tirto.id - SMK Negeri 2 Padang memaksa 46 siswi non-muslim untuk memakai jilbab. Aturan diskriminatif tersebut diketahui, setelah seorang siswi berinisial JCH, melalui akun Facebook miliknya, mengunggah surat pernyataan tidak bersedia mengikuti aturan memakai jilbab.
Kepala Sekolah SMKN 2 Padang Rusmadi mengakui terdapat aturan pemaksaan tersebut. Dia menyampaikan permohonan maaf.
"Saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran staf bidang kesiswaan dan bimbingan konseling dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi," kata Rusmadi melalui konferensi pers, kemarin.
Rusmadi menuturkan, akan menyelesaikan masalah ini melalui jalur kekeluargaan dalam keberagaman. Menurutnya, JCH tetap bersekolah seperti biasa.
"Tetap bersekolah seperti biasa," ucapnya.
Berdasarkan penelusuran Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat Adib Alfikri, terdapat 46 siswi non-muslim di SMKN 2 Padang. Menurutnya, sekolah tersebut mengacu pada aturan yang sudah ada sejak zaman Wali Kota Padang Fauzi Bahar, tahun 2005 lalu.
"Itu ternyata sewaktu perpindahan kewenangan ke provinsi tidak ada gejolak," ujar Adib.
Akhirnya, kata Adib, dilakukan revisi terhadap aturan tersebut di SMKN 2 Padang. Meski hanya sedikit.
"Setelah kami cek memang perlu ada revisi di situ, berpakaian muslim bagi umat muslim. Tidak ada paksaan untuk non-muslim," tuturnya.
Adib Alfikri mengaku telah memerintahkan agar setiap sekolah memberikan jaminan, tidak akan ada diskriminasi. Menurutnya tak ada yang boleh mempersoalkan masalah agama.
"Jika ini nanti akan menimbulkan gejolak, lagi-lagi kami akan memproses sesuai aturan," tuturnya.
Diprotes DPR RI & Komnas HAM
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda memprotes aturan SMKN 2 Padang tersebut. Menurutnya tindakan intoleran serupa juga pernah terjadi di Depok, Jawa Barat.
“Kejadian-kejadian tersebut cukup memprihatinkan karena diduga dilakukan oleh tenaga kependidikan di sekolah negeri yang harusnya mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila dengan inti penghormatan terhadap nilai kebhinekaan,” kata Syaiful melalui keterangan tertulisnya.
Kewajiban yang diterapkan SMKN 2 Padang itu, akda Syaiful, terlalu berlebihan. Selain itu juga mengancam kebhinekaan.
“Tidak benar jika atas nama otonomi daerah, suatu wilayah mempunyai kebebasan termasuk unit penyelenggaraan Pendidikan membuat aturan yang secara prinsip bertentangan dengan nilai dasar-nilai dasar kita dalam berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Sedangkan Komnas HAM menegaskan, menentang pemaksaan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dilakukan SMKN 2 Padang. Hal itu diungkapkan Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara melalui akun Twitter miliknya.
"Saya sudah minta jaminan bahwa siswi yang bersangkutan dan siswi lainnya bisa belajar dengan nyaman tanpa tekanan dari peserta didik lain maupun pihak lainnya," kata Beka.
Dia juga menuturkan, Senin pekan depan, akan ada pertemuan antara Komnas HAM, Ombudsman dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat untuk mengevaluasi peristiwa ini.
"Menelaah peraturan yang ada dan mencegah peristiwa yang sama terjadi lagi di masa datang," lanjutnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dieqy Hasbi Widhana