tirto.id - Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menegaskan bahwa menetapkan atau mencabut status pandemi COVID-19 bukan ditentukan oleh kepala negara. Tetapi kewenangannya berada di bawah Direktur Jenderal (Dirjen) Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Hal ini merespons pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menyebut pandemi COVID-19 sudah berakhir, dalam wawancaranya dengan kantor berita CBS News pada program 60 Minutes, Minggu, 18 September 2022. Pernyataan tersebut dikemukan kendati dia mengakui negaranya masih memiliki masalah dengan penyakit menular tersebut.
“Status pandemi itu tidak ditentukan akhirnya atau awalnya oleh pernyataan satu kepala negara, meskipun itu kepala negara maju sekalipun ya,” ungkap Dicky ketika dihubungi Tirto pada Kamis (22/9/2022).
Dia menuturkan, bahwa status pandemi memiliki indikator-indikator legal lewat konvensi internasional di bawah Peraturan Kesehatan Internasional (International Health Regulations/ IHR) Tahun 2005. Biasanya didahului dengan status darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (Public Health Emergency International Concern/PHEIC), yang kewenangannya baik menetapkan maupun mencabutnya ada di bawah otorisasi Dirjen WHO.
“Jadi bukan di kepala negara ya. Mau beberapa kepala negara menyatakan [pandemi COVID-19 berakhir], ya kalau Dirjen WHO berdasarkan pertimbangan dari komite, ada komitenya khusus,” kata Dicky.
Lanjut dia, sebelum komite WHO bersidang, mereka akan meminta masukan dari para anggota tim ahli (IHR expert team), yang representasinya di semua negara. Dicky dan Epidemiolog Senior Indonesia sekaligus Mantan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia I Nyoman Kandun merupakan salah duanya yang sering diminta komite WHO secara berkala tiap 3-4 bulan untk memberikan masukan terhadap perkembangan terkini (update) masing-masing negara atau regional.
“Itu ada sidangnya dan komite itu memintakan masukan juga dari perwakilan-perwakilan negara-negara ya. Dan saya sudah tiga kali lah memberi masukan itu,” ucap Dicky.
Kemudian dia menyebut bahwa saat ini sedang melihat pandemi COVID-19 secara global akan berakhir, tetapi belum sepenuhnya. Karena kriterianya adalah sepertiga negara di dunia harus sudah dalam kategori terkendali.
“Dan mayoritas negara itu belum [berakhir pandeminya]. Sudah ada beberapa tapi itu belum. Modalnya sudah jelas, modalnya dari vaksinasi khususnya dosis tiga atau empat ini sudah mulai terbentuk, sudah mulai tercapai di beberapa negara,” tutur Dicky.
Oleh karena itu, dia mendorong Indonesia untuk mengejar cakupan vaksinasi COVID-19 dosis ketiga sampai keempat dan jangan euforia dahulu. Sementara, misalnya Joe Biden mengajak presiden-presiden lain untuk menyatakan pandemi COVID-19 ini berakhir, itu merupakan kontradiktif dengan konvensi internasional itu sendiri.
“Yang di mana baik Amerika maupun Indonesia atau banyak mayoritas negara di dunia ini anggota WHO. Dan kita sudah meratifikasi International Health Regulations yang direvisi 2005 itu. Artinya kita terikat pada status itu,” jelas Dicky.
Di menambahkan, jika memang semua ingin segera keluar dari pandemi COVID-19 ini, maka responsnya yang perlu diperkuat dan bukan pernyataannya.
“Kan jadi nanti no action, talk only (tidak ada tindakan, hanya bicara) ya. Jadi kita harus perkuat konsistensi dari respon ini, sehingga seperti harapannya pernyataannya Dirjen WHO, ujung lorong dari krisis pandemi ini sudah terlihat, jangan sampai garis finisnya belum kita raih, kita sudah berhenti, kita sudah menyatakan menang perang,” pungkas Dicky.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri