tirto.id - Simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diklaim memberi banyak manfaat oleh pemerintah, ternyata bagi peserta yang tidak ikut berpartisipasi akan menerima sanksi. Pasalnya, simpanan di Tapera bersifat wajib bagi pesertanya, baik pekerja swasta maupun pekerja mandiri.
Selain itu, sanksi berlaku pula untuk pemberi kerja yang tidak membayarkan iuran pekerjanya. Karena 0,5 persen dari 3 persen iuran pekerja swasta ditanggung oleh pemberi kerja.
“Pihak yang dikenai sanksi administratif meliputi: a. Peserta; b. Pemberi Kerja; c. BP Tapera; d. Bank Kustodian; e. Bank atau Perusahaan Pembiayaan; dan f. Manajer Investasi,” begitulah yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera.
Sanksi dalam PP ini masih berlaku, karena di PP Nomor 21 Tahun 2024 tidak diatur soal sanksi bagi peserta maupun pemberi kerja yang tidak membayar iuran. Sedangkan aturan perihal sanksi tercantum dalam Bab VI tentang Sanksi Administratif.
Komisioner Badan Pengelola Tabungan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho menekankan, bahwa sanksi lebih lanjut bakal diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan yang bertugas membuat aturan teknis dari PP 21 Tahun 2024.
“Nanti akan diatur lebih lanjut sama Kemnaker ya kalau untuk yang pekerja swasta, BUMD, BUMN gitu ya,” jelas Heru saat Konferensi Pers Kantor Staf Presiden (KSP) soal Tapera, di Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Meski begitu, dalam PP itu, hanya diatur tentang sanksi bagi peserta pekerja mandiri yang tidak membayar iuran dan pemberi kerja yang tidak membayarkan iurannya untuk pekerja. Bagi pekerja mandiri yang tidak membayar iuran, akan diberi peringatan tertulis oleh BP Tapera.
Dengan peringatan tertulis pertama, akan berlaku selama sepuluh hari kerja. “Apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pekerja Mandiri tidak melaksanakan kewajibannya, BP Tapera mengenakan sanksi peringatan tertulis kedua untuk jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja,” tulis beleid tersebut.
Untuk pemberi kerja yang tidak membayarkan iuran pekerjanya yang sebesar 0,5 persen, bakal diberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, memublikasikan ketidakpatuhan pemberi kerja, pembekuan izin usaha, dan/atau pencabutan izin usaha. Di mana sebagai peringatan pertama, BP Tapera bakal mengirim peringatan tertulis yang berlaku selama sepuluh hari kerja.
Jika tidak juga melaksanakan kewajibannya, BP Tapera bakal mengirim surat peringatan tertulis kedua. Kemudian, jika pemberi kerja tidak juga mengindahkan peringatan itu, BP Tapera akan mengenakan denda administratif.
“Denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenakan sebesar 0,1 persen setiap bulan dari Simpanan yang seharusnya dibayar, yang dihitung sejak peringatan tertulis kedua berakhir; denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf d disetorkan kepada BP Tapera bersamaan dengan pembayaran Simpanan bulan berikutnya dan menjadi pendapatan lain BP Tapera,” bunyi Pasal 56 PP 25 Tahun 2020 huruf d dan e.
Sementara itu, untuk sanksi memublikasikan ketidakpatuhan pemberi kerja, akan dikenakan jika setelah sanksi denda administratif dikenakan, mereka masih tidak melaksanakan kewajibannya.
Selanjutnya, jika pemberi kerja masih belum juga membayarkan iuran pekerjanya, BP Tapera bakal membekukan izin usaha pemberi kerja, sebelum pada akhirnya memberikan sanksi terakhir, mencabut izin usaha.
“Sanksi pencabutan izin usaha Pemberi Kerja dikenakan apabila setelah pengenaan sanksi pembekuan izin usaha Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada huruf g, Pemberi Kerja tidak melaksanakan kewajibannya,” tulis huruf h.
Klaim Manfaat Ikut Tapera
Komisioner Badan Pengelola Tabungan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho, mengungkapkan, Tapera hadir untuk meningkatkan kemampuan atau affordability masyarakat untuk menjangkau harga rumah melalui cicilan dengan bunga murah yang pada akhirnya menurunkan besaran angsuran bulanan peserta.
Aturan pemotongan gaji karyawan untuk Tapera ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Prinsip gotong royong yang menjadi semangat aturan ini diterapkan.
Menurut hitungannya, untuk menjangkau rumah susun dengan asumsi harga senilai Rp300 juta, peserta Tapera bisa mendapat selisih angsuran sebesar sekitar Rp1 juta per bulan. Pasalnya, jika membeli rumah susun dengan KPR konvensional, angsurannya akan berkisar Rp3,1 juta per bulan, sedang dengan KPR Tapera hanya sebesar Rp2,1 juta per bulan, termasuk tabungan.
“Karena sebelum mendapatkan benefit dan manfaat, peserta harus nabung. Untuk apa? Untuk menunjukkan kemampuan capacity-nya dalam mengangsur,” kata Heru.
Dus, secara tidak langsung, peserta juga akan otomatis menabung di Tapera. Pada saat yang sama, dengan berlangsungnya masa kepesertaan, peserta bisa sekaligus meningkatkan bankability-nya alias kemampuannya untuk mengakses produk-produk keuangan yang disediakan perbankan.
Cukup melihat track record-nya dia menabung dalam setahun, peserta bisa mengajukan KPR atau kredit pemilikan rumah.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Maya Saputri