tirto.id - Wakil Ketua DPR, Fadli Zon mengusulkan agar Kantor Staf Presiden (KSP) dibubarkan. Sebab, menurutnya, lembaga tersebut tidak punya fungsi yang signifikan dan cenderung tumpang tindih dengan Sekretaris Kabinet (Seskab) dan Sekretaris Negara (Sekneg).
Hal ini karena tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) KSP, kata Fadli, hanya menjalankan pengawasan terhadap pembangunan prioritas yang dilakukan pemerintah, komunikasi politik, dan isu-isu strategis. Tiga hal yang juga dilakukan Seskab dan Sekneg.
Fakta tersebut, kata Fadli, bertentangan dengan semangat presiden untuk melakukan efisiensi anggaran demi memaksimalkan prioritas pembangunan. Lagi pula, kata dia, KSP selama ini hanya menjadi tempat buat menampung timses Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2014.
"Dalam rangka itu harusnya KSP dihilangkan, dibubarkan karena ini pemborosan anggaran dan tumpang tindih di dalam pekerjaan apalagi bisa saja ada abuse untuk konsolidasi bukan untuk presiden tapi capres menampung relawan dan lain-lain," kata Fadli.
Salah satu bukti potensi abuse tersebut adalah bergabungnya Politikus Golkar Ali Mochtar Ngabalin ke KSP dan lembaga tersebut pernah secara terbuka melalui akun resminya mengucapkan terima kasih kepada PDIP yang telah mendukung Jokowi di Pilpres 2019.
Untuk membubarkan KSP, kata Fadli, cukup mudah. Lantaran KSP merupakan lembaga non struktural yang sebenarnya tidak ada dalam nomenklatur pemerintahan, tapi hanya dari perpres.
Menanggapi hal ini, Ketua DPP PDIP, Hendrawan Supratikno menilai pernyataan Fadli berlebihan. Sebab, menurutnya, KSP merupakan lembaga yang berfungsi untuk menerjemahkan kebijakan Jokowi dan diisi oleh staf-staf ahli di dalamnya. Bukan diisi tim sukses Jokowi.
"Yang sesungguhnya menjadi pusat timses adalah parpol-parpol pengusung/pendukung. Mesin-mesin politik mereka yang terus bergerak tanpa henti," kata Hendrawan saat dihubungi, Kamis (24/5/2018).
Sebaliknya, Hendrawan menyatakan Fadli lah yang ingin menjadikan DPR sebagai sarang oposisi. "Saya justru jadi bertanya, jangan-jangan Pak Fadli mau menjadikan kantor DPR-nya jadi sarang oposisi," kata Hendrawan.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yantina Debora