tirto.id - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Kementerian Hukum dan HAM, dan Panitia Perancangan UU DPR RI akhirnya menyepakati untuk menarik 16 RUU dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, salah satunya ialah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Salah satu alasannya karena masih menunggu pembahasan RKUHP terkait memasukkan sanksi pidana agar tidak berbenturan di antara dua regulasi tersebut.
Dalam rapat antara Baleg, Kemenkumham dan Panitia Perancang UU yang dilaksanakan pada Kamis (2/7/2020) siang, sempat terjadi perdebatan mengenai RUU PKS yang di-drop dari Prolegnas Prioritas 2020.
Salah satunya anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin. Menurut Nurul RUU PKS tetap dibutuhkan dan dianggap penting oleh kaum perempuan, terlebih sebagai pelindung korban kekerasan seksual.
"Karena kami merasa bahwa RUU PKS cukup penting bagi kami yang perempuan ini," kata Nurul.
Meski memang ia tak keberatan kalau memang RUU PKS dicabut dan diundur ke Prolegnas 2021, asalkan tetap dibahas.
"Kami tetap mendukung untuk dibahas RUU PKS ini, dalam masa sekarang atau pun yang berikutnya. Yang penting bahwa substansinya ini akan dimasukan kepada RUU yang akan datang, utamanya semuanya yang ada di RUU PKS tersebut," katanya.
Permintaan Nurul ini langsung ditanggapi Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas. Ia menjamin pembahasan RUU PKS tetap akan dilakukan, tapi bukan pada Prolegnas Prioritas 2020. Politikus Partai Gerindra lantas berkelakar bila kaum laki-laki pun peduli dengan RUU PKS.
"Jangan pikir bahwa laki-laki tidak [anggap penting RUU PKS] ya. Kita semua suka [membahas RUU PKS] juga. Insya Allah kita, menyangkut soal RUU PKS ini akan kita lanjutkan di Prolegnas Prioritas yang akan datang, dibahas Oktober," katanya.
RUU PKS pertama kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016, namun pembahasan RUU ini cenderung lambat.
Hingga akhir masa jabatan DPR 2014-2019, Komisi VIII DPR yang bertugas membahas ini hanya menyepakati tiga bab, yakni pencegahan, perlindungan, dan rehabilitasi. Mereka belum satu suara soal pasal-pasal tentang tindak pidana kekerasan seksual yang juga diatur dalam rancangan KUHP, yaitu pemerkosaan dan pemaksaan. Pada saat yang sama RKUHP juga mengalami penundaan.
Kendati telah menunjukkan kemajuan, pada paripurna terakhir DPR 2014-2019, RUU PKS tidak masuk ke dalam RUU carry over. Artinya, pembahasannya harus diulang lagi dari awal oleh DPR periode saat ini.
Namun, selama sembilan bulan sejak dilantik pada 1 Oktober 2019, lembaga yang kini dipimpin Puan Maharani itu belum juga terlihat niat baik untuk menyelesaikan pembahasan RUU PKS. Malah, Masa depan peraturan ini makin suram ketika Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengirim surat kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR agar RUU PKS dikeluarkan dari daftar Prolegnas Prioritas 2020 sehingga pembahasannya tahun ini akan disetop.
“Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena pembahasannya agak sulit,” kata Marwan.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto