tirto.id - Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan (KKP) Susi Pudjiastuti mengkritik rencana pencabutan larangan benih lobster oleh Edhy Prabowo.
Menurut Susi, kebijakan yang pernah ia keluarkan tersebut seharusnya tak diubah demi melindungi bibit lobster dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
"Lobster yg bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita untuk menual bibitnya," tulis Susi dalam akun twitter pribadinya @susipudjiastuti hari ini, Selasa (10/12/2019).
Susi bahkan menyebut kebijakan tersebut mencerminkan sikap kufur terhadap nikmat yang telah diberikan atas kekayaan laut Indonesia.
"Dengan harga seperseratusnya pun tidak. Astagfirulah .. karunia Tuhan tidak boleh kita kufur akan nikmat dr Nya," lanjut Susi dalam kicauannya.
Kebijakan larangan ekspor benih lobster diatur dalam Permen KKP No. 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) dari Wilayah RI.
Lobster yg bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita untuk menual bibitnya; dengan harga seperseratusnyapun tidak. Astagfirulah .. karunia Tuhan tidak boleh kita kufur akan nikmat dr Nya. pic.twitter.com/azRbGV9YOC
— Susi Pudjiastuti (@susipudjiastuti) December 10, 2019
Ekonom Senior Universitas Indonesia, Faisal Basri mengkritik rencana Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo mencabut larangan ekspor benih lobster.
Faisal bilang langkah itu bisa menjadi kontraproduktif karena kenyataannya larangan itu berkontribusi pada peningkatan nilai ekspor sektor perikanan Indonesia. “Belum sebulan kabinet, ada larangan ekspor benih lobster dicabut. Jadi sekarang jual-beli itu, enggak kita besarkan. Ini gila ini,” ucap Faisal dalam paparannya di Kemenkeu, Selasa (10/12/2019).
Data International Trade Center (ITC) menunjukan ekspor lobster dengan kode HS 03 mengalami kenaikan usai Permen No. 56 diterapkan.
Alih-alih turun seperti yang dituding oleh sejumlah pengusaha, nilai ekspor HS 03 naik dari sekitar 2,8 miliar dolar AS menjadi sekitar 3,25 miliar dolar AS per 2018. Nilai ini, kata Faisal, diperoleh sebagai imbas dari larangan itu.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan