tirto.id - Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga anggota DPR RI 2014-2019 Romahurmuziy alias Rommy dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Rommy terbukti menerima suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.
"Menyatakan terdakwa Romahurmuziy terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan," kata JPU KPK, Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/1/2020) seperti dilansir dari Antara.
Tuntutan tersebut karena Rommy dinilai terbukti melakukan dua dakwaan pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Romahurmuziy sebesar Rp46,4 juta selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap," kata Wawan.
Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda Rommy disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Bila tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, Rommy dituntut untuk dipidana penjara selama 1 tahun penjara.
JPU KPK juga meminta hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun.
"Menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih di jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," katanya.
Dalam dakwaan pertama, Rommy dinilai terbukti menerima sebesar Rp255 juta dari Haris Hassanudin yang diterima dalam dua tahap yaitu Rp5 juta pada Januari 2019 dan Rp250 juta pada Februari 2019.
Pada 6 Januari 2019, bertempat di rumah Rommy di Kramatjati Jakarta Timur, Rommy menerima uang sejumlah Rp5 juta dari Haris Hasanuddin sebagai kompensasi atas bantuan Rommy sehingga Haris Hasanuddin dinyatakan lolos seleksi administrasi sekaligus sebagai komitmen awal untuk bisa diangkat dalam jabatan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Selanjutnya pada 6 Februari 2019, juga di rumahnya, Rommy menerima uang Rp250 juta dari Haris sebagai kompensasi atas bantuan terdakwa dalam proses pengangkatan Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Haris memang mendaftar sebagai calon Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.
Namun, Haris pernah dijatuhi sanksi disiplin pegawai negeri sipil (PNS) berupa penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Untuk memperlancar keikutsertaannya dalam seleksi jabatan Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Haris ingin meminta bantuan langsung kepada Lukman Hakim Saifuddin sebagai Menteri Agama saat itu.
Karena Haris merasa sulit menemui Lukman, maka Ketua DPP PPP Jawa Timur Musyaffaq Noer menyarankan untuk menemui Rommy selaku anggota DPR RI sekaligus Ketua Umum PPP mengingat Menag adalah kader PPP yang mempunyai kedekatan khusus dengan Rommy.
Dalam persidangan, Rommy mengaku sudah mengembalikan uang Rp250 juta ke Haris Hasanuddin melalui Norman Zein Nahdi, namun JPU KPK membantah argumentasi tersebut.
"Kalau benar dikembalikan kepada Haris Hasanuddin melalui Norman Zein Nahdi yang kemudian di persidangan Norman menyatakan telah menerima sebesar Rp250 juta ternyata di persidangan Norman tidak dapat membuktikan tentang penggunaan uang tersebut sehingga kesaksian Norman haruslah dikesampingkan," katanya.
JPU KPK juga menilai Lukman Hakim terbukti memberikan atensi kepada Haris Hasanuddin yang dimaknai agar Haris diloloskan ke seleksi meski nilainya tidak memenuhi persyaratan dengan menambah nilai Haris meski tidak lolos 3 besar.
Dalam dakwaan kedua, Rommy dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp91,4 juta dari Muhammad Muafaq Wirahadi karena membantu pengangkatan Muafaq sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
"Uang tersebut diberikan karena terdakwa telah melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Muhammad Muafaq Wirahadi sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik," kata Jaksa KPK Ariawan Agustiartono menambahkan.
Sebelumnya, Muafaq tidak masuk dalam nama yang diusulkan kepada Sekjen Kementerian Agama sebagai calon Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
"Mengetahui dirinya tidak diusulkan sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi menemui Haris Hasanuddin selaku Plt Kepala Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur agar diusulkan sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Gresik," kata jaksa Ariawan.
Hal serupa juga disampaikan Muafaq kepada Abdul Rochim yang merupakan sepupu Rommy sekaligus meminta dikenalkan kepada Rommy.
Pada pertengahan Oktober 2018, Rommy bertemu dengan Muafaq Wirahadi dan meminta bantuan Rommy untuk menjadikan Muafaq sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik, kemudian disanggupi Rommy.
"Tujuan saksi Muafaq memberikan uang adalah karena ingin bantuan terdakwa agar dapat menjadi Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik. Bukti CCTV Hotel Bumi, menunjukkan uang Rp50 juta dari Muafaq sudah menerima uang dari Muafaq dan tidak mungkin tanpa sepengetahuan terdakwa," kata jaksa Ariawan.
Meski Rommy mengatakan tidak pernah mengintervensi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin maupun Sekjen Kemenag Nur Kholis, tetapi pernyataan itu tidak sesuai dengan saksi-saksi lainnya.
Atas tuntutan tersebut, Rommy akan mengajukan nota pembelaan pada 13 Januari 2020.
Haris dan Muafaq sebelumnya telah dijatuhi vonis. Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Rommy dan Menag Lukman sebesar Rp325 juta. Sedangkan Muafaq divonis 1,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap sejumlah Rp91,4 juta kepada Rommy dan caleg DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Bayu Septianto