tirto.id - End Child Prostitution and Trafficking (ECPAT) Indonesia mengkritik kinerja kepolisian dalam menangani korban kekerasan seksual berusia anak-anak.
Koordinator ECPAT Ahmad Sofian mengatakan meskipun selama ini telah dikerahkan polisi wanita untuk menangani anak-anak korban kekerasan seksual, tapi belum semua aparat terlatih.
"Mereka belum bersahabat, belum memahami konteks pemeriksaan anak yang berhadapan dengan hukum. Ada beberapa polwan yang sebenarnya sudah terlatih tapi jumlahnya kecil," ujar Sofian usai acara diskusi di Kementerian PPPA, Jakarta Pusat, Jumat (15/3/2019).
Dia mencontohkan, di banyak kasus, anak-anak korban kekerasan seksual diperlakukan sama seperti orang dewasa.
Sofian menduga, kondisi seperti itu menyebabkan laporan kasus kekerasan seksual dengan korban anak-anak di kepolisian masih sedikit.
Dia mencatat, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 24.7610 kasus kejahatan pada anak pada 2016. 30 persennya adalah kejahatan seksual.
Akan tetapi, kata Sofian, dari jumlah tersebut hanya 20 persen yang dilaporkan ke kepolisian.
Selain itu, dia menambahkan, bagi keluarga kelas menengah ke bawah, ada persepsi melaporkan kasus kekerasan seksual pada anak ke polisi dan berurusan dengan hukum itu menyeramkan.
"Biasanya mempunyai phobia pada aparat penegak hukum, takut melapor dan tak punya keberanian. Sehingga banyak kasus di mana korban kejahatan seksual tidak mau melaporkan," kata dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom