tirto.id - Tak ada yang menyangka jika tim NXL mampu menyabet gelar juara dalam Mobile Professional League (MPL) Indonesia, sebuah turnamen perdana tingkat nasional yang diadakan secara gratis oleh Mobile Legends: Bang Bang. Kemenangan ini membuat mereka menggondol hadiah Rp506 juta.
Salah satu pemain kunci NXL adalah Afrindo Valentino, anak mudah berusia 22 tahun, mahasiswa semester enam di Universitas Tarumanagara. Usia Afrindo cocok dengan profil Generasi Z, kelompok usia yang lahir antara tahun 1996 sampai 2010, yang memiliki ciri, di antara hal lain, asyik dengan teknologi. Sebagian dari mereka bercita-cita menjadi gamer.
Laga final MPL digelar di Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat, pada awal April lalu. Sebelum bertanding di final, tim Afrindo Valentino dkk lepas kontrak dari NXL sebagai pihak manajemen dan sponsor. Nama NXL tetap mereka pakai karena kebijakan dari Moonton, perusahaan pengembang Mobile Legends berbasis di Shanghai, Tiongkok.
“Tadinya kami mau bubar, baik juara atau tidak,” ujar Afrindo, yang kini bersama timnya mencari manajemen dan sponsor baru. “Cuma ada permintaan dari fans dan manajer utama kami dari Manado biar tidak bubar.”
Afrindo pernah melatih kemampuan di dunia e-Sports dengan bermain gim hingga 20 jam sehari. Dia melakukan ini di tengah kesibukannya kuliah. Ia menilai bahwa perhatian pemerintah, terkhusus Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan pihak kampus masih minim pada atlet e-Sports.
“Kalau bisa pemerintah siapkan sebuah tempat untuk para atlet profesional e-Sports untuk latihan sebelum bertandang ke luar negeri,” ujar Afrindo melalui telepon, yang hari-harinya sejak memenangkan MPL bikin ia sibuk dan meladeni para fans.
Berikut perbincangan saya dengan Afrindo (dengan penyuntingan minor demi kalimat efektif.)
Kemarin banyak yang meneriakkan nama kamu di MPL. Ke mana-mana kamu harus dijaga satpam. Apa yang berubah ketika kamu telah jadi superstar dari keseharianmu yang sebelumnya?
Kalau dibilang berubah sih enggak beda banget. Cuma kali ini lebih banyak yang kayak ngajakin ketemuan, sebelumnya enggak ada. Ada yang ngajak meet and greet. Ada pertemuan dengan media.
Sekarang, kan, kami sudah tidak di bawah naungan NXL. Nah, banyak tim yang ngajak ketemuan buat ngebahas kontrak. Itu banyak sekali seminggu ini.
Kalau ke fans, sih, saya welcome, ya. Banyak yang ajak foto. Tapi, karena kemarin di MPL, panitia tidak membolehkan, ya agak susah foto bareng. Soalnya ngejar waktu. Terpaksa menolak. Mungkin, kalau saya tidak pakai atribut masih aman, enggak ada yang kenal. Teman saya di kampus sudah tahu.
Waktu jalin kontrak dengan NXL, apa sih yang dibolehkan dan tidak?
Kalau yang tidak diperbolehkan di kontrak itu cuma mengubah logo tim, nama tim, dan nama pendek di gim. Selebihnya bebas.
Apa fasilitas yang mereka kasih untuk kalian?
Mereka memberikan gaji, akomodasi, hotel, makan, dan lain-lain. Semuanya ditanggung dari makan, perjalanan, sampai tempat tinggal kami.
Kamu juga jualan diamond dan joki player?
Kalau joki, saya paling enggak suka, sih. Joki itu bikin skill turun. Paling saya cuma buka jasa joki tapi enggak ngejoki, jadi nanti ada orang kedua yang tugasnya jadi penjoki. Kalau jualan diamond dulu, sih. Sekarang enggak. Itu bantu teman yang jualan diamond. Jadi ada yang jual diamond murah, saya isi, saya jual ke orang-orang. Jadi reseller, gitu.
Gaji bulanan berapa dari manajemen dan penyelenggara?
Dari pihak penyelenggara: Moonton. Revival TV itu semacam pihak kedua Moonton. Jadi, ngasihnya per minggu. Itu, kan, ada 7 minggu dalam regular season, sejak Januari. Dikasih per tim; semuanya diserahkan ke tim untuk membaginya. Kami dapat Rp3,9 juta per minggu untuk satu tim.
Kalau gaji dari NXL atau pihak manajemen dari divisi Mobile Legends?
Kami dibayar hanya pada Januari karena kami melepas diri dari Februari. Terbilang kecil, sih. Cuma Rp500 ribu sebagai gaji pokok per bulan. Tapi, ada bonus kalau jadi top global ranking. Bonusnya sekitar Rp2 juta kalau [masuk] sepuluh besar.
Setelah lepas dari NXL, kalian dikontrak manajemen mana?
Enggak dikontrak. Kami sampai saat ini belum tahu mau ke mana. Cuma banyak sih tim yang minta kami untuk ketemu.
Perkembangan e-Sports di Indonesia lumayan pesat. Tapi, tiap gim ada masanya. Misalnya, Mobile Legends bisa saja enggak tenar lagi: tak ada kompetisi atau tak dimainkan lagi. Nah, sebagai atlet e-Sports, sudah mempertimbangkan bakal bagaimana ke depan?
Kami belum memikirkan sih untuk ke depan akan gimana. Cuma untuk saya pribadi, saya memakai duit yang saya dapat untuk usaha atau apa; yang utama untuk membahagiakan orangtua.
Soal orangtua, ada pandangan atlet e-Sports main gim, yang bisa kecanduan. Pengalamanmu bagaimana?
Memang sih sempat orangtua saya melarang banget karena takut kuliah saya terganggu. Saya meyakinkan saya bisa menghasilkan dari situ. Saya ikut turnamen yang lain dan dapat duit, sebelum MPL. Akhirnya, saya diizinkan tapi dengan catatan: kuliah tidak boleh terganggu. Boleh main tapi cuma giat di weekend saja. Sampai tahu saya juara satu kemarin, orangtua saya bangga dan enggak nyangka.
Bagaimana kamu bisa tertarik main Mobile Legends?
Saya pertama main gim PC, League of Legends. Tapi, karena tiba-tiba ada gim handphone, saya coba-coba Mobile Legends. Itu mulai nyoba sejak season 3.
Sehari main berapa jam?
Dulu waktu saya ngejar top global rank main gim 20 jam sehari. Saya top global di season 7. Waktu itu pas hari libur, saya fokus kejar rank. Yaaah, dibilang ngeri sih, ngeri, sampai diomelin orangtua. Cuma saya jaga kondisi; makan jangan sampai lupa. Sekarang belum ada sponsor, main seadanya saja.
Kalian dalam satu tim ada di Pontianak, Tangerang, dan kamu sendiri di Jakarta. Bagaimana cara kalian mendisiplinkan latihan?
Kami hampir enggak pernah latihan. Jadi, sistem latihan kami hanya mendekati turnamen. Latihannya juga enggak tentu. Kalau ada satu pemain yang enggak bisa, ya batal. Enggak dipaksakan. Kalau bisa semua paling jam 9 malam, sampai jam 11 malam.
Kami main seperti biasa tanpa call, biar dapat chemistry. Kami latihan langsung di ranked, enggak pernah mau melawan tim lain. Itu lebih banyak enggak latihan. Anggota kami lima, doang. Enggak pernah berubah. Konsisten.
Sekarang kami sedang mencari sponsor yang mau mengakuisisi.
Kalian punya pelatih?
Enggak punya. Saya sebagai leader, tim saya percaya leadership saya dan saya juga percaya sama mereka. Tapi saya tetap mencari info dan strategi.
Sewaktu berlaga di MPL, saya lihat kamu sibuk memimpin perbincangan dalam tim. Tim juga mendengarkan yang kamu jelaskan.
Saya juga bilang ke mereka: jika mereka punya ide atau masukan lain, bilang saja; saya enggak akan nolak.
Saat di MPL, tim Rex Regum Qeon (RRQ) kok bisa dikalahkan 2 kali oleh kalian? Dan tim EVOS Esports oun kalah oleh kalian. Apa strateginya?
Itu benar-benar di luar dugaan bisa ngalahin RRQ sampai 2-0, dan melawan EVOS kami bisa membalikkan keadaan jadi 3-2. Kaget juga sih bisa seperti itu.
Kami, kalau kalah, enggak saling menyalahkan. Kami tetap ketawa saja. Kami main tanpa beban: siap kalah dan menang. Memang ada yang mentalnya down, tapi saya sebagai leader ngomong: "Kami ini tiga besar. Mana mental juara kalian?"
Waktu melawan EVOS juga, saya membalikkan mental down tim. Waktu kelar makan, say bilang: "Ayo kita menangin, kita pasti bisa juara!"
Intinya, kalau kalah, jangan pernah nyalahin tim. Fokus dan balikin semangat tim!
Dari pemerintah, apakah ada bantuan dana bagi kalian sebagai atlet e-Sports?
Enggak ada untuk sekarang. Tapi, kami diundang oleh Ketua MPR untuk hadir di Senayan dan katanya mau dikasih hadiah tambahan. Tapi kami enggak tahu itu apa.
Apakah ada keringanan atau pengertian dari kampus?
Selama ini enggak ada. Kayak kemarin saya ada ujian, tapi untungnya tidak bentrok dengan hari turnamen MPL. Jadi, sebelum MPL hari pertama itu kami masih di hotel. Nah, pihak penyelenggara mengizinkan saya untuk ikut ujian.
Harapan kamu ke pemerintah buat punya perhatian pada atlet e-Sports?
Pemerintah bisa dukung kami, para atlet e-Sports. Para atlet e-Sports itu bawa nama Indonesia, yang akan bertanding dengan negara lain. Pemerintah samakan atlet e-Sports dengan atlet-atlet cabang olahraga lain.
Pernah ikut Mobile Legends South East Asia Cup (MSC)?
Waktu itu saya masih solo player, belum punya tim. Waktu MSC, saya hanya nonton. Mobile Legends ini sungguh luar biasa. Saya tidak menyangka MPL Indonesia ini lebih ramai daripada MSC; benar-benar meledak.
Keramaian ini menambah ketegangan atau semangat?
Tegang sih, enggak. Kami, kan, pendukungnya dikit. Banyak yang mengira EVOS atau RRQ yang menang. Malah saya termotivasi untuk membuat suporter itu terdiam.
Memang banyak yang mengatakan kami hoki ngalahin RRQ dan EVOS. Tapi, menurut saya, ada sedikit hoki tapi hanya 1 persen. Jangan lupakan juga perjalanan kami menjadi juara ini tidak mudah. Kami harus melawan tim favorit seperti Bigetron Player Kill, RRQ, dan EVOS eSpots. Selain 3 tim itu, kami tidak pernah bertemu. Tiga tim itu masuk empat besar semua.
Apa kritik kamu buat Moonton?
Masalah logo atau apa gitu kayak kejadian di tim saya. Memang tim kami ada kontrak dengan manajemen. Tapi, kalau lepas kontrak, harusnya bisa diubah. Itu yang bikin pusing player. Kalau bisa, yang putus kontrak seperti itu diberi izin. Biar kami bisa ganti logo atau ganti nickname.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam