tirto.id - Dua alat yang dimiliki Indonesia yaitu Polymerase Chain Reaction atau PCR dan sequencing dipastikan mampu untuk mendeteksi virus corona yang mungkin masuk ke Indonesia.
Hal itu disampaikan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio usai rapat koordinasi dengan beberapa meneteri dan pejabat di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Kamis (6/2/2020).
"Alat (deteksi) sudah cukup, 'reagen-nya' sudah ada, jadi pemberitaan di luar itu tidak benar," kata Amin seperti dilansir Antara. Reagen merupakan cairan yang digunakan untuk mengetahui suatu reaksi kimia.
PCR yang disebutkan itu digunakan untuk melihat apakah keluarga dari virus corona terdapat di dalam tubuh pasien sementara sequencing untuk memastikan apakah itu virus merupakan corona atau bukan.
"Yang punya alatnya juga cukup banyak, bukan hanya lab perguruan tinggi tapi juga pihak swasta, tapi swasta kan tidak rutin pemeriksaan untuk virus corona. Yang saya tahu saat ini yang memeriksa adalah litbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) Kementerian Kesehatan dan kedua di Lembaga Eijkman," sambung Amin,
Amin mengatakan, lembaga Eijkman sudah berpengalaman dalam mendeteksi virus jenis lain yang sebelumnya sudah diisolasi.
"Untuk corona Wuhan kami gunakan alat yang sama, sistem, orang yang sama yang punya pengalaman dan gate yang sebelumnya kami pakai dengan 2 langkah yaitu screening dengan PCR untuk semua virus corona di 'sample' dan kalau ada corona di 'sample' akan keluar. Kedua konfirmasi dengan sequencing, tapi dengan sequencing saja tidak langsung menjawab tapi dengan fasilitas biofarmatika butuh keahlian khusus," terang Amin.
Deteksi virus corona tersebut, menurut Amin, dapat dilakukan selama beberapa jam saja.
"Kami mendapatkan contoh itu bukan virusnya tapi bagian DNA-nya saja. Jadi yang dikerjakan di lab kami sudah divalidasi dan sudah diuji kontrol positifnya betul, kontrol negatifnya juga betul. Jadi insya Allah hasil yang kami berikan itu mewakili, kalau memang tidak ada ya tidak ada," jelas Amin.
Sampel DNA tersebut, lanjutnya, berasal dari usap hidung atau tenggorokan dari orang yang diduga memiliki virus corona.
"Pemeriksaan di lab beberapa jam. Tapi biasanya dilakukan validasi kemudian dicek ulang untuk memastikan apakah itu betul negatif atau betul positif. Kadang-kadang harus mengulangi lagi, tapi kalau prosesnya 4-5 jam sudah selesai," ujar Amin.
Amin menambahkan, selain Lembaga Eijkman, pendeteksian tersebut juga dibantu dikerjakan oleh lab lainnya.
"Saat ini yang diarahkan Kemenkes untuk mendeteksi adalah di Litbangkes. Tapi lab kami karena kami bukan lab pelayanan tapi penelitian, maka kami sebagai lab konfirmasi untuk memastikan kalau ada lab lain yang menyatakan positif dibandingkan dengan kami. Kalau dua lab sama-sama positif maka meyakinkan, tapi kalau satu positif satu negatif nah mesti dipastikan dulu," pungkas Amin.
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Agung DH