tirto.id - Direktur Eksekutif INFRA, Agus Chairudin beserta sejumlah kelompok masyarakat lainnya mendatangi Komisi Yudisial (KY), guna mendesak untuk membebaskan Buni Yani, terdakwa kasus dugaan pelanggaran UU ITE terkait postingan Facebooknya mengenai video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentang surat Al Maidah di Kepulauan Seribu.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa Buni Yani akan dituntut selama dua tahun penjara, karena kasus itu berkaitan dengan vonis kasus penistaan agama atas terpidana Ahok yang juga dipenjara selama dua tahun, agar seimbang.
Agus menilai pernyataan Jaksa Agung yang menuntut adanya kesetaraan antara kasus Ahok dan Buni Yani itu menimbulkan spekulasi balas dendam. Pasalnya, kata Agus, berdasarkan fakta persidangan baik saksi dan pakar menyatakan Buni Yani tidak terbukti bersalah. Untuk itu mereka meminta Buni Yani dibebaskan secara hukum.
"Kami mendesak komisioner Komisi Yudisial berani menyatakan sikap resmi mendukung majelis hakim menggunakan wewenang keputusan ultra petitum berdasarkan yurisprudensi putusan majelis hakim kasus penistaan agama," kata Direktur Eksekutif INFRA Agus Chairudin di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Sementara Advokat dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis, Eggi Sudjana mengatakan, apabila Buni Yani divonis bersalah, maka hakim dinilai tidak profesional karena menyimpang dari ilmu hukum.
Ia menduga ada pihak yang mengintervensi hakim terkait persidangan Buni Yani. Apalagi, Jaksa Agung sempat menyinggung agar ada kesetaraan antara kasus Buni Yani dengan Ahok. Oleh karena itu, mereka meminta Komisi Yudisial mengawasi hakim untuk memberikan putusan yang adil.
"Yang kami inginkan nanti pada saat putusan jangan melukai keadilan masyarakat," kata Eggi di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Eggi pun mengingatkan, apabila putusan terhadap Buni Yani dinilai tidak adil, maka tidak menutup kemungkinan akan ada aksi lanjutan. "Bila terjadi hal-hal tidak diinginkan jangan salahkan masyarakat karena masyarakat sudah mencari keadilan yang benar lewat pengadilan tapi pengadilan tidak memberikan rasa keadilan," kata Eggi.
Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa memberikan tanggapan atas persoalan itu karena dikhawatirkan akan mempengaruhi proses persidangan Buni Yani.
"Mohon maaf kalau seandainya intervensi menyangkut sikap harus begini, harus begini itu kami melanggar kode etik sendiri dan melanggar Undang-undang karena dalam peraturan bersama kami dengan Mahkamah Agung kami tidak boleh menentapkan benar atau salahnya suatu putusan," kata Jaja di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Jaja mengatakan, Komisi Yudisial akan terus melakukan pemantauan terhadap kasus Buni Yani. Jaja berharap publik ikut membantu mendorong hakim memutus perkara dengan seadil-adilnya.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto