan manakala terdapat potensi konflik kepentingan, di mana spektrumnya latar belakangnya pun cukup luas termasuk terkait kepentingan pribadi," kata Jaleswari dalam keterangan pers.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky