Menuju konten utama

Ekonom Nilai Perubahan APBN Bisa Dilakukan Tanpa Persetujuan DPR

Ajib Hamdani menilai, perombakan APBN ini dimungkinkan bisa dilakukan pemerintah tanpa harus mendapatkan persetujuan dari DPR.

Ekonom Nilai Perubahan APBN Bisa Dilakukan Tanpa Persetujuan DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) berserta jajaran Kementerian Keuangan menghadiri Rapat Paripurna DPR RI Ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/8/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.

tirto.id - Pemerintah berencana melakukan penyesuaian postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Penyesuaian ini dilakukan merespons dampak pandemi COVID-19 yang mulai mereda di Tanah Air.

Pengamat Ekonomi IndiGo Network, Ajib Hamdani menilai, perombakan APBN ini dimungkinkan bisa dilakukan pemerintah tanpa harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Caranya, dengan pemanfaatan ruang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.

"Dengan instrumen UU Nomor 2 tahun 2020, pemerintah masih bisa membuat struktur APBN sesuai kebutuhan, tanpa persetujuan DPR," kata Ajib kepada reporter Tirto, Jumat (13/5/2022).

Lewat instrumen UU 2/2020 maka pemerintah bisa melakukan mekanisme internal seperti dengan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres). Mekanisme itu dilakukan pada 2020 dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, sesuai persetujuan DPR.

"Ini tahun terakhir pemerintah bisa menggunakan instrumen UU Nomor 2 tahun 2020 ini. Hal berbeda nanti di tahun 2023," kata Ajib.

Dalam konteks potensi pertumbuhan penerimaan negara, Ajib melihat tahun ini masih bisa tercapai yakni sebesar Rp1.846 triliun. Terlebih pertumbuhan ekonomi secara agregat potensinya di atas 5 persen sepanjang 2022 ini.

Hal kedua, membuat penerimaan negara tercapai karena adanya kebijakan fiskal yang mendorong kenaikan penerimaan. Misalnya tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, penerapan pajak karbon di pertengahan tahun, kemudian adanya program PPS, dan lainnya menjadi potensi baru kenaikan penerimaan.

Atas dasar itu, secara konservatif, pertumbuhan ekonomi diperkirakan Ajib pada tahun ini berada di 5,5 persen, inflasi kisaran 3,5 persen, serta kenaikan tarif PPN menyumbang 3 persen.

“Dan kebijakan lainnya mendorong eskalasi sekitar 5 persen, maka potensi 17 persen menjadi achievable," kata Ajib.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya memperkirakan dari sisi pendapatan akan tumbuh lebih dari 11 persen sampai akhir tahun. Pertumbuhan itu tidak lepas dari kenaikan beberapa harga komoditas global seperti minyak, CPO, dan batu bara.

"Ini semuanya mendapatkan tambahan penerimaan negara. Jadi kita punya pertumbuhan pendapatan negara cukup tinggi," katanya.

Bendahara Negara itu melanjutkan, dalam dua bulan ke depan pemerintah akan bicara dengan DPR untuk segera melakukan perombakan. Terlebih dalam sidang kabinet beberapa waktu lalu, kemungkinan perubahan itu sudah dikemukakan.

"Kita sudah bicara disidang kabinet bagaimana postur APBN di 2022 ini akan bergerak berubah,” jelasnya.

Mengutip Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang APBN Tahun Anggaran 2022, pendapatan negara saat ini ditetapkan pemerintah sebesar Rp1.846 triliun. Terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp1.510 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp355 triliun miliar, serta penerimaan hibah Rp579 miliar.

Sementara untuk belanja negara ditetapkan tahun ini Rp2.714 triliun. Belanja negara itu terdiri untuk pemerintah pusat Rp1.944 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp769 triliun.

Selanjutnya untuk keseimbangan premier dipatok sebesar Rp462 triliun dan defisit pembiayaan senilai Rp863 triliun.

Baca juga artikel terkait APBN 2022 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz