tirto.id - Bank Indonesia (BI) telah mengindikasikan bakal menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, peluang untuk menyesuaikan suku bunga tersebut akan dikaji dan direspons dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu hingga Kamis (16-17 Mei 2018) mendatang.
“Kami buka peluang itu dan melihatnya sangat memungkinkan. BI akan selalu hadir untuk menjaga stabilitas dan confidence, serta selalu ada di pasar,” ungkap Agus di Hotel Ritz Carlton, Jakarta pada Selasa (15/5/2018).
Rencana itu pun sejalan dengan saran yang disampaikan pengamat ekonomi Aviliani. Dengan menaikkan suku bunga acuan hingga sebanyak 50 basis poin (bps) atau sekitar 0,5 persen, Aviliani menilai BI dapat menahan rupiah.
“Karena kalau (kenaikannya) hanya 25 bps, kita sudah terlambat. Kalau 50 bps, paling tidak menahan untuk capital outflow. Kita juga sudah melihat kan kira-kira kenaikan suku bunga The Fed (Bank Sentral AS),” kata Aviliani, dalam kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, Aviliani menilai kenaikan suku bunga tersebut dapat berdampak pada perbaikan posisi nilai tukar rupiah, seperti yang pada hari ini (15/5/2018) berada di Rp14.012. Meskipun di sisi lain, ia juga tidak menampik bahwa kenaikan suku bunga dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap kredit yang tidak tumbuh.
“Namun kalau nilai tukar membaik atau lebih stabil, cenderung dunia usaha tidak takut dengan investasi. Kenaikan harga masih bisa dihindari,” ujar Aviliani.
Selain itu, upaya untuk menambah cadangan devisa lewat pertimbangan pinjaman bilateral juga dirasa perlu. “Mungkin perlu diatur supaya orang tidak panik. Sehingga mereka hanya memborong dolar AS sesuai kebutuhannya,” ucap Aviliani lagi.
Pertumbuhan ekonomi pun semakin berpotensi mencapai target apabila ada penyesuaian suku bunga. Kendati demikian, Aviliani meragukan bahwa pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,4 persen sebagaimana ditargetkan pemerintah.
Mengacu pada realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I 2018 yang sebesar 5,06 persen, Aviliani memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun ini bisa mencapai 5,2 persen.
Masih dalam kesempatan yang sama, Aviliani berpendapat bahwa pemerintah juga perlu berfokus pada kebijakan yang dibuatnya serta menjaga iklim investasi di dalam negeri. Oleh karena itu, Aviliani menilai kenaikan suku bunga tidak lantas membuat investor jadi enggan berinvestasi di Indonesia.
“Misalnya untuk tax holiday ini, sudah diberikan banyak tapi tidak fokus. Jadi akhirnya nanti padat modal yang datang, bukan padat karya. Perlu ada kebijakan yang lebih fokus terkait industri yang diharapkan,” jelas Aviliani.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto