tirto.id - Bank Indonesia (BI) meminta perusahaan penyedia jasa transaksi keuangan digital tidak ragu menerapkan teknologi application programming interface (API).
Gubernur BI Perry Warjiyo menilai perkembangan ekonomi dan keuangan digital membuat data nasabah menjadi komoditas yang dapat dimanfaatkan jika dikelola dengan tepat.
Meskipun ancaman keamanan siber selalu ada, dia berpendapat risiko itu bisa diatasi dengan pengelolaan data yang baik.
"Google, Apple, Alibaba, mereka mengumpulkan data dari masyarakat, data and coding. Siapa yang punya data, coding, owning the world, owning the economy," ujar Perry di kompleks Gedung BI, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019).
Agar data dapat dikelola dengan baik, kata Perry, BI mendorong penerapan digital open banking dan interlink dengan fintech melalui standardisasi Open API.
Open API memungkinkan keterbukaan informasi keuangan bank dan Fintech kepada pihak ketiga secara aman guna memberikan variasi dan kemudahan masyarakat dalam bertransaksi.
"Contohnya data. Kita tidak bisa memberikan seluruh data ke private, ini demi costumer security, [mencegah] money laundring, dan lain-lain. Ini kenapa harus diimbangi dengan policy," kata Perry.
Lagi pula, menurut Perry, sejak lama perbankan telah memiliki big data. Sayangnya hal tersebut tak dimanfaatkan dengan optimal dan sesuai dengan kebutuhan di era digital saat ini.
Lantaran itu lah, risiko seperti persaingan monopolistik dan shadow banking, yang dapat mengurangi efektivitas pengendalian moneter, stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran, selalu mengintai.
"The banking itu salah satu yang punya data, tetapi selama ini tidak dijadikan komoditas, digital banking adalah satu upaya menjadikannya komoditas, to gather the need of people, isunya bagaimana gunakan data ini," ujar Perry.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom