tirto.id - Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Kali ini menimpa fotografer Tempo, Prima Mulia dan jurnalis freelance Iqbal Kusumadireza (Reza). Kejadian kekerasan ini dilakukan anggota kepolisian saat mereka tengah meliput peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2019 yang berpusat di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/5/2019).
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung Ari Syahril Ramadhan menjelaskan kronologi berdasarkan cerita Reza dan Prima.
Awalnya, kata Ari, Reza dan Prima tengah berkeliling sekitar Gedung Sate untuk memantau kondisi pergerakan massa buruh yang akan berkumpul di Gedung Sate, sekitar pukul 11.30 WIB.
Saat tiba di Jalan Singaperbangsa, sekitar Dipatiukur, Prima dan Reza melihat ada keributan antara polisi dengan massa yang didominasi berbaju hitam-hitam. Keduanya bercerita melihat massa berbaju hitam tersebut dipukuli polisi.
“Kondisi tersebut membuat Reza dan Prima langsung membidikkan kamera ke arah kejadian. Ketika pindah lokasi untuk mengabadikan gambar lain, Reza tiba-tiba dipiting oleh seorang anggota polisi. Menurut Reza, polisi tersebut dari satuan Tim Prabu Polrestabes Bandung,” kata Ari.
Ari menjelaskan, berdasarkan keterangan Reza, anggota Tim Prabu itu menggunakan sepeda motor KLX berpelat nomor D 5001 TBS. Ia pun dibentak dengan pertanyaan “Dari mana kamu?” dan Reza pun menjawab: “wartawan”, sambil menunjukkan ID Pers-nya.
Namun, bukannya melunak, polisi tersebut malah merampas kamera yang dipegang Reza sambil menginjak lutut dan tulang kering kaki kanannya berkali-kali. Kemudian menghapus sejumlah foto yang berhasil diabadikan Reza.
Akibat kejadian tersebut, kata Ari, Reza mengalami luka memar pada kaki kanannya.
Prima Mulia juga mengalami hal yang sama. Bedanya, kata Ari, Prima tidak mendapat kekerasan fisik dari polisi. Menurut Ari, berdasarkan cerita Prima, ia mengaku disekap oleh tiga orang polisi dan diancam foto-fotonya akan dihapus. Seorang polisi juga sempat mengancam: “Mau diabisin?”.
“Rombongan pertama pendemo di jalan bagus, tapi tiba-tiba rusuh. Massa kocar-kacir. Polisi tangkepin demonstran sambil dihajar. Saya sama Reza bisa masuk untuk ambil gambar kekerasan oleh polisi,” kata Ari menirukan cerita Prima.
Menurut Ari, selain Prima dan Reza, wartawan lain juga ikut dicegat dan tidak diperbolehkan masuk ke area kerusuhan. Saat itu, polisi sedang “menghajar” para pendemo sambil menembakkan senjata ke udara berkali-kali.
Ari menirukan cerita Prima “saat ngambil gambar itulah, saya ditangkap tiga orang polisi preman sambil mengancam dan minta gambar dihapus. Dari situ saya lihat Rezza mengalami kekerasan fisik dan didorong sampai jatuh. Semua file foto dihapus.”
AJI Kecam Tindakan Kekerasan Pada Jurnalis
AJI Bandung pun mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepada dua jurnalis foto, Reza dan Prima, pada aksi May Day 2019.
“Tugas jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, seharusnya aparat menghormati itu. Apalagi ketika jurnalis sudah menunjukkan identitasnya,” kata Ketua AJI Bandung, Ari Syahril saat dikonfirmasi reporter Tirto, Rabu (1/5/2019).
Ari menjelaskan, dalam Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pers disebutkan, bahwa seorang wartawan yang sedang melaksanakan tugas jurnalistik dilarang dihambat atau dihalangi oleh pihak manapun.
Sehingga, kata Ari, berdasarkan pasal 18 UU Pers itu, ia mengatakan tindakan aparat tersebut mendapat ancaman pidana paling lama dua tahun dan denda Rp500 juta.
“Ancaman pidananya paling lama dua tahun,” kata Ari menegaskan.
Organisasi yang tergabung dalam Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) juga menyecam tindakan polisi itu. KKJ menilai anggota Polrestabes Bandung secara jelas melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap kedua jurnalis, yaitu Prima dan Reza.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) merupakan inisiatif kolaborasi sembilan lembaga pers dan lembaga masyarakat sipil untuk perlindungan jurnalis serta mengawal isu-isu kemerdekaan pers.
Sembilan lembaga itu antara lain: AJI, LBH Pers, Safenet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesti International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sndikasi).
Koordinator KKJ, Sasmito Madrim mengatakan, aksi pihak kepolisian itu sudah jelas terbukti sebagai tindak pidana penganiayaan dan kekerasan sesuai Pasal 351 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan (sesuai ayat 1).
“Apabila mengakibatkan luka-luka berat dapat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun,” kata Sasmito dalam rilis yang diterima Tirto.
Oleh karena itu, KKJ pun mendesak Kepolisian Resor Kota Besar Bandung untuk menindak dan melakukan proses hukum terhadap anggotanya yang melakukan penganiayaan, kekerasan, dan upaya menghalang-halangi kerja jurnalistik.
Selain itu, KKJ juga mendesak Polrestabes Bandung untuk memecat anggotanya yang telah melakukan kekerasan terhadap jurnalis.
“Mendorong berbagai pihak khususnya aparat penegak hukum untuk menjaga dan menghormati kerja-kerja jurnalis sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Sasmito menegaskan.
Respons Polresta Bandung
Terkait ini, Kapolresta Bandung Kombes Irman Sugema mengaku belum mengetahui secara persis kronologi kejadian tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepada dua jurnalis foto, Reza dan Prima saat aksi May Day 2019.
Namun, Irman membenarkan kejadian pemukulan terhadap dua orang jurnalis foto saat perayaan May Day 2019, di Bandung.
“Kami juga tadi dari rumah sakit, tapi yang melakukan perbuatan itu apakah oknum anggota polisi atau bukan [belum diketahui]” kata Irman saat dikonfirmasi reporter Tirto, Rabu (1/5/2019).
Sehingga, kata Irman, pihak kepolisian masih akan memproses dan mendalami kasus tersebut.
“Kami dari Polrestabes Bandung akan memproses dan bertanggung jawab untuk pengobatan,” kata Irman menambahkan.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz