tirto.id - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih mendengar dakwaan yang dibacakan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (29/11/2018). Jaksa mendakwa politikus Golkar tersebut menerima suap dan gratifikasi terkait pembangunan PLTU Riau-1.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji," kata Jaksa Lie Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Jaksa mengatakan Eni telah menerima suap sebesar Rp4,75 miliar dari Johannes B Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd. Uang tersebut diberikan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Rencananya, proyek itu akan dikerjakan oleh konsorsium yang terdiri dari Blackgold Natural Resources, PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi, dan China Huadian Engineering Compant Ltd (CHEC, Ltd).
Di dalam dakwaan dijelaskan perkenalan antara Eni dan Kotjo dilakukan pada 2016 di ruang kerja Setya Novanto. Kala itu Setnov masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Setnov awalnya diminta bantuan oleh Kotjo untuk mendapatkan proyek pembangkit. Untuk itu, Setnov mengenalkan Kotjo ke Eni Saragih. Eni saat itu merupakan anggota Komisi VII DPR di mana PLN merupakan salah satu mitranya. Setnov kemudian meminta Eni membantu Kotjo, dan Eni dijanjikan fee sebesar Rp 2,5% dari nilai proyek PLTU Riau-1.
Pada kasus ini, Eni beberapa kali mengajak Kotjo bertemu dengan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso hal ini. Ketiganya beberapa kali melakukan pertemuan hingga akhirnya PT PLN mengeluarkan letter of intent (LoI) terkait pembangunan PLTU Riau-1. Surat tersebut salah satunya berisi soal masa kontrak yakni 25 tahun dengan tarif dasar 5,49 dolar AS.
Selain mendakwa Eni telah menerima suap, jaksa KPK juga mendakwa istri Bupati Temanggung itu dengan pidana gratifikasi. KPK mengungkap total Eni menerima uang sebesar Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
Uang itu berasal dari sejumlah direktur perusahaan migas, antara lain dari Direktur PT Smelting Prihado Santoso (Rp 250 juta); Direktur PT One Connect Indonesia Herwin Tanuwidjaja (Rp 100 juta & 40 ribu dolar Singapura); Pemilik PT Borneo Lumbung Energi Samin Tan (Rp 5 miliar); dan Presdir PT Isargas (250 juta).
Jaksa mengatakan seluruh uang yang diterima digunakan untuk kepentingan Pilkada 2018 suami Eni Saragih, yakni M. Al Khadziq. Saat itu Al-Khadziq jadi calon Bupati Temanggung.
Atas suap yang diterima, Jaksa mendakwa Eni dengan Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Sementara atas gratifikasi yang ia terima, jaksa mendakwa Eni telah melanggar Pasal 12C Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri