tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mengalami kontraksi 2,07 persen secara year on year. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kontraksi ini dipengaruhi oleh pelemahan di berbagai sektor ekonomi akibat imbas pandemi COVID-19.
Suhariyanto mengatakan, ini merupakan kontraksi ekonomi pertama Indonesia sejak krisis moneter 1998. Bedanya, kata Suhariyanto, pada 1998, ekonomi RI kontraksi karena krisis ekonomi, sementara di 2020 lebih disebabkan faktor pandemi.
“Untuk pertama kalinya Indonesia mengalami kontraksi sejak 1998. Pada 1998 karena krisis moneter dan 2020 mengalami pandemi,” kata dia dalam konferensi persnya, Jumat (5/2/2021).
Berdasarkan struktur PDB RI, di tahun 2020 hanya ada tujuh sektor yang mengalami pertumbuhan positif. Itu pun masih cenderung melambat dibanding tahun sebelumnya, terkecuali sektor telekomunikasi, keuangan dan asuransi, serta kesehatan dan kegiatan sosial.
“Untuk jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh 11,6 persen lebih tinggi dibanding pertumbuhan di 2019. Ini karena ada kenaikan pendapatan rumah sakit dan laboratorium serta klinik yang berhubungan dengan COVID-19,” kata dia.
Pada tahun 2020, Pembentukan Modal Tetap Bruto mengalami kontraksi terdalam hingga 1,63%. Sementara konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi -1,43%, konsumsi LNPRT -0,05%, konsumsi pemerintah 0,15%, dan lainnya 0,89%.
Dilihat dari sisi pengeluaran, sebagian besar masih minus. Hanya konsumsi pemerintah yang mencatat pertumbuhan itupun hanya 1,94%. Sisanya masih mengalami kontraksi yakni pengeluaran konsumsi rumah tangga (-2,63%), pengeluaran konsumsi LPNRT (-4,29%), Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB (-4,95%), ekspor (-7,70%), impor (-14,71%).
Meski mengalami kontraksi, kondisi Indonesia bisa dikatakan masih lebih baik dari sejumlah negara lain yang juga tumbang dihantam pandemi COVID-19. Beberapa negara, mengalami gelombang kedua wabah sehingga hal itu memukul perekonomian masyarakat.
Amerika Serikat misalnya, mengalami kontraksi hingga 3,5 persen. Tak beda dengan Uni Eropa. Lembaga resmi negara setempat mengumumkan Uni Eropa mengalami kontraksi 6,4 persen.
Sedangkan negara-negara di Asia seperti Hong Kong mengalami kontraksi dalam mencapai 6,1 persen; Singapura kontraksi 5,8 persen; dan Korea Selatan kontraksi 1,01 persen. Tercatat hanya dua negara yang saat ini mengumumkan pertumbuhan positif, yakni Cina dan Vietnam.
“Di kuartal IV, penyebaran Covid-19 masih tinggi dan sulit diturunkan. Ini terjadi tidak hanya di Indonesia tapi di hampir seluruh negara. Kondisi ini menyebabkan beberapa negara Eropa yang mengalami second wave menerapkan lockdown,” tandas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti