Menuju konten utama

Eni Saragih Klaim Tidak Pernah Paksa PLN Turuti Permintaan Kotjo

Eni Saragih menyatakan dirinya tidak pernah memaksa pimpinan PLN untuk menuruti permintaan Johannes Kotjo.

Eni Saragih Klaim Tidak Pernah Paksa PLN Turuti Permintaan Kotjo
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (tengah) berjalan keluar seusai mengikuti sidang dakwaan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/11/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Eni Maulani Saragih mengklaim tidak pernah memaksa PT PLN mengikuti permintaan Johannes Kotjo terkait dengan kerja sama BUMN tersebut dengan investor swasta dalam penggarapan proyek PLTU Riau-1.

Sebaliknya, terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1 tersebut menyatakan malah meminta Kotjo mengikuti arahan PLN.

Hal itu ia sampaikan dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dalam kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Selasa (11/12/2018) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

"Saya tidak pernah memaksa PLN untuk ikut skenario investor,” kata Eni dalam persidangan.

“Saya malah minta investor untuk ikut skenario PLN. Dalam hal ini Pak Kotjo untuk ikut skenario PLN," kata Eni menambahkan.

Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso pun membenarkan hal itu ketika bersaksi dalam persidangan hari ini.

"Sepanjang pertemuan dengan saya, memang begitu [Eni tak memaksa]," kata Supangkat.

Salah satu poin yang dimaksud dalam keterangan Eni ialah masa pengendalian joint venture company dalam kerja sama PLN dengan investor swasta di proyek PLTU Riau-1.

Dakwaan jaksa terhadap Eni Saragih menyebut, China Huadian Engineering Company (CHEC) enggan menandatangi letter of intent pembangunan PLTU Riau-1. CHEC merupakan perusahaan yang akan menjadi investor dalam proyek bernilai sekitar Rp12 triliun ini. Kotjo mewakili perusahaan ini saat melobi PLN.

Kotjo disebut pernah menyampaikan kepada Sofyan Basir bahwa CHEC keberatan dengan kesepakatan soal pengendalian joint venture company. CHEC meminta masa pengendalian joint venture company PLTU Riau-1 selama 20 tahun pasca commercial operation date (COD). Sedangkan PLN menginginkan hanya 15 tahun. Hal ini menyebabkan proses finalisasi perjanjian menjadi mandeg.

Jaksa mencatat, setelah berkali-kali digelar pertemuan, CHEC menyatakan setuju dengan keinginan PLN, yakni masa pengendalian selama 15 tahun pasca COD.

Dalam sidang sebelumnya, Jaksa mendakwa Eni Saragih telah menerima suap sebesar Rp 4,75 miliar dari Johannes Kotjo. Suap itu diberikan agar Eni membantu CHEC dan Blackgold Natural Resources masuk sebagai konsorsium yang mengerjakan PLTU Riau-1.

Eni juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura dari sejumlah pengusaha di bidang migas. Oleh Eni uang tersebut seluruhnya digunakan untuk keperluan kampanye suaminya, Muhammad Al-Khadziq, di Pemilihan Bupati Temanggung beberapa waktu lalu.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom