Menuju konten utama

Duduk Perkara PKPU Tentang Larangan Eks Napi Koruptor Jadi Caleg

Akankah Kemenkumham mengundangkan PKPU?

Duduk Perkara PKPU Tentang Larangan Eks Napi Koruptor Jadi Caleg
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan pandangan akhir Pemerintah pada Rapat Paripurna DPR pengambilan keputusan revisi UU MD3 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Sampai saat ini, polemik tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Pendaftaran Anggota Legislatif, yang salah satu poinnya melarang mantan koruptor menjadi calon legislatif, belum juga mendapat titik terang.

KPU sendiri sudah secara resmi menyerahkan draf PKPU itu kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada Senin (4/6/2018) lalu. Tujuannya untuk disahkan dan diundangkan.

Namun, Menkumham Yasonna Laoly justru memberikan sinyal bakal tidak mau menandatangani draf tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Sebab, dalam Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan napi yang sudah menjalani hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri, asalkan mantan napi tersebut mengumumkan bahwa diri pernah berstatus sebagai bekas napi ke media massa.

Komisioner KPU Ilham Syahputra menyatakan, meskipun pelarangan bekas napi korupsi menjadi caleg tidak diatur di UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, tapi KPU bisa membentuk norma baru berdasarkan penyelenggaraan pemilu yang baik lewat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Oleh sebab itu, ketentuan mengenai pelarangan mantan terpidana korupsi menjadi calon legislatif itu mereka masukan ke dalam Rancangan PKPU.

Dalam aturan mengenai persyaratan pengajuan bakal calon legislatif poin J secara eksplisit disebutkan "Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi".

Senada dengan Ilham, Komisioner KPU Wahyu Setyawan mengatakan, dalam UU Pemilu tersebut memang tidak secara gamblang melarang bekas napi kasus korupsi menjadi caleg karena hanya ada dua kejahatan luar biasa yang tertera dalam UU tersebut, yakni pedofil dan narkoba.

“Koruptor tidak termasuk, tapi kami buat terobosan bahwa koruptor juga kejahatan luar biasa yang perlu mendapat perlakuan khusus," ujar Wahyu.

Menurut KPU, larangan tersebut dibuat untuk mendorong terciptanya penyelenggaraan negara yang bersih.

Pelarangan tersebut pun dibuat berdasarkan maraknya beberapa calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi selama proses Pilkada 2018 berjalan.

Kendati demikian, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, secara hukum PKPU Pendaftaran Anggota Legislatif itu sudah sah karena sudah ditandatangani dirinya. Akan tetapi, aturan itu belum bisa berlaku sampai Kemenkumham memasukkannya dalam daftar peraturan nasional.

Arief pun yakin Kemenkumham akan mengundangkan PKPU tersebut. "Pasti diundangkan [...] Jangan tanya sah atau tidak sah, itu penandatanganan [PKPU] oleh KPU, sudah sah," kata Arief di kantornya, Rabu (6/6/2018).

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto