Menuju konten utama

Dukung Palestina, Tapi Transaksi RI-Israel 100 Kali Lebih Tinggi

Meski sarat kontroversi, Gus Dur memilih membuka hubungan dagang dengan Israel pada 1999. Dua dekade berselang, nilai transaksi puluhan kali lipat.

Dukung Palestina, Tapi Transaksi RI-Israel 100 Kali Lebih Tinggi
Header Insider Menolak Hubungan Diplomatik, Tapi Membuka Keran Dagang. tirto.id/Mojo

tirto.id - Pada awal September 1944 silam, suara seorang lelaki dengan aksen Arab tersiar melalui stasiun radio di Berlin. Dari sana, ia mengucapkan selamat merdeka kepada suatu negara yang sebenarnya sama sekali belum merdeka.

Lelaki itu bernama lengkap Muḥammad Amin Ṭāhir Muṣṭafā Al-Ḥusayni alias Syekh Al-Husaini, orang Palestina sekaligus mantan mufti agung Yerusalem yang sedang sembunyi dari incaran Inggris. Sedangkan negara yang dimaksud adalah Indonesia.

Syekh Al-Husaini merupakan tokoh religi yang dipilih Inggris menjadi mufti pada penghujung 1921. Ia hidup berpindah-pindah dan menetap di Jerman setelah menjadi buronan Inggris lantaran lantang menolak migrasi besar-besaran orang Yahudi ke Palestina.

Sebenarnya, Syekh Al-Husaini tahu kalau Indonesia masih dijajah Jepang. Namun di sinilah perannya. Menurut Andini Nurlisa Putri Sawaki dalam Support of Indonesian Diplomas on Palestine (2022), pengakuan internasional dibutuhkan negara yang bertekad merdeka.

Syekh Al-Husaini berani menggemakan kemerdekaan Indonesia setelah memeroleh informasi yang tidak disaksikannya sendiri. Kabarnya, Perdana Menteri Kuniaki Koiso berjanji melepaskan wilayah Hindia Timur saat berbicara di depan sidang parlemen Jepang.

Ucapan selamat dari Syekh Al-Husaini tidak begitu saja membuat penjajah sontak angkat kaki dari Indonesia. Tapi itu menunjukkan di mana kakinya berpijak. Ia adalah representasi dukungan rakyat Palestina untuk bangsa yang sama-sama sedang berjuang melawan kolonialisme.

Pada Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Meski tidak langsung berdaulat penuh, situasinya terbilang sudah lebih baik ketimbang Palestina. Sebab mereka justru baru memasuki era tersuram dalam sejarah.

Indonesia pun membalas budi. Menurut Muh. Novan Prasetya dan Aulia Srifauzi dalam Diplomasi Politik Indonesia Terhadap Kemerdekaan Palestina (2018), dukungan untuk Palestina ditegaskan Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada April 1955.

Masa lalu membentuk kedekatan khusus. RI menyambut hangat Palestina saat mendeklarasikan kemerdekaan pada 1988. Setahun kemudian, negara kita langsung membuka pintu diplomasi untuk mereka, pintu yang sampai sekarang ditutup rapat-rapat untuk Israel.

Memasuki 2023, dukungan politik tetap mengalir ke Palestina. Berdasarkan data Pemerintah Israel, Indonesia merupakan satu dari 29 negara yang tidak menjalin diplomasi dengan mereka. Ketentuan tentang Israel bahkan diatur khusus dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 Tahun 2019.

Peraturan itu melarang berbagai hal. Mulai dari pengibaran atau penggunaan bendera, lambang hingga mengumandangkan lagu kebangsaan Israel di wilayah Indonesia. Penolakan terhadap Israel bahkan disinyalir menjadi salah satu penyebab kita batal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20.

Diplomasi No, Hubungan Dagang Yes

Indonesia dan Israel memang tidak punya relasi resmi kenegaraan. Namun data membuktikan keduanya tetap menjalin kontak halus di bidang perdagangan, pariwisata dan keamanan. Transaksi dagang Indonesia-Israel bahkan lebih intens ketimbang Indonesia-Palestina.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai transaksi Indonesia dengan Palestina pada 2022 berjumlah USD2 juta, terdiri atas USD823 ribu ekspor dan USD1,2 juta impor. Sedangkan perdagangan dengan Israel menghasilkan USD228 juta atau 100 kali lipat. Ia bersumber dari USD185 juta ekspor dan USD43 juta impor.

Di sisi lain, Palestina dan Israel juga memberi pengaruh berbeda terhadap neraca perdagangan RI. Pada 2022, aktivitas ekspor-impor dengan Palestina menyebabkan Indonesia defisit USD421 ribu. Sebaliknya, Indonesia surplus USD142 juta dari Israel.

Selama 2014-2022, nilai transaksi dagang Indonesia dan Israel mencapai USD1,7 miliar, setara Rp26,9 triliun dalam kurs Rp15.471 per USD. Dengan total nilai ekspor USD1,2 miliar dan impor USD506 juta, maka neraca perdagangan Indonesia surplus USD727 juta atau Rp11,2 triliun.

Situasi tak berbeda pada 2023. Hubungan datang RI-Israel terus berlanjut. Israel mempertahankan lapaknya di sektor ekspor-impor Indonesia, negara yang notabene menolak hubungan diplomasi mereka. Meski begitu, kita justru lebih banyak berdagang dengan Israel ketimbang Palestina.

Sepanjang Januari-Juli 2023, nilai transaksi Indonesia dan Palestina menghasilkan USD2,8 juta, berasal dari USD1,3 juta ekspor dan USD1,5 juta impor.

Pada periode sama, nilai perdagangan RI dengan Israel 50 kali lipat lebih besar, yakni mencapai USD104 juta, yakni USD92,4 juta ekspor dan USD12 juta impor.

BPS mencatat beraneka barang Israel masuk ke Indonesia pada 2023. Hingga pertengahan tahun, mesin dan peralatan mekanik merupakan golongan dengan nilai tertinggi, yaitu USD3,7 juta. Sementara impor senjata dan amunisi bernilai USD6,5 ribu.

Selain impor, Indonesia juga aktif mengirim bermacam komoditas ke Israel. Mulai dari golongan lemak, minyak nabati, olahan daging, tepung, sayuran, buah, minuman, alkohol, cuka, garam, belerang, semen, ampas dan sisa industri makanan, bahan kimia organik dan produk farmasi.

Tidak sebatas ekspor-impor, Israel juga menjamah negara kita melalui korporasi. Buktinya, sejumlah perusahaan mereka beroperasi di pasar domestik Indonesia. Misalnya PT Actavis Indonesia, bagian dari Teva Pharmaceutical Industries Ltd yang berkantor di Tel Aviv.

Teva merupakan pemain lama industri farmasi global. Cikal bakalnya tumbuh di Yerusalem pada 1901. Ia didirikan Chaim Salomon, Moshe Levin, dan Yitschak Elstein. Actavis adalah jaringan Teva Group di Indonesia yang gencar menggelontorkan dana renovasi gedung produksi.

Sejarah Actavis bermuara dari PT Dumex Indonesia, korporasi yang diresmikan Soeharto pada 1969. Pada 1983, Dumex diakuisisi Alpharma dan seiring waktu sempat berganti nama menjadi PT Dumex-Alpharma Indonesia.

Teva membeli Actavis Generics pada Agustus 2016 seharga USD40,5 miliar. PT Actavis Indonesia sendiri fokus pada pengembangan, produksi dan komersialisasi obat-obatan bermerek, obat generik, obat bebas, serta produk biologi. Kantor mereka berada di Jakarta.

Mengacu laporan tahunan mereka, diketahui pendapatan bersih Teva turun tiga tahun berturut. Pada 2020, perusahaan membukukan laba bersih USD16.659 juta dan laba kotor USD7.726 juta. Setahun kemudian, nilainya turun masing-masing jadi USD15.878 juta dan USD7.594 juta.

Tren buruk terus menghampiri hingga 2022. Tahun lalu, pendapatan bersih Teva anjlok 6% menjadi USD14.925 juta dengan laba kotor senilai USD6.973 juta. Penurunan ini disebabkan kinerja penjualan obat di pangsa Amerika Utara dan Eropa melemah.

Pendapatan dari segmen Amerika Utara turun 5%, menjadi USD7.452 juta dengan laba USD1.993 juta. Penurunan juga terjadi di segmen Eropa dan internasional. Pendapatan dan labanya masing-masing merosot jadi USD4.525 juta dan USD1.496 juta serta USD1.903 juta dan USD479 juta.

Kontroversi Relasi Dagang

Kontroversi relasi dagang Indonesia dan Israel sesungguhnya sudah mencuat sejak lama. Fakta ini pernah menjadi alasan mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk membuka hubungan resmi dengan mereka, namun batal akibat diguyur hujan protes.

Menurut Ahmad Nurhuda dan Yera Zettira Agesti dalam studi berjudul Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001) (2021), Gus Dur secara terbuka menganggap legalisasi hubungan dengan Israel sah-sah saja. Bahkan lebih layak ketimbang Rusia, Tiongkok dan Korea Utara yang banyak diisi orang-orang atheis.

Bagi Gus Dur, membuka hubungan dagang dengan Israel jauh lebih menguntungkan ketimbang membiarkannya berjalan sembunyi-sembunyi. Konon, nilai ekspor Indonesia ke Israel pada 1999 mencapai USD11 juta, sedangkan impornya USD6 juta. Semua transaksi dilakukan melalui pihak ketiga, seperti Singapura dan Belgia.

Berbeda dengan Indonesia, Turki malah menjadi negara muslim pertama yang mengakui kedaulatan Israel. Merujuk reportase The Diplomat, kedaulatan Israel diakui oleh Turki sejak 1949. Meskipun demikian, di saat yang sama memberikan dukungan yang kuat atas perjuangan Palestina dan menentang keras agresi Israel.

Hubungan kedua negara memburuk di tahun 2018, yang berujung baik Turki dan Israel memulangkan duta besar mereka. Namun, mereka tetap mempertahankan hubungan ekonomi dan perdagangan yang kuat hingga sekarang.

Berdasarkan data pemerintah Turki, total ekspor ke Israel mencapai USD7 miliar, sedangkan impor sebesar USD2,5 miliar.

Baca juga artikel terkait INSIDER atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Insider
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Dwi Ayuningtyas