Menuju konten utama

Draf UU KPK Dikembalikan, Koalisi Save KPK Kritisi DPR dan Presiden

Koalisi save KPK mengkritisi sikap DPR dan presiden lantaran alasan salah ketik yang bikin draf UU KPK dilempar ke Baleg.

Draf UU KPK Dikembalikan, Koalisi Save KPK Kritisi DPR dan Presiden
Sidang Paripurna DPR RI 2014-2019, Senin 30/9/2019. tirto.id/Bayu Septianto

tirto.id - Direktur Jaringan dan Advokasi Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajri Nursyamsi mengkritisi sikap presiden yang mengembalikan draf UU KPK ke DPR karena alasan salah ketik.

"Ketika ada draf dikembalikan dan angka yang diubah, ini bukan masalah salah ketik. Ada pembahasan atau persetujuan, yang harusnya terjadi pembahasan ulang," ucap dia di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Minggu (6/10/2019).

Fajri juga meragukan kredibilitas DPR lantaran salah ketik tersebut. Sebab semestinya, saat proses pembahasan antara pemerintah dan DPR terjadi, prosesnya sudah sangat detail sehingga minim kesalahan.

"Bukan hanya substansi tapi juga draf. Titik, koma (yang ada di draf juga) disetujui," tegasnya.

Dia mengkritisi pula sikap DPR yang terkesan memaksakan UU KPK agar segera disahkan. "Karena ada perbedaan. Toh ini bukan salah ketik tapi, perbedaan substansi," kata dia lagi.

Pada draf UU KPK yang telah disahkan, poin yang dinilai salah ketik yaitu perihal syarat menjadi komisioner KPK. Dalam naskah UU KPK Pasal 29 huruf (e) tertulis: "Berusia paling rendah 50 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan."

"(Revisi UU KPK) sudah dikirim, tetapi masih ada typo, yang itu kami minta klarifikasi. Jadi mereka sudah proses mengirim katanya, sudah di Baleg," kata Menteri Sekretaris Negara, Pratikno seperti dilansir Antara, Kamis (3/10/2019).

Sementara perihal gertak sambal presiden akan dimakzulkan jika menerbitkan Perppu untuk menggantikan revisi UU KPK, Fajri berpendapat pandangan itu salah kaprah. "Penerbitan Perppu sama sekali tidak berdampak pada pemakzulan, karena pemakzulan terhadap presiden itu dilihat dari adanya tindak pidana yang dilakukan presiden," tandas Fajri.

Sebaliknya, penerbitan Perppu dinilainya dapat menjadi langkah koreksi presiden terhadap kesalahan DPR dalam melahirkan UU yang melemahkan lembaga antirasuah.

Koalisi Save KPK juga menyoroti ihwal penolakan Perppu dari kalangan internal pemerintah.

"Seharusnya setiap bagian pemerintah itu mendukung setiap langkah presiden tanpa harus mendahului sikap dan pandangan presiden," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.

Penolakan yang dimaksud berasal dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jaksa Agung HM Prasetyo maupun sejumlah menteri kabinet Presiden Jokowi. Kurnia menyatakan Jokowi berhak menegur pihak internal yang menolak penerbitan Perppu.

"Harusnya presiden bisa tegur yang bersangkutan. Agar pemerintahan punya visi yang sama terkait dengan produk regulasi dan tidak usah mengomentari yang bukan tugasnya," sambung Kurnia.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Herdanang Ahmad Fauzan